ABSTRACT
Polri are government officials are
expected to have a professional attitude, competent and accountable to support
the achievement of organizational goals, so as to improve the quality of
service and high performance. Performance refers to the degree of success in
carrying out the task as well as the efforts made to achieve the goals set.
Performance can be enhanced with members of the national police with their
remuneration, work discipline, and internal control. The purpose of this study
was to determine and analyze the effect of simultaneous and partial
remuneration, work discipline and internal control of the performance of Polri in
X.
This type of research used in this
thesis is the explanation explanatory research or research, research that
explains the causal relationship between research variables (independent
variables and the dependent variable) through hypothesis testing. The analysis
used in this research is multiple linear regression model.
The result showed that simultaneously,
remuneration, work discipline and internal control (independent variable) has a
significant influence on the performance of Polri in X (the
dependent variable). Based on the results of data analysis using the F test
(ANOVA), it is known that all independent variables together have a significant
effect on the dependent variable. Partially, remuneration, work discipline and
internal control (independent variable) has a significant influence on the
performance of Polri in X (the dependent variable). This is
evidenced by the t value and significance level of each independent variable
which indicates that individually all independent variables have a significant
influence on the dependent variable. Internal control has dominant influence on
the performance of Polri in X.
Contributions effect of free variables
on the dependent variable indicated by coefficient R2 (multiple determination)
of 0.266. The coefficient indicates that the influence of the independent
variables (remuneration, work discipline, and internal control) on the
dependent variable is the performance of Polri in X together
amounted to 26.6 %%. This shows that in this study the performance of Polri in
X 26.6% influenced by remuneration, work discipline, and
internal control. While the remaining 73.4% is influenced by other variables
outside the research.
Keywords:
remuneration, work discipline, internal control, performance
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan salah satu bentuk organisasi
nasional yang mempunyai peran penting dalam penyelenggaraan Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Oleh karena itu dalam menjalankan perannya sesuai dengan
amanat perundang-undangan, maka Polri harus benar-benar dapat bekerja secara
optimal, dan menjalankan visi, misi, tujuan serta sasaran yang telah
ditetapkan. Anggota Polri sebagai aparatur pemerintah diharapkan memiliki sikap
yang profesional, kompeten dan akuntabel yang dapat mendukung pencapaian tujuan
organisasi, sehingga mampu meningkatkan mutu pelayanan dan kinerja yang tinggi
(Maarif, 2003:2).
Kinerja merujuk pada tingkat keberhasilan seseorang dalam melaksanakan
tugas serta upaya yang dilakukan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Kinerja seseorang dapat menjadi optimal jika didukung oleh kemampuan yang baik
dan motivasi yang kuat. Keberhasilan kinerja pegawai sebuah organisasi
dipengaruhi oleh faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai, salah satunya
adalah balas jasa. Dari sisi pegawai, balas jasa dilihat sebagai sarana
pemenuhan berbagai kebutuhan hidup yang tidak hanya terbatas pada kebutuhan
pokok saja, yang mampu menjadi motivasi pegawai dalam meningkatkan kinerja.
Motivasi merupakan salah satu permasalahan penting bagi pimpinan dalam
suatu organisasi. Motivasi yang diberikan dengan baik akan meningkatkan
semangat kerja pegawai. Salah satu motivasi yang bisa diberikan kepada pegawai
adalah remunerasi. Remunerasi merupakan komponen dari kesejahteraan yang
diterima oleh pegawai, remunerasi bisa dijadikan sebagai unsur motivasi bagi
pegawai yang berprestasi (Hasibuan, 2012:118).
Pemberian remunerasi juga telah dilakukan oleh pemerintah guna meningkatkan
kinerja anggota Polri. Remunerasi yang diberikan sebagai tunjangan kinerja ini disebut
remunerasi berbasis kinerja. Remunerasi berbasis kinerja adalah sistem
pembayaran yang mengaitkan imbalan dengan prestasi kerja pegawai. Seorang
pegawai yang berkinerja baik maka akan memperoleh imbalan yang lebih tinggi dan
begitu pula sebaliknya. Artinya, semakin tinggi kinerja yang diraih pegawai
maka semakin tinggi pula imbalannya. Dengan demikian jika sistem ini dapat
diterapkan secara efektif maka akan berdampak positif bagi organisasi karena
dapat meningkatkan kinerja serta kepuasan kerja pegawai.
Undang-Undang No.43 tahun 1999 tentang Kepegawaian menyatakan bahwa sistem
penggajian pegawai negeri sipil di Indonesia adalah berdasarkan pada kinerja
pegawai. Sebagaimana diatur dalam pasal 7 ayat 1 yaitu setiap pegawai berhak memperoleh gaji yang
adil dan layak sesuai dengan beban pekerjaan dan tanggung jawabnya. Ayat 2
menyatakan bahwa gaji yang diterima pegawai harus mampu memacu produktivitas
dan menjamin kesejahteraannya.
Kebijakan remunerasi diperuntukkan bagi pegawai negeri sipil di seluruh
lembaga pemerintahan yang berdasarkan skala prioritasnya dikelompokkan menjadi
tiga, yaitu prioritas pertama adalah seluruh instansi rumpun penegak hukum,
rumpun pengelola keuangan negara, rumpun pemeriksa dan pengawas keuangan negara
serta lembaga penertiban; prioritas kedua adalah kementrian atau lembaga yang
terkait dengan kegiatan ekonomi, sistem produksi, sumber penghasil penerimaan
negara dan unit organisasi yang melayani masyarakat secara langsung termasuk
pemerintah daerah; prioritas ketiga adalah seluruh kementrian atau lembaga yang
tidak termasuk prioritas pertama dan kedua.
Pemberian remunerasi Polri diberikan berdasarkan pada Peraturan Presiden
No.73 tahun 2010 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan Kepolisian.
Tunjangan diberikan dalam 18 jabatan sesuai dengan pangkat.
Tabel
1.1. Tunjangan Kinerja Polri
Kelas
|
Tunjangan Kinerja
|
Kelas
Jabatan 18
Kelas
Jabatan 17
Kelas
Jabatan 16
Kelas
Jabatan 15
Kelas
Jabatan 14
Kelas
Jabatan 13
Kelas
Jabatan 12
Kelas
Jabatan 11
Kelas
Jabatan 10
Kelas
Jabatan 9
Kelas
Jabatan 8
Kelas
Jabatan 7
Kelas
Jabatan 6
Kelas
Jabatan 5
Kelas
Jabatan 4
Kelas
Jabatan 3
Kelas
Jabatan 2
Kelas
Jabatan 1
|
Rp 21.305.000,00
Rp 16.212.000,00
Rp 11.790.000,00
Rp 8.575.000,00
Rp 6.236.000,00
Rp 4.797.000,00
Rp 3.690.000,00
Rp 2.839.000,00
Rp 2.271.000,00
Rp 1.817.000,00
Rp 1.453.000,00
Rp 1.211.000,00
Rp 1.010.000,00
Rp 841.000,00
Rp 731.000,00
Rp 636.000,00
Rp 553.000,00
-
|
Dengan pemberian tunjangan itu Polri berharap anggotanya bisa memperbaiki
kinerjanya berdasarkan profesionalisme, dan meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat.
Faktor lain yang mempengaruhi kinerja adalah disiplin kerja. Pegawai yang
bekerja dengan disiplin mampu menjaga kualitas kerjanya. Instansi pemerintah pada umumnya menginginkan agar
para pegawai yang bekerja dapat mematuhi tata tertib atau peraturanyang telah
ditetapkan. Dengan ditetapkannya peraturan baik tertulis maupun tidak tertulis,
diharapkan agar para pegawai dapat melaksanakan sikap desiplin dalam bekerja
sehingga produktifitasnya pun meningkat.
Disiplin kerja dapat didefinisikan sebagai suatu
sikap menghoramati, menghargai, patuh dan taat terhadap perturan-peraturan yang
berlaku, baik yang tertulis maupun tidak tertulis serta sanggup menjalankannya
dan tidak mengelak untuk meneria sanksi-saksinya apabila ia melanggar tugas dan
wewenang yang diberikan kepadanya (Sastrohadiwiryo, 2001:291).
Kinerja anggota polri bisa ditingkatkan dengan dengan adanya pengendalian
intern. Menurut Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 18
Tahun 2011 tentang Pengawasan dan Pemeriksaan Rutin di Lingkungan Kepolisian
Negara RI, bahwa untuk mencapai tujuan organisasi diperlukan sistem
pengendalian intern pemerintah di lingkungan kepolisian melalui fungsi
pengawasan dan pemeriksaan, yang dilaksanakan secara rutin oleh inspektorat
pengawasan kepolisian melalui ketentuan peraturan perundang-undangan.
Anggota Polri di Polres Pamekasan sejauh pengamatan peneliti, masih belum
menunjukkan kinerja yang maksimal. Terlihat dari beberapa anggota yang kurang
disiplin dalam mematuhi tata tertib, seperti datang terlambat, tidak ikut apel
pagi, dan pergi keluar kantor di jam kerja tanpa ijin. Hal tersebut terjadi
lebih beberapa kali dalam seminggu. Hal ini menunjukkan belum adanya
pengendalian yang rutin untuk meningkatkan kinerja anggota Polri.
Sehubungan dengan hal tersebut, diperlukan sistem pengendalian
intern yang dilaksanakan secara rutin. Untuk
lebih mengefektifkan pelaksanaan tugas pengawasan dan pemeriksaan rutin oleh
pengawas internal, diperlukan alat kontrol terhadap kinerja dan aktivitas
satuan kerja sesuai tugas pokok dan rencana kerja yang telah ditetapkan dalam
rangka mencapai tujuan organisasi.
Sehubungan dengan latar belakang tersebut maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Pemberian Remunerasi, Disiplin
Kerja, dan Pengendalian Intern terhadap Kinerja Anggota Polri di X”.
1.2.
Rumusan Masalah
Beberapa permasalahan yang bisa dirumuskan dalam penelitian ini adalah:
1.
Apakah pemberian remunerasi, disiplin
kerja, dan pengendalian intern secara simultan berpengaruh signifikan terhadap
kinerja anggota Polri di X?
2.
Apakah pemberian remunerasi, disiplin
kerja, dan pengendalian intern secara parsial berpengaruh signifikan terhadap
kinerja anggota Polri di X?
3.
Manakah antara pemberian remunerasi,
disiplin kerja, dan pengendalian intern yang berpengaruh dominan terhadap
kinerja anggota Polri di X?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Landasan Teori
2.1.1.
Kinerja Anggota Polri
2.1.1.1.
Kepolisian Republik Indonesia (Polri)
Kepolisian dalam Undang-Undang No.2 tahun 2002
tentang Kepolisian diartikan sebagai segala hal ihwal yang berkaitan dengan
fungsi dan dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Anggota Kepolisian
Negara Republik Indonesia adalah pegawai negeri pada Kepolisian Negara Republik
Indonesia sedangkan Pejabat Kepolisian Negara adalah anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia yang berdasarkan undang-undang memiliki wewenang umum kepolisian. Peraturan kepolisian adalah
segala peraturan yang dikeluarkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka memelihara
ketertiban dan menjamin keamanan umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Undang-Undang kepolisian menyebutkan bahwa tugas pokok Polri adalah
memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; menegakkan hukum; dan memberikan
perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Dalam pelaksanaan
tugas pokok, yang akan dikedepankan sangat tergantung pada situasi masyarakat
dan lingkungan yang dihadapi karena pada dasarnya ketiga tugas pokok tersebut
dilaksanakan secara simultan dan dapat dikombinasikan. Undang-Undang Kepolisian
menyebutkan bahwa keamanan dan ketertiban masyarakat diartikan sebagai:
“suatu kondisi dinamis masyarakat
sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya proses pembangunan nasional dalam
rangka tercapainya tujuan nasional yang ditandai oleh terjaminnya keamanan,
ketertiban, dan tegaknya hukum serta terbinanya ketentraman, yang mengandung
kemampuan membina serta mengembangkan potens dan kekuatan masyarakat dalam
menangkal, mencegah dan menanggulangi segala bentuk-bentuk yang meresahkan
masyarakat.”
Dalam melaksanakan tugas pokok tersebut maka dijabarkan dalam tugas-tugas
Polri sebagai berikut:
1.
Melaksanakan pengaturan, penjagaan,
pengawalan, dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai
kebutuhan
2.
Menyelenggarakan segala kegiatan dalam
menjamin keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas jalan
3.
Membina masyarakat untuk meningkatkan
partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga
masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan
4.
Turut serta dalam pembinaan hukum
nasional
5.
Memelihara ketertiban dan menjamin
keamanan umum
6.
Melakukan koordinasi, pengawasan dan
pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil dan
bentuk-bentuk pengamanan swakarsa
7.
Melakukan penyelidikan dan penyidikan
terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan
perundang-undangan
8.
Menyelenggarakan identifikasi
kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium forensic dan psikologi
kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian
9.
Melindungi keselamatan jiwa raga, harta
benda, masyarakat dan lingkungab hidup dari gangguan ketertiban dan atau
bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi
hak asasi manusia
10.
Melayani kepentingan warga masyarakat
untuk sementara sebelum ditangani oleh instansi dan atau pihak yang berwenang
11.
Meberikan pelayanan kepada masyarakat
sesuai dengan kepentingannya dalam tugas kepolisian
12.
Melaksanakan tugas lain sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
2.1.1.2.
Kinerja
Kinerja berasal dari pengertian performance.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kinerja adalah sesuatu yang dicapai;
prestasi yang diperlihatkan; kemampuan kerja. Sedang menurut istilah, kinerja
adalah tentang melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan
tersebut. Kinerja adalah tentang apa yang dikerjakan dan bagaimana cara
mengerjakannya (Wibowo, 2007:85).
Menurut Robbins (2007:213), dalam prakteknya kinerja sering pula disebut
dengan istilah prestasi kerja. Istilah kinerja berasal dari kata job performance, yang berarti prestasi
kerja yang dicapai seseorang. Pengertian kinerja (prestasi kerja) adalah hasil
kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Untuk mencapai prestasi dan hasil kerja yang maksimal, organisasi atau
perusahaan memerlukan pegawai yang memiliki kinerja yang tinggi.
Nawawi (2004:15) menyatakan bahwa, “Kinerja adalah hasil pelaksanaan suatu
pekerjaan, baik bersifat fisik/ material maupun non fisik/ non material.
Menurut Simanjutak (2005:75), ”Kinerja adalah tingkatan pencapaian hasil atas
pelaksanaan tugas tertentu. Simanjuntak juga mengartikan kinerja individu
sebagai tingkat pencapaian atau hasil kerja seseorang dari sasaran yang harus
dicapai atau tugas yang harus dilaksanakan dalam kurun waktu tertentu”. Foster
dan Seeker (2001:11) menyatakan bahwa, “Kinerja adalah hasil yang dicapai
seseorang menurut ukuran yang berlaku untuk pekerjaan yang bersangkutan”.
Kinerja mencakup beberapa variabel yang berkaitan; input, perilaku-perilaku
(proses), output dan outcome (dampak). Variabel variabel tersebut tidak dapat
dipisahkan dan saling berkaitan. Dalam satu organisasi yang terdiri dari
individuindividu yang memiliki karakteristik yang berbeda, perilaku individu
dalam organisasi berpengaruh terhadap output
dan outcome yang akan diraih oleh
organisasi. Organisasi akan berhasil mencapai tujuannya apabila
perilaku-perilaku individu dapat diarahkan dan dimotivasi untuk mencapai output
tertentu (Laurensius F, 2005:152).
Kinerja suatu organisasi dipengaruhi faktor-faktor internal dan eksternal.
Faktor internal antara lain kecerdasan, keterampilan, kestabilan emosi,
motivasi, persepsi peran, kondisi keluarga, kondisi fisik dan karateristik
kelompok kerja. Sedang faktor eksternal antara lain peraturan, keinginan
pelanggan, pesaing, nilai-nilai sosial, serikat buruh, kondisi ekonomi,
perubahan lokasi kerja, dan kondisi pasar (Tika MP, 2006:23).
Konsep yang lebih sederhana adalah bahwa pelaksanaan kinerja akan sangat
dipengaruhi oleh beberapa faktor baik yang bersumber dari pekerja sendiri
maupun yang bersumber dari organisasi. Dari pekerja sangat dipengaruhi oleh
kemampuan atau kompetensinya sedang dari sisi organisasi dipengaruhi oleh
seberapa baik kepemimpinan suatu organisasi dalam hal pemberdayaan pekerja,
pemberian penghargaan dan peningkatan kemampuan pekerja (Wibowo, 2007:87).
Menurut Mathis dan Jackson (2002:187) kinerja pegawai adalah mempengaruhi
seberapa banyak kontribusi kepada organisasi antara lain termasuk:
1.
Kuantitas Kerja. Standar ini dilakukan
dengan cara membandingkan antara besarnya volume kerja yang seharusnya (standar
kerja norma) dengan kemampuan sebenarnya.
2.
Kualitas Kerja. Standar ini menekankan
pada mutu kerja yang dihasilkan dibandingkan volume kerja.
3.
Pemanfaatan Waktu. Yaitu penggunaan masa
kerja yang disesuaikan dengan kebijaksanaan perusahaan.
4.
Tingkat Kehadiran. Asumsi yang digunakan
dalam standar ini adalah jika kehadiran pegawai di bawah standar kerja yang
ditetapkan maka pegawai tersebut tidak akan mampu memberikan kontribusi yang
optimal bagi perusahaan.
5.
Kerjasama. Keterlibatan seluruh pegawai
dalam mencapai target yang ditetapkan akan mempengaruhi keberhasilan bagian
yang diawasi. Kerjasama antara pegawai dapat ditingkatkan apabila pimpinan
mampu memotivasi pegawai dengan baik
Adapun indikator kinerja karyawan menurut Guritno dan Waridin (2005:83)
adalah sebagai berikut :
1. Mampu meningkatkan target pekerjaan.
2. Mampu menyelesaikan pekerjaan tepat waktu.
3. Mampu menciptakan inovasi dalam menyelesaikan pekerjaan.
4. Mampu menciptakan kreativitas dalam menyelesaikan pekerjaan.
5. Mampu meminimalkan kesalahan pekerjaan.
Penilaian kinerja dapat menjadi sumber informasi utama dan umpan balik
untuk pegawai, yang merupakan kunci pengembangan bagi pegawai di masa
mendatang. Di saat atasan mengidentifikasi kelemahan, potensi dan kebutuhan
pelatihan melalui umpan balik penilaian kinerja, mereka dapat memberitahukan
pegawai mengenai kemajuan pegawai tersebut, mendiskusikan keterampilan apa yang
perlu mereka kembangkan dan melaksanakan perencanaan pengembangan (Mathis dan
Jackson, 2002:190).
Penilaian Kinerja merupakan suatu alat yang manfaatnya tidak hanya untuk
mengevaluasi kinerja seorang pegawai akan tetapi juga memngembangkan serta
memotivasi pegawai. Penilaian tersebut juga akan memberikan dampak yang positif
dan semangat dalam diri pegawai untuk lebih berkualitas dan menghasilkan
kinerja yang optimal. Wibowo (2007:91), menyatakan, “Penilaian kinerja
seharusnya menciptakan gambaran akurat dari kinerja perorangan. Penilaian tidak
dilakukan hanya untuk mengetahui kinerja buruk. Hasil-hasil yang baik dan dapat
diterima harus data diidentifikasikan sehingga dapat dipakai sebagai dasar
penilaian hal lainnya. Untuk mencapai tujuan ini, sistem penilaian hendaknya
terkait dengan pekerjaan dan praktis, temasuk standar, dan menggunakan
ukuran-ukuran yang terukur”.
2.1.2.
Remunerasi
Remunerasi merupakan serapan dari kata bahasa inggris remunerate yang menurut Oxford American berarti pay for services rendered or work done.
Sedangkan dalam kamus besar bahasa Indonesia kata remunerasi diartikan sebagai
pemberian hadiah (penghargaan atas jasa), imbalan.
Surya (2004:8) menyebutkan bahwa remunerasi mempunyai
pengertian berupa “sesuatu” yang diterima pegawai sebagai imbalan dari
kontribusi yang telah diberikannya kepada organisasi tempat bekerja. Remunerasi
mempunyai makna lebih luas daripada gaji, karena mencakup semua imbalan, baik
yang berbentuk uang maupun barang, baik yang diberikan secara langsung maupun
tidak langsung, dan baik yang bersifat rutin maupun tidak rutin, imbalan
langsung terdiri dari gaji/upah, tunjangan jabatan,tunjangan khusus, bonus yang
dikaitkan atau tidak dikaitkan dengan prestasi dan berbagai jenis bantuan
terdiri dari fasilitas, kesehatan, dana pensiun, gaji, cuti, santunan musibah.
Remunerasi pada dasarnya merupakan alat untuk mewujudkan
visi dan misi organisasi dengan tujuan untuk menarik pegawai yang cakap dan
berpengalaman, mempertahankan pegawai yang berkualitas, memotivasi
pegawai untuk bekerja dengan efektif, memotivasi terbentuknya perilaku yang
positif, dan menjadi alat untuk mengendalikan pengeluaran.
Pasal 4 menurut Keputusan Direktur Nomor: 188/ /KPTS/01.3/2011 menjelaskan
tentang pengertian remunerasi. Pasal tersebut memiliki 9 ayat diantaranya ayat:
1.
Sistem remunerasi adalah sistem
pengupahan yang meliputi gaji, insentif, honorarium, uang lembur, uang makan,
merit atau bonus, tunjangan dan pension;
2.
Gaji adalah upah dasar yang bersumber
dari pemerintah bagi pegawai negeri sipil yang besarnya sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku dan bersumber dari biaya operasional Rumah Sakit bagi
karyawan PPKBLUD Non PNS;
3.
Insentif adalah tambahan pendapatan bagi
karyawan yang besarannya bisa berubah-ubah sesuai dengan kinerja karyawan yang
bersangkutan;
4.
Honorarium adalah upah bagi dewan
pengawas, konsultan hukum, konsultan keamanan dan konsultan lainnya yang tidak
merupakan karyawan organik dan karyawan dengan jabatan tertentu sesuai dengan
peraturan perundang undangan;
5.
Merit atau bonus adalah pendapatan
tambahan karyawan yang ditentukan berdasarkan sisa hasil usaha rumah sakit,
sesuai dengan ketentuan yang berlaku, atau disisihkan dari jasa pelayanan yang
besarannya ditentukan dalam sistem remunerasi;
6.
Uang lembur adalah kompensasi bagi
karyawan yang bekerja melebihi jam kerja sesuai dengan peraturan dan perundang
undangan yang berlaku;
7.
Uang makan adalah kompensasi bagi
karyawan yang bertugas sesuai dengan kehadiran;
8.
Tunjangan adalah kompensasi yang diberikan
oleh pemerintah Provinsi Jawa Timur, kepada pejabat dilingkungan rumah sakit;
9.
Gaji pensiun adalah pemberian gaji
setelah masa aktif karyawan berakhir.
Prinsip dasar sistem remunerasi yang efektif mencakup prinsip individual
equity atau keadilan individual, dalam arti apa yang diterima oleh pegawai
harus setara dengan apa yang diberikan oleh pegawai terhadap organisasi,
internal equity atau keadilan internal dalam arti adanya keadilan antara bobot
pekerjaan dan imbalan yang diterima, dan external equlity atau keadilan
eksternal dalam arti keadilan imbalan yang diterima pegawai dalam organisasinya
dibandingkan dengan organisasi lain yang memiliki kesetaraan (Surya, 2004:12). Sistem
remunerasi atau pengupahan pada umumnya terdiri dari tiga jenis, yaitu:
1.
Gaji pokok
Gaji pokok yaitu m bentuk gaji bulanan yang sifatnya biaya tetap atau fixed
cost, yang tidak tergantung kepada produk yang dihasilkan, besar atau kecil
produk tidak berpengaruh kepada besarnya biaya yang dikeluarkan. Dasar yang
digunakan untuk menentukan basic salary adalah: pangkat, golongan, tingkat
pendidikan, lama kerja, jabatan dan sebagainya. Tujuan dari basic salary adalah
untuk keamanan (safety) artinya
sebatas memenuhi kebutuhan dasar seseorang karyawan saja.
2.
Insentif
Insentif adalah tambahan pendapatan bagi karyawan yang sangat bergantung
kepada produk yang dihasilkan, semakin besar produk semakin besar insentif.
Dasar yang digunakan bermacam-macam misalnya berdasarkan kinerja karyawan, atau
berdasarkan posisi karyawan.
3.
Merit
Adalah penghargaan dari organisasi bagi karyawan yang berprestasi, biasanya
diberikan pada akhir tahun, atau penghargaan kepada seluruh karyawan dalam
bentuk THR. Dasarnya adalah profit margin. tujuannya adalah untuk memberikan
penghargaan kepada karyawan yang berprestasi atau kesejahteraan karyawan (reward).
Prinsip dasar kebijakan remunerasi adalah adil dan
proporsional. Artinya kalau kebijakan masa lalu menerapkan pola sama rata
(generalisir), sehingga yang tidak berkompeten juga mendapatkan penghasilan
yang sama. Maka dengan kebijakan Remunerasi, besar penghasilan (reward) yang diterima oleh seorang
pejabat akan sangat ditentukan oleh bobot dan harga jabatan yang disandangnya.
Remunerasi akan efektif jika dilaksanakan bersamaan
dengan penerapan manajemen kepegawaian yang berorientasi pada kinerja, sehingga
ada kejelasan tentang apa yang menjadi tugas dan tanggung jawab masing-masing
pegawai, serta ukuran atau target kinerja yang bagaimana yang harus dicapai,
dengan demikian setiap pegawai memahami bahwa untuk mendapatkan imbalan
tertentu harus mencapai kinerja tertentu pula. Selain itu, untuk efektifitas
remunerasi perlu dilakukan pembinaan mental terhadap PNS yang terbiasa
berperilaku korup bila diberikan amanah, dan menyiapkan sanksi bagi PNS yang
tidak amanah dalam melaksanakan tugasnya.
Remunerasi merupakan suatu penghargaan atau balas jasa untuk jasa yang
diberikan kepada pegawai atau karyawan (Byars dan Rue dalam Iswanto, 2007:31).
Adapun indikator dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Remunerasi yang diberikan layak atau wajar
2) Remunerasi yang diberikan adil atau seimbang
3) Remunerasi yang diberikan cukup.
2.1.3.
Disiplin Kerja
Secara umum disiplin kerja adalah
suatu kegiatan yang dilakukan untuk melatih diri dalam melaksanakan kegiatan dengan
baik dan benar. Untuk memperkuat tentang pengertian disiplin kerja,
maka ada beberpa pengertian disiplin kerja menurut para ahli. Menurut Tohardi
(2002:393) disiplin kerja adalah perilaku seseorang yang sesuai dengan peraturan
prosedur kerja yang ada. Menurut Siagian (2002:284) disiplin adalah suatu
bentuk peraturan pelatihan yang berusaha memperbaiki dan membentuk pengatahuan,
sikap dan perilaku karyawan sehingga para karyawan tersebut secara sukarela
berusaha bekerja secara teratur dengan para karyawan yang lain serta meningkatkan
prestasi kerjanya.
Pendapat lain merumuskan bahwa
disiplin kerja adalah kesadaran dan sesediaan seseorang menaati semua peraturan
dan norma-norma sosial yang berlaku. Kesadaran adalah sikap seseorang yang
secara sukarela menaati semua peraturan dan sada akan tugas dan tanggung
jawabnya, kesediaan adalah sikap, tingkah laku, dan peraturan perusahaan, baik
yang tertulis maupun tidak. (Hasibuan,2012 : 193)
Berdasarkan pendapat diatas maka
dapat disimpulkan bahwa disiplin kerja adalah sikap pada pegawai untuk
berperilaku sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan dimana dia bekerja
serta suatu usaha dari manajemen organisasi untuk menerapkan atau menjalankan
peraturan ataupun ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap karyawan tanpa terkecuali.
Disiplin yang mantap pada
hakekatnya akan tumbuh da terpenar dari hasil kesadaran manusia. Disiplin yang
tidak bersumber dari hati nurani manusia akan menghasilkan disiplin yang lemah
dan tidak tahan lama. Disiplin akan tumbuh dan dapat dibina melalui latihan,
pendidikan atau penanaman kebiasaan dengan keteladanan-keteladanan tertentu,
yang harus dimulai sejak ada dalam lingkungan keluarga, mulai pada masa
kanak-kanak dan terus tumbuh berkembang dan menjadikannya bentuk
disiplin yang semakin kuat (Prijodarminto, 2004:25)
Berdasarkan pengertian diatas
dapat disimpulkan bahwa disiplin mengcu pada pola tingkah laku, dengan
ciri-ciri sebagai berikut :
1. Adanya hasrat yang kuat
untuk untuk melaksanakan sepenuhnya apa saja telah menjadi norma, etika dan
kaidah yang berlaku.
2. Adanya perilaku yang terkendali.
3. Adanya ketaatan.
Disiplin dalam bekerja sangatlah
penting sebab denga kedisiplinan tersebut deharapkan sebagian besar peraturan
detaaati oleh para pegawai, bekerja sesuai dengan prosedur, dan sebagainya
sehingga pekerjaan terselesaikan secara efektif dan efisien serta dapat
meiningkatkan produktivitasnya. Oleh karena itu bila pegawai tidak menggunakan
aturan-aturan yang ditetapkan oleh pemerintah, maka tindakan disiplin merupakan
langkah terakhir yang bisa diambil terhadap seorang pegawai yang performansi
kerjanya dibawah standar.
Tindakan disiplin ini dapat
berupa teguran-teguran (reprimands), skorsing (suspension),
penurunan pangkat (reduction in rank) dan pemecatan (firing).
Tindakan disiplin ini tidak termasuk pemberentian sementara atau penurunan
jjumlah tenaga kerja yang desebabkan oleh pengurangan anggaran atau kurangnya
kerja. Tindakan-tindakan disipliner ini deebabkan oleh kedadian-kejadian
perilaku khusus dari pegawai yang menyebabkan rendahnya produktivitas atau
pelanggaran-pelanggaran aturan-aturan instansi (Gomes, 2000:232). Pelaksanaan
disiplin berangkat dari asumsi bahwa sejumlah permasalahan lainnya sudah
diatasi, seperti mengenai rancangan pekerjaan (job design), seleksi,
orientasi, penilaian performa, pelihan, dan konpensasi.
Menurut Handoko (2008 : 208),
disiplin kerja dapat dibedakan menjadi 3 yaitu :
Disiplin Preventif. Merupakan
kegiatan yang dilakukan dengan maksud untuk mendorong para karyawan agar secara
sadar mentaati berbagai standard an aturan, sehingga dapat dicegah berbagai
penyelewengan atau pelanggaran. Lebih utama dalam hal ini adalah dapat
menumbuhkan “Self Dicipline” pada setiap karyawan tanpa kecuali.
Manajemen mempunyai tanggung jawab untuk menciptakan suatu iklim disiplin
previntif dimana berbagai standar diketaui dan dipahami. Untuk memungkinkan
iklim yang penuh disiplin kerja tanpa paksaan tersebut perlu kiranya standar
itu sendiri bagi setiap pegawai, dengan demikian ddicegah kemungkinan-kemungkinan
timbulnya pelanggraran-pelanggaran atau penyimpagan dari standar yang
ditentukan.
Disiplin Korektif. Disiplin ini
merupakan kegiatan yang diambil untuk menangani pelanggaran yang telah terjadi
terhadap aturan-aturan dan mencoba untuk menghindari pelanggaran lebih lanjut.
Kegiatan korektif ini dapat berupa suatu betuk hukuman dan desebut tindakan
pendisiplinan (disciplinary action).
Disiplin Progresif. Disiplin ini
berarti memberikan hukuman-hukuman yang lebih berat terhadap
pelanggaran-pelanggaran yang berulang. Tujuannya adalah membriakan kesempatan
kepada karyawan untuk mengambil tindakan korektif sebelum hukuman-hukuman yang
lebih serius dilaksanakan. Disiplin progresif juga memungkinkan manajemen untuk
membanntu karyawan memperbaiki kesalahan.
Selanjutnya Moenir (2006:96)
mengatakan bahwa disiplin kerja dapat dilihat dari dua yaitu disiplin waktu dan
disiplin kerja. Disiplin waktu adalah jenis disiplin yang sangat mudah dilihat
dan dikontrol baik oleh manajemen yang bersangkutan dengan masyarakat, contohnya
melalui sistem daftar absensi atau sistem apel.pendisiplinan pegawai atau
pekerja yang dapat ditempuh,misalnya mengadakan absensi 2-3 kali sehari, dan
apel pagi dan apel waktu terkhir jam kerja atau lain-lain. Disiplin kerja,
pekerja pada dasarnya terdari dari metode pengerjaan, prosedur kerja, waktu dan
junlah unit yang diterapkan dengan mutu yang telah dibakukan.
Sistem disiplin pegawai dapat
dipadang suatu penerapan modifikasi perilaku untuk pegawai bermasalah atau
pegawai yang tidak produktif. Disiplin yang terbaik adalah jelas disiplin diri,
karena sebagain besar orang memahami apa yang diharapkan dari dirinya
diperkerjaan dan biasanya karyawan diberi kepercayaan untuk menjalankan
pekerjaannya secara efektif. Ada
beberapa indikator yang dapat mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan suatu
organisasi diantaranya (Hasibuan, 2012 : 195) :
1.
Tujuan dan
Kemampuan. Tujuan dan kemampuan ikut mempengaruhi tingkat kedisiplinan
karyawan. Tujuan yang akan dicapai harus jelas dan ditetapkan secara ideal serta
cukup menantang bagi kemampuan pegawai. Hal ini berarti bahwa tujuan
(pekerjaan) yang dibebankan kepada karyawan harus sesuai dengan kemampuan
pegawai bersangkutan, agar dia bekerja sungguh-sungguh dan disiplin dalam
mengerjakannya.
2.
Kepemimpinan. Kepemimpinan
sangat berperan dalam menentukan kedisiplinan karyawan karena pimpinan
dijadikan teladan dan panutan oleh para bawahannya. Pimpinan jangan
mengharapkan kedisiplinan bawahannya baik jika dia sendiri kurang disiplin.
3.
Balas Jasa.
Balas jasa (gaji dan kesejahteraan) ikut mempengaruhi kedisiplinan karyawan
karena balas jasa akan memberikan kepuasan dan kecintaan karyawan terhdap
pekerjaannya. Jika kecintaan karyawan semakin baik terhadap pekerjaan,
kedisiplinan mereka aka semakin baik pula.
4.
Keadilan. Keadilan
ikut mendorong terwudnya kedisiplinan karyawan karena ego dan sifaat manusia
yang selalu merassa dirinya penting dan meminta diperlakukan sama dengan
manusia lainya. Dengan keadilan yang baik akan menciptakan kedisiplinan yang
baik pula. Jadi, keadilan harus diterapkan dengan baik pada setiap instansi
supaya kedisiplinan pegawai baik pula.
5.
Waskat. Waskat (pengawasan
melekat) adalah tindakan nyata dan paling efektif dalam mewujudkan kedisiplinan
pegawai instansi. Waskat efektif dalam merangsang kedisiplina dan moral kerja
pegawai. Pegawai merasa mendapat perhatian, bimbingan, petunjuk, pengarahan,
dan pengawasan dari atasannya.
6.
Ketegasan. Ketegasan
pimpinan dalam melakukan tindakan akan mempengaruhi kedisiplinan pegawai.
Pimpinan harus berani dan tegas bertindak untuk menghukum setiap karyawan yag
indisipliner sesuai dengan sanksi hukuman yang telah ditetapkan.
Ketegasan pimpinan menegur dan menghukum setiap karyawan yang
indisipliner akan mewujudkan kedisplinan yang baik pada instansi pemerintah
yang ditempati.
7.
Sanksi. Sanksi
berperan penting dalam memelihara kedisiplinan karyawan. Dengan sanksi hukuman
yang semakin berat, pegawai akan semakin takut melanggar peraturan-peraturan,
sikap, perilaku insipliner akan berkuarang.
Manfaat penerapan disiplin kerja
yang baik pada pegawai dalam upaya mencapai disiplin kerja dikemukakan oleh
Tohardi (2002:395), sebagai berikut :
2.
Produktivitas
organisasi akan berjalan dengan lancar dan sesuai dengan perencanaan.
3.
Dengan adanya
disiplin yang baik seorang pegawai dapat menghindari dari kecelakaan ditempat
dia bekerja.
4.
Sebagai panutan
bagi pegawai yang bekerja.
5.
Tercapainya
tujuan dalam organisasi atau perusahaan.
6.
Terpelihara
citra bagi sebuah organisasi atau perusahaan.
4.1.4. Pengendalian Intern
Pengendalian intern adalah proses
yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus
oleh pimpinan dan seluruh anggota untuk memberikan keyakinan memadai atas
tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien.
Pengendalian intern meliputi kegiatan pengawasan dan pemeriksaan (wasrik),
review, evaluasi, pemantauan dan kegiatan pengawasan lain terhadap
penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi dalam rangka memberikan keyakinan
yang memadai bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tolok ukur yang
telah ditetapkan.
Menurut Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik
Indonesia No. 18 Tahun 2011 tentang Pengawasan dan Pemeriksaan Rutin di
Lingkungan Kepolisian Negara RI, kegiatan pengendalian adalah tindakan
yang diperlukan untuk mengatasi risiko serta penetapan dan pelaksanaan
kebijakan dan prosedur untuk memastikan bahwa tindakan mengatasi risiko telah
dilaksanakan secara efektif. Pemantauan pengendalian intern
adalah proses penilaian atas mutu kinerja pengendalian dan proses yang
memberikan keyakinan bahwa temuan audit/ pemeriksaan dan
evaluasi lainnya segera ditindaklanjuti, yang mencakup kegiatan wasrik.
Pengawasan dan pemeriksaan rutin yang selanjutnya disebut Wasrik rutin adalah proses
identifikasi masalah, analisis dan evaluasi yang dilakukan secara independen,
objektif dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai
kebenaran, kecermatan, kredibilitas dan keandalan informasi mengenai pengelolaan
dan pertanggungjawaban Kasatker/Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) terhadap
pelaksanaan program Polri dan keuangan negara.
Tujuan adanya pengendalian intern adalah:
1.
terselenggaranya kegiatan Wasrik rutin secara efektif,
efisien, dan ekonomis;
2.
terwujudnya sistem pengendalian intern dan
ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan di lingkungan Polri dalam
pengelolaan bidang operasional, sumber daya manusia, sarana
prasarana, dan anggaran keuangan; dan
3.
meningkatnya produktivitas dan kinerja
Satker di lingkungan Polri.
Penyelenggaraan
sistem pengendalian intern di lingkungan Polri meliputi:
1. Lingkungan
pengendalian. Lingkungan pengendalian adalah kondisi dalam institusi
Polri yang mempengaruhi efektivitas pengendalian intern
2. Penilaian risiko.
Penilaian resiko adalah kegiatan penilaian atas kemungkinan kejadian yang
mengancam pencapaian tujuan dan sasaran.
3. Kegiatan
pengendalian. Kegiatan pengendalian adalah tindakan yang diperlukan
untuk mengatasi resiko serta penetapan dan pelaksanaan kebijakan dan prosedur
untuk memastikan bahwa tindakan mengatasi resiko telah dilaksanakan secara
efektif.
4. Informasi dan
komunikasi. Informasi dan komunikasi dimaksud adalah data yang
telah diolah dan dapat digunakan untuk pengambilan keputusan dalam rangka
penyelenggaraan tugas dan fungsi.
5. Pemantauan
pengendalian intern. Pemantauan pengendalian intern adalah proses
penilaian atas mutu kinerj pengendalian dan proses yang memberikan keyakinan
bahwa temuan pemeriksaan dan evaluasi lainnya segera ditindaklanjuti.
Kegiatan pengendalian
meliputi:
1. reviu atas
kinerja Polri;
2. pembinaan sumber
daya manusia;
3. pengendalian atas
pengelolaan sistem informasi;
4. pengendalian
fisik atas indikator;
5. penetapan dan
reviu atas indikator dan ukuran kinerja;
6. pemisahan fungsi;
7. otorisasi atas
transaksi dan kejadian yang penting;
8. pencatatan yang
akurat dan tepat waktu atas transaksi dan kejadian;
9. pembatasan akses
atas sumber daya dan pencatatannya;
10. Akuntabilitas
terhadap sumber daya dan pencatatannya; dan dokumentasi yang
baik atas SPI serta transaksi dan kejadian penting.
Indikator penyelenggaraan pengendalian intern di lingkungan Polri adalah:
1.
Aspek perencanaan
a.
Pengendalian intern direncanakan dan disusun
dengan baik dan berkelanjutan.
b.
Penentuan obyek pengendalian intern
disesuaikan dengan skala prioritas.
2.
Aspek pengorganisasian
a.
Penunjukan petugas pengendalian intern
sesuai dengan kapasitas dan integritas.
3.
Aspek pelaksanaan
a.
Pelaksanaan pengendalian intern sesuai
dengan jadwal yang telah direncanakan.
b.
Pemberian konseling dan bimbingan teknis
kepada obyek pengendalian terhadap temuan yang perlu pembenahan.
4.
Aspek pengawasan
a.
Pembuatan laporan harian dilaksanakan
dengan baik.
b.
Surat teguran atau sanksi diberikan
sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan.
2.2.
Penelitian Terdahulu
Sugeng Boedianto. 2012. Pengaruh Pemberian Remunerasi Terhadap Kinerja
pegawai Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Anak Blitar. Dalam Jurnal Ilmu
Manajemen REVITALISASI Vol.1 No.3 Desember 2012. Dalam penelitian ini penulis
mengambil 60 responden. Berdasarkan hasil nilai koefisien regresi pada variabel
bebas remunerasi (X) menunjukkan nilai yang positif terhadap kinerja pegawai
pada Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Anak Blitar. Hubungan tersebut
menunjukkan bahwa apabila variabel remunerasi (X) mengalami perubahan
(meningkat) maka kinerja pegawai pada Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Anak
Blitar juga akan berubah secara positif (meningkat pula) dimana setiap kenaikan
variabel bebas tersebut akan juga meningkatkan variabel terikatnya. Hasil
analisis regresi linear berganda dengan menggunakan bantuan program Statistic
Program For Social Science (SPSS) 17.0 menunjukkan koefisien korelasi R sebesar
0,937 berarti ada hubungan yang sangat kuat yaitu 93,7 % dan positif antara
variabel bebas remunerasi (X) dengan kinerja pegawai pada Lembaga Pemasyarakatan
Klas II A Anak Blitar. Nilai koefisien determinasi (R Square = R2 ) yang
dihasilkan sebesar 0,878 menunjukkan bahwa model regresi berganda ini yang
variabel bebasnya terdiri dari remunerasi (X1 ) dan sasaran kinerja pegawai (X2
) secara bersama-sama mampu menjelaskan adanya perubahan kinerja pegawai (Y)
sebesar 87,8 % (diatas 50%) dan yang sisanya 12,2 % adalah kontribusi atas
variabel lain yang tidak ikut diteliti. Jadi dengan pemberian remunerasi
meningkatkan kinerja pegawai pada Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Anak Blitar
87,8 % dan yang sisanya 12,2 % adalah kontribusi atas variabel lain yang tidak
ikut diteliti.
Roza Gustika. 2013. Pengaruh Pemberian Remunerasi Terhadap Kinerja Anggota
Polri Polres Pasaman (Studi Kasus Anggota Polri yang Berpangkat BRIPDA S/D
BRIPKA). Dalam e-Jurnal Apresiasi Ekonomi Vol.1 No.1 Januari 2013. Permasalahan
yang dikaji dalam penelitian ini adalah seberapa besar pengaruh pemberian
remunerasi terhadap kinerja anggota Polri Polres Pasaman dengan jumlah sampel
sebanyak 50 orang. Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
ada tidaknya pengaruh antara pemberian remunerasi terhadap kinerja dengan
metode analisa data yaitu analisis deskriptif, analisa regresi linear sederhana
dan uji normalitas data dengan menggunakan SPSS versi 15.0. Dari hasil
penelitian pemberian remunerasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja anggota
Polri Polres Pasaman artinya setiap peningkatan remunerasi akan meningkatkan
kinerja dari anggota Polri Polres Pasaman dengan persamaan analisis regresi
linear sederhana diperoleh Y=3,753 +
0,076 X. ini dapat dinyatakan dengan Apabila terjadi peningkatan remunerasi
sebesar satu satuan maka akan mengakibatkan kenaikan kinerja sebesar 0,076.
Apabila terjadi penurunan remunerasi sebesar satu satuan maka akan
mengakibatkan penurunan kinerja sebesar 0,076. Dan apabila remunerasi
diasumsikan nol atau tidak ada maka kinerja anggota Polri tetap sebesar
konstanta yaitu 3,753. Semua variabel yang digunakan dalam penelitian ini
berdistribusi normal yang terlihat dari uji normalitas dengan nilai signifikan
dari variabel remunerasi dan kinerja lebih besar dari 0,05.
DAFTAR ISI
Arikunto, Suharsimi. 2007. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta
As’ad, M. 2003. Psikologi Industri. Seri Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Liberty
Azwar, S. 2007. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Sigma Alpha
Gomes, Cordosa. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Andi
Handoko, Hani. 2008. Manajemen. Yogyakarta: BPFE
Hasibuan, Malayu SP. 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia. Cetakan Keenambelas. Jakarta: Bumi
Aksara
Iswanto, Y. 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Universitas Terbuka
Laurensius F. 2005. Membangun Kultur Kinerja
Pada Organisasi Sektor Pubik. Usahawan, No.8
Tahun XXXIV Agustus 2005
Maarif, Syamsul. 2003. Manajemen Operasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Mathis, Robert L. dan John H. Jackson. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung:
Pustaka Setia
Moenir. 2006. Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara
Nawawi, Hadari. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara
Prijodarminto, Soegeng. 2004. Disiplin Kiat Menuju Sukses. Jakarta:
Abadi
Robbins, Stephen P. 2007. Perilaku dan Manajemen Organisasi. Jakarta: Ghalia Indonesia
Roza
Gustika. 2013. Pengaruh Pemberian
Renumerasi Terhadap Kinerja Anggota Polri Polres Pasaman (Studi Kasus Anggota
Polri yang Berpangkat BRIPDA S/D BRIPKA). Dalam e-Jurnal Apresiasi Ekonomi
Vol.1 No.1 Januari 2013
Saydam, Gouzali. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: Remaja Rosdakarya
Seeker, Kareen R. 2001. Pembinaan Untuk Meningkatkan Kinerja Karyawan. Jakarta: PPM
Sastrohadiwiryo,
Siswanto. 2001. Manajemen Tenaga Kerja
Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta
Siagian,
Sondang P. 2002. Manajemen Sumber Daya
Manusia. Jakarta: Bumi Aksara
Simanjutak,
Payaman J. 2004. Manajemen dan Evaluasi
Kinerja. Jakarta: FE UI
Singarimbun,
Masri. 2000. Metode Penelitian Survei. Jakarta:
LP3ES
Sugeng Boedianto. 2012. Pengaruh Pemberian Renumerasi Terhadap
Kinerja pegawai Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Anak Blitar. Dalam Jurnal
Ilmu Manajemen REVITALISASI Vol.1 No.3 Desember 2012
Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta
Surya, Dharma. 2004. Manajemen Kinerja. Jakarta: Rineka Cipta
Tika, MP. 2006. Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan. Jakarta: Bumi
Aksara
Tohardi, Ahmad. 2002. Pemahaman Prakis Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: Mandar
Maju
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian
Wibowo. 2007. Manajemen Kinerja. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Posted by wiwien lindarto
Konsultan olah data & konsultan perpustakaan
083834917307
Tidak ada komentar:
Posting Komentar