Selasa, 22 November 2016

Pengaruh Pemberian Remunerasi, Disiplin Kerja, dan Pengendalian Intern terhadap Kinerja Anggota Polri

ABSTRACT


Polri are government officials are expected to have a professional attitude, competent and accountable to support the achievement of organizational goals, so as to improve the quality of service and high performance. Performance refers to the degree of success in carrying out the task as well as the efforts made to achieve the goals set. Performance can be enhanced with members of the national police with their remuneration, work discipline, and internal control. The purpose of this study was to determine and analyze the effect of simultaneous and partial remuneration, work discipline and internal control of the performance of Polri in X.
This type of research used in this thesis is the explanation explanatory research or research, research that explains the causal relationship between research variables (independent variables and the dependent variable) through hypothesis testing. The analysis used in this research is multiple linear regression model.
The result showed that simultaneously, remuneration, work discipline and internal control (independent variable) has a significant influence on the performance of Polri in X (the dependent variable). Based on the results of data analysis using the F test (ANOVA), it is known that all independent variables together have a significant effect on the dependent variable. Partially, remuneration, work discipline and internal control (independent variable) has a significant influence on the performance of Polri in X (the dependent variable). This is evidenced by the t value and significance level of each independent variable which indicates that individually all independent variables have a significant influence on the dependent variable. Internal control has dominant influence on the performance of Polri in X.
Contributions effect of free variables on the dependent variable indicated by coefficient R2 (multiple determination) of 0.266. The coefficient indicates that the influence of the independent variables (remuneration, work discipline, and internal control) on the dependent variable is the performance of Polri in X together amounted to 26.6 %%. This shows that in this study the performance of Polri in X 26.6% influenced by remuneration, work discipline, and internal control. While the remaining 73.4% is influenced by other variables outside the research.



Keywords: remuneration, work discipline, internal control, performance


BAB I
PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang
Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan salah satu bentuk organisasi nasional yang mempunyai peran penting dalam penyelenggaraan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Oleh karena itu dalam menjalankan perannya sesuai dengan amanat perundang-undangan, maka Polri harus benar-benar dapat bekerja secara optimal, dan menjalankan visi, misi, tujuan serta sasaran yang telah ditetapkan. Anggota Polri sebagai aparatur pemerintah diharapkan memiliki sikap yang profesional, kompeten dan akuntabel yang dapat mendukung pencapaian tujuan organisasi, sehingga mampu meningkatkan mutu pelayanan dan kinerja yang tinggi (Maarif, 2003:2).
Kinerja merujuk pada tingkat keberhasilan seseorang dalam melaksanakan tugas serta upaya yang dilakukan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kinerja seseorang dapat menjadi optimal jika didukung oleh kemampuan yang baik dan motivasi yang kuat. Keberhasilan kinerja pegawai sebuah organisasi dipengaruhi oleh faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai, salah satunya adalah balas jasa. Dari sisi pegawai, balas jasa dilihat sebagai sarana pemenuhan berbagai kebutuhan hidup yang tidak hanya terbatas pada kebutuhan pokok saja, yang mampu menjadi motivasi pegawai dalam meningkatkan kinerja.
Motivasi merupakan salah satu permasalahan penting bagi pimpinan dalam suatu organisasi. Motivasi yang diberikan dengan baik akan meningkatkan semangat kerja pegawai. Salah satu motivasi yang bisa diberikan kepada pegawai adalah remunerasi. Remunerasi merupakan komponen dari kesejahteraan yang diterima oleh pegawai, remunerasi bisa dijadikan sebagai unsur motivasi bagi pegawai yang berprestasi (Hasibuan, 2012:118).
Pemberian remunerasi juga telah dilakukan oleh pemerintah guna meningkatkan kinerja anggota Polri. Remunerasi yang diberikan sebagai tunjangan kinerja ini disebut remunerasi berbasis kinerja. Remunerasi berbasis kinerja adalah sistem pembayaran yang mengaitkan imbalan dengan prestasi kerja pegawai. Seorang pegawai yang berkinerja baik maka akan memperoleh imbalan yang lebih tinggi dan begitu pula sebaliknya. Artinya, semakin tinggi kinerja yang diraih pegawai maka semakin tinggi pula imbalannya. Dengan demikian jika sistem ini dapat diterapkan secara efektif maka akan berdampak positif bagi organisasi karena dapat meningkatkan kinerja serta kepuasan kerja pegawai.
Undang-Undang No.43 tahun 1999 tentang Kepegawaian menyatakan bahwa sistem penggajian pegawai negeri sipil di Indonesia adalah berdasarkan pada kinerja pegawai. Sebagaimana diatur dalam pasal 7 ayat 1 yaitu  setiap pegawai berhak memperoleh gaji yang adil dan layak sesuai dengan beban pekerjaan dan tanggung jawabnya. Ayat 2 menyatakan bahwa gaji yang diterima pegawai harus mampu memacu produktivitas dan menjamin kesejahteraannya.
Kebijakan remunerasi diperuntukkan bagi pegawai negeri sipil di seluruh lembaga pemerintahan yang berdasarkan skala prioritasnya dikelompokkan menjadi tiga, yaitu prioritas pertama adalah seluruh instansi rumpun penegak hukum, rumpun pengelola keuangan negara, rumpun pemeriksa dan pengawas keuangan negara serta lembaga penertiban; prioritas kedua adalah kementrian atau lembaga yang terkait dengan kegiatan ekonomi, sistem produksi, sumber penghasil penerimaan negara dan unit organisasi yang melayani masyarakat secara langsung termasuk pemerintah daerah; prioritas ketiga adalah seluruh kementrian atau lembaga yang tidak termasuk prioritas pertama dan kedua.
Pemberian remunerasi Polri diberikan berdasarkan pada Peraturan Presiden No.73 tahun 2010 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan Kepolisian. Tunjangan diberikan dalam 18 jabatan sesuai dengan pangkat.
Tabel 1.1. Tunjangan Kinerja Polri
Kelas
Tunjangan Kinerja
Kelas Jabatan 18
Kelas Jabatan 17
Kelas Jabatan 16
Kelas Jabatan 15
Kelas Jabatan 14
Kelas Jabatan 13
Kelas Jabatan 12
Kelas Jabatan 11
Kelas Jabatan 10
Kelas Jabatan 9
Kelas Jabatan 8
Kelas Jabatan 7
Kelas Jabatan 6
Kelas Jabatan 5
Kelas Jabatan 4
Kelas Jabatan 3
Kelas Jabatan 2
Kelas Jabatan 1
Rp 21.305.000,00
Rp 16.212.000,00
Rp 11.790.000,00
Rp  8.575.000,00
Rp  6.236.000,00
Rp  4.797.000,00
Rp  3.690.000,00
Rp  2.839.000,00
Rp  2.271.000,00
Rp  1.817.000,00
Rp  1.453.000,00
Rp  1.211.000,00
Rp  1.010.000,00
Rp     841.000,00
Rp     731.000,00
Rp     636.000,00
Rp     553.000,00
-
Dengan pemberian tunjangan itu Polri berharap anggotanya bisa memperbaiki kinerjanya berdasarkan profesionalisme, dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
Faktor lain yang mempengaruhi kinerja adalah disiplin kerja. Pegawai yang bekerja dengan disiplin mampu menjaga kualitas kerjanya. Instansi pemerintah pada umumnya menginginkan agar para pegawai yang bekerja dapat mematuhi tata tertib atau peraturanyang telah ditetapkan. Dengan ditetapkannya peraturan baik tertulis maupun tidak tertulis, diharapkan agar para pegawai dapat melaksanakan sikap desiplin dalam bekerja sehingga produktifitasnya pun meningkat.
Disiplin kerja dapat didefinisikan sebagai suatu sikap menghoramati, menghargai, patuh dan taat terhadap perturan-peraturan yang berlaku, baik yang tertulis maupun tidak tertulis serta sanggup menjalankannya dan tidak mengelak untuk meneria sanksi-saksinya apabila ia melanggar tugas dan wewenang yang diberikan kepadanya (Sastrohadiwiryo, 2001:291).
Kinerja anggota polri bisa ditingkatkan dengan dengan adanya pengendalian intern. Menurut Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 18 Tahun 2011 tentang Pengawasan dan Pemeriksaan Rutin di Lingkungan Kepolisian Negara RI, bahwa untuk mencapai tujuan organisasi diperlukan sistem pengendalian intern pemerintah di lingkungan kepolisian melalui fungsi pengawasan dan pemeriksaan, yang dilaksanakan secara rutin oleh inspektorat pengawasan kepolisian melalui ketentuan peraturan perundang-undangan.
Anggota Polri di Polres Pamekasan sejauh pengamatan peneliti, masih belum menunjukkan kinerja yang maksimal. Terlihat dari beberapa anggota yang kurang disiplin dalam mematuhi tata tertib, seperti datang terlambat, tidak ikut apel pagi, dan pergi keluar kantor di jam kerja tanpa ijin. Hal tersebut terjadi lebih beberapa kali dalam seminggu. Hal ini menunjukkan belum adanya pengendalian yang rutin untuk meningkatkan kinerja anggota Polri.
Sehubungan dengan hal tersebut, diperlukan sistem pengendalian intern yang dilaksanakan secara rutin. Untuk lebih mengefektifkan pelaksanaan tugas pengawasan dan pemeriksaan rutin oleh pengawas internal, diperlukan alat kontrol terhadap kinerja dan aktivitas satuan kerja sesuai tugas pokok dan rencana kerja yang telah ditetapkan dalam rangka mencapai tujuan organisasi.
Sehubungan dengan latar belakang tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Pemberian Remunerasi, Disiplin Kerja, dan Pengendalian Intern terhadap Kinerja Anggota Polri di X”.

1.2.  Rumusan Masalah
Beberapa permasalahan yang bisa dirumuskan dalam penelitian ini adalah:
1.        Apakah pemberian remunerasi, disiplin kerja, dan pengendalian intern secara simultan berpengaruh signifikan terhadap kinerja anggota Polri di X?
2.        Apakah pemberian remunerasi, disiplin kerja, dan pengendalian intern secara parsial berpengaruh signifikan terhadap kinerja anggota Polri di X?
3.        Manakah antara pemberian remunerasi, disiplin kerja, dan pengendalian intern yang berpengaruh dominan terhadap kinerja anggota Polri di X?



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
 
2.1.  Landasan Teori
2.1.1.  Kinerja Anggota Polri
2.1.1.1.  Kepolisian Republik Indonesia (Polri)
Kepolisian dalam Undang-Undang No.2 tahun 2002 tentang Kepolisian diartikan sebagai segala hal ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah pegawai negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia sedangkan Pejabat Kepolisian Negara adalah anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang berdasarkan undang-undang memiliki wewenang umum kepolisian. Peraturan kepolisian adalah segala peraturan yang dikeluarkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Undang-Undang kepolisian menyebutkan bahwa tugas pokok Polri adalah memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; menegakkan hukum; dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Dalam pelaksanaan tugas pokok, yang akan dikedepankan sangat tergantung pada situasi masyarakat dan lingkungan yang dihadapi karena pada dasarnya ketiga tugas pokok tersebut dilaksanakan secara simultan dan dapat dikombinasikan. Undang-Undang Kepolisian menyebutkan bahwa keamanan dan ketertiban masyarakat diartikan sebagai:
“suatu kondisi dinamis masyarakat sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya proses pembangunan nasional dalam rangka tercapainya tujuan nasional yang ditandai oleh terjaminnya keamanan, ketertiban, dan tegaknya hukum serta terbinanya ketentraman, yang mengandung kemampuan membina serta mengembangkan potens dan kekuatan masyarakat dalam menangkal, mencegah dan menanggulangi segala bentuk-bentuk yang meresahkan masyarakat.”

Dalam melaksanakan tugas pokok tersebut maka dijabarkan dalam tugas-tugas Polri sebagai berikut:
1.         Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan
2.         Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas jalan
3.         Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan
4.         Turut serta dalam pembinaan hukum nasional
5.         Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum
6.         Melakukan koordinasi, pengawasan dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa
7.         Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan
8.         Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium forensic dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian
9.         Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat dan lingkungab hidup dari gangguan ketertiban dan atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia
10.     Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani oleh instansi dan atau pihak yang berwenang
11.     Meberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalam tugas kepolisian
12.     Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

2.1.1.2.  Kinerja
Kinerja berasal dari pengertian performance. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kinerja adalah sesuatu yang dicapai; prestasi yang diperlihatkan; kemampuan kerja. Sedang menurut istilah, kinerja adalah tentang melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut. Kinerja adalah tentang apa yang dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya (Wibowo, 2007:85).
Menurut Robbins (2007:213), dalam prakteknya kinerja sering pula disebut dengan istilah prestasi kerja. Istilah kinerja berasal dari kata job performance, yang berarti prestasi kerja yang dicapai seseorang. Pengertian kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Untuk mencapai prestasi dan hasil kerja yang maksimal, organisasi atau perusahaan memerlukan pegawai yang memiliki kinerja yang tinggi.
Nawawi (2004:15) menyatakan bahwa, “Kinerja adalah hasil pelaksanaan suatu pekerjaan, baik bersifat fisik/ material maupun non fisik/ non material. Menurut Simanjutak (2005:75), ”Kinerja adalah tingkatan pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas tertentu. Simanjuntak juga mengartikan kinerja individu sebagai tingkat pencapaian atau hasil kerja seseorang dari sasaran yang harus dicapai atau tugas yang harus dilaksanakan dalam kurun waktu tertentu”. Foster dan Seeker (2001:11) menyatakan bahwa, “Kinerja adalah hasil yang dicapai seseorang menurut ukuran yang berlaku untuk pekerjaan yang bersangkutan”.
Kinerja mencakup beberapa variabel yang berkaitan; input, perilaku-perilaku (proses), output dan outcome (dampak). Variabel variabel tersebut tidak dapat dipisahkan dan saling berkaitan. Dalam satu organisasi yang terdiri dari individuindividu yang memiliki karakteristik yang berbeda, perilaku individu dalam organisasi berpengaruh terhadap output dan outcome yang akan diraih oleh organisasi. Organisasi akan berhasil mencapai tujuannya apabila perilaku-perilaku individu dapat diarahkan dan dimotivasi untuk mencapai output tertentu (Laurensius F, 2005:152).
Kinerja suatu organisasi dipengaruhi faktor-faktor internal dan eksternal. Faktor internal antara lain kecerdasan, keterampilan, kestabilan emosi, motivasi, persepsi peran, kondisi keluarga, kondisi fisik dan karateristik kelompok kerja. Sedang faktor eksternal antara lain peraturan, keinginan pelanggan, pesaing, nilai-nilai sosial, serikat buruh, kondisi ekonomi, perubahan lokasi kerja, dan kondisi pasar (Tika MP, 2006:23).
Konsep yang lebih sederhana adalah bahwa pelaksanaan kinerja akan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor baik yang bersumber dari pekerja sendiri maupun yang bersumber dari organisasi. Dari pekerja sangat dipengaruhi oleh kemampuan atau kompetensinya sedang dari sisi organisasi dipengaruhi oleh seberapa baik kepemimpinan suatu organisasi dalam hal pemberdayaan pekerja, pemberian penghargaan dan peningkatan kemampuan pekerja (Wibowo, 2007:87).
Menurut Mathis dan Jackson (2002:187) kinerja pegawai adalah mempengaruhi seberapa banyak kontribusi kepada organisasi antara lain termasuk:
1.    Kuantitas Kerja. Standar ini dilakukan dengan cara membandingkan antara besarnya volume kerja yang seharusnya (standar kerja norma) dengan kemampuan sebenarnya.
2.    Kualitas Kerja. Standar ini menekankan pada mutu kerja yang dihasilkan dibandingkan volume kerja.
3.    Pemanfaatan Waktu. Yaitu penggunaan masa kerja yang disesuaikan dengan kebijaksanaan perusahaan.
4.    Tingkat Kehadiran. Asumsi yang digunakan dalam standar ini adalah jika kehadiran pegawai di bawah standar kerja yang ditetapkan maka pegawai tersebut tidak akan mampu memberikan kontribusi yang optimal bagi perusahaan.
5.    Kerjasama. Keterlibatan seluruh pegawai dalam mencapai target yang ditetapkan akan mempengaruhi keberhasilan bagian yang diawasi. Kerjasama antara pegawai dapat ditingkatkan apabila pimpinan mampu memotivasi pegawai dengan baik
Adapun indikator kinerja karyawan menurut Guritno dan Waridin (2005:83) adalah sebagai berikut :
1. Mampu meningkatkan target pekerjaan.
2. Mampu menyelesaikan pekerjaan tepat waktu.
3. Mampu menciptakan inovasi dalam menyelesaikan pekerjaan.
4. Mampu menciptakan kreativitas dalam menyelesaikan pekerjaan.
5. Mampu meminimalkan kesalahan pekerjaan.
Penilaian kinerja dapat menjadi sumber informasi utama dan umpan balik untuk pegawai, yang merupakan kunci pengembangan bagi pegawai di masa mendatang. Di saat atasan mengidentifikasi kelemahan, potensi dan kebutuhan pelatihan melalui umpan balik penilaian kinerja, mereka dapat memberitahukan pegawai mengenai kemajuan pegawai tersebut, mendiskusikan keterampilan apa yang perlu mereka kembangkan dan melaksanakan perencanaan pengembangan (Mathis dan Jackson, 2002:190).
Penilaian Kinerja merupakan suatu alat yang manfaatnya tidak hanya untuk mengevaluasi kinerja seorang pegawai akan tetapi juga memngembangkan serta memotivasi pegawai. Penilaian tersebut juga akan memberikan dampak yang positif dan semangat dalam diri pegawai untuk lebih berkualitas dan menghasilkan kinerja yang optimal. Wibowo (2007:91), menyatakan, “Penilaian kinerja seharusnya menciptakan gambaran akurat dari kinerja perorangan. Penilaian tidak dilakukan hanya untuk mengetahui kinerja buruk. Hasil-hasil yang baik dan dapat diterima harus data diidentifikasikan sehingga dapat dipakai sebagai dasar penilaian hal lainnya. Untuk mencapai tujuan ini, sistem penilaian hendaknya terkait dengan pekerjaan dan praktis, temasuk standar, dan menggunakan ukuran-ukuran yang terukur”.

2.1.2.  Remunerasi
Remunerasi merupakan serapan dari kata bahasa inggris remunerate yang menurut Oxford American berarti pay for services rendered or work done. Sedangkan dalam kamus besar bahasa Indonesia kata remunerasi diartikan sebagai pemberian hadiah (penghargaan atas jasa), imbalan.
Surya (2004:8) menyebutkan bahwa remunerasi mempunyai pengertian berupa “sesuatu” yang diterima pegawai sebagai imbalan dari kontribusi yang telah diberikannya kepada organisasi tempat bekerja. Remunerasi mempunyai makna lebih luas daripada gaji, karena mencakup semua imbalan, baik yang berbentuk uang maupun barang, baik yang diberikan secara langsung maupun tidak langsung, dan baik yang bersifat rutin maupun tidak rutin, imbalan langsung terdiri dari gaji/upah, tunjangan jabatan,tunjangan khusus, bonus yang dikaitkan atau tidak dikaitkan dengan prestasi dan berbagai jenis bantuan terdiri dari fasilitas, kesehatan, dana pensiun, gaji, cuti, santunan musibah.
Remunerasi pada dasarnya merupakan alat untuk mewujudkan visi dan misi organisasi dengan tujuan untuk menarik pegawai yang cakap dan berpengalaman, mempertahankan pegawai yang berkualitas, memotivasi pegawai untuk bekerja dengan efektif, memotivasi terbentuknya perilaku yang positif, dan menjadi alat untuk mengendalikan pengeluaran.
Pasal 4 menurut Keputusan Direktur Nomor: 188/ /KPTS/01.3/2011 menjelaskan tentang pengertian remunerasi. Pasal tersebut memiliki 9 ayat diantaranya ayat:
1.    Sistem remunerasi adalah sistem pengupahan yang meliputi gaji, insentif, honorarium, uang lembur, uang makan, merit atau bonus, tunjangan dan pension;
2.    Gaji adalah upah dasar yang bersumber dari pemerintah bagi pegawai negeri sipil yang besarnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku dan bersumber dari biaya operasional Rumah Sakit bagi karyawan PPKBLUD Non PNS;
3.    Insentif adalah tambahan pendapatan bagi karyawan yang besarannya bisa berubah-ubah sesuai dengan kinerja karyawan yang bersangkutan;
4.    Honorarium adalah upah bagi dewan pengawas, konsultan hukum, konsultan keamanan dan konsultan lainnya yang tidak merupakan karyawan organik dan karyawan dengan jabatan tertentu sesuai dengan peraturan perundang undangan;
5.    Merit atau bonus adalah pendapatan tambahan karyawan yang ditentukan berdasarkan sisa hasil usaha rumah sakit, sesuai dengan ketentuan yang berlaku, atau disisihkan dari jasa pelayanan yang besarannya ditentukan dalam sistem remunerasi;
6.    Uang lembur adalah kompensasi bagi karyawan yang bekerja melebihi jam kerja sesuai dengan peraturan dan perundang undangan yang berlaku;
7.    Uang makan adalah kompensasi bagi karyawan yang bertugas sesuai dengan kehadiran;
8.    Tunjangan adalah kompensasi yang diberikan oleh pemerintah Provinsi Jawa Timur, kepada pejabat dilingkungan rumah sakit;
9.    Gaji pensiun adalah pemberian gaji setelah masa aktif karyawan berakhir.
Prinsip dasar sistem remunerasi yang efektif mencakup prinsip individual equity atau keadilan individual, dalam arti apa yang diterima oleh pegawai harus setara dengan apa yang diberikan oleh pegawai terhadap organisasi, internal equity atau keadilan internal dalam arti adanya keadilan antara bobot pekerjaan dan imbalan yang diterima, dan external equlity atau keadilan eksternal dalam arti keadilan imbalan yang diterima pegawai dalam organisasinya dibandingkan dengan organisasi lain yang memiliki kesetaraan (Surya, 2004:12). Sistem remunerasi atau pengupahan pada umumnya terdiri dari tiga jenis, yaitu:
1.    Gaji pokok
Gaji pokok yaitu m bentuk gaji bulanan yang sifatnya biaya tetap atau fixed cost, yang tidak tergantung kepada produk yang dihasilkan, besar atau kecil produk tidak berpengaruh kepada besarnya biaya yang dikeluarkan. Dasar yang digunakan untuk menentukan basic salary adalah: pangkat, golongan, tingkat pendidikan, lama kerja, jabatan dan sebagainya. Tujuan dari basic salary adalah untuk keamanan (safety) artinya sebatas memenuhi kebutuhan dasar seseorang karyawan saja.
2.    Insentif
Insentif adalah tambahan pendapatan bagi karyawan yang sangat bergantung kepada produk yang dihasilkan, semakin besar produk semakin besar insentif. Dasar yang digunakan bermacam-macam misalnya berdasarkan kinerja karyawan, atau berdasarkan posisi karyawan.  
3.    Merit
Adalah penghargaan dari organisasi bagi karyawan yang berprestasi, biasanya diberikan pada akhir tahun, atau penghargaan kepada seluruh karyawan dalam bentuk THR. Dasarnya adalah profit margin. tujuannya adalah untuk memberikan penghargaan kepada karyawan yang berprestasi atau kesejahteraan karyawan (reward).
Prinsip dasar kebijakan remunerasi adalah adil dan proporsional. Artinya kalau kebijakan masa lalu menerapkan pola sama rata (generalisir), sehingga yang tidak berkompeten juga mendapatkan penghasilan yang sama. Maka dengan kebijakan Remunerasi, besar penghasilan (reward) yang diterima oleh seorang pejabat akan sangat ditentukan oleh bobot dan harga jabatan yang disandangnya.
Remunerasi akan efektif jika dilaksanakan bersamaan dengan penerapan manajemen kepegawaian yang berorientasi pada kinerja, sehingga ada kejelasan tentang apa yang menjadi tugas dan tanggung jawab masing-masing pegawai, serta ukuran atau target kinerja yang bagaimana yang harus dicapai, dengan demikian setiap pegawai memahami bahwa untuk mendapatkan imbalan tertentu harus mencapai kinerja tertentu pula. Selain itu, untuk efektifitas remunerasi perlu dilakukan pembinaan mental terhadap PNS yang terbiasa berperilaku korup bila diberikan amanah, dan menyiapkan sanksi bagi PNS yang tidak amanah dalam melaksanakan tugasnya.
Remunerasi merupakan suatu penghargaan atau balas jasa untuk jasa yang diberikan kepada pegawai atau karyawan (Byars dan Rue dalam Iswanto, 2007:31). Adapun indikator dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Remunerasi yang diberikan layak atau wajar
2) Remunerasi yang diberikan adil atau seimbang
3) Remunerasi yang diberikan cukup.

2.1.3.  Disiplin Kerja
Secara umum disiplin kerja adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk melatih diri dalam melaksanakan kegiatan dengan baik dan  benar. Untuk memperkuat tentang pengertian disiplin kerja, maka ada beberpa pengertian disiplin kerja menurut para ahli. Menurut Tohardi (2002:393) disiplin kerja adalah perilaku seseorang yang sesuai dengan peraturan prosedur kerja yang ada. Menurut Siagian (2002:284) disiplin adalah suatu bentuk peraturan pelatihan yang berusaha memperbaiki dan membentuk pengatahuan, sikap dan perilaku karyawan sehingga para karyawan tersebut secara sukarela berusaha bekerja secara teratur dengan para karyawan yang lain serta meningkatkan prestasi kerjanya.
Pendapat lain merumuskan bahwa disiplin kerja adalah kesadaran dan sesediaan seseorang menaati semua peraturan dan norma-norma sosial yang berlaku. Kesadaran adalah sikap seseorang yang secara sukarela menaati semua peraturan dan sada akan tugas dan tanggung jawabnya, kesediaan adalah sikap, tingkah laku, dan peraturan perusahaan, baik yang tertulis maupun tidak. (Hasibuan,2012 : 193)
Berdasarkan pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa disiplin kerja adalah sikap pada pegawai untuk berperilaku sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan dimana dia bekerja serta suatu usaha dari manajemen organisasi untuk menerapkan atau menjalankan peraturan ataupun ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap karyawan tanpa terkecuali.
Disiplin yang mantap pada hakekatnya akan tumbuh da terpenar dari hasil kesadaran manusia. Disiplin yang tidak bersumber dari hati nurani manusia akan menghasilkan disiplin yang lemah dan tidak tahan lama. Disiplin akan tumbuh dan dapat dibina melalui latihan, pendidikan atau penanaman kebiasaan dengan keteladanan-keteladanan tertentu, yang harus dimulai sejak ada dalam lingkungan keluarga, mulai pada masa kanak-kanak dan terus tumbuh berkembang  dan menjadikannya bentuk disiplin yang semakin kuat (Prijodarminto, 2004:25)
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa disiplin mengcu pada pola tingkah laku, dengan ciri-ciri sebagai berikut :
1.    Adanya hasrat yang kuat untuk untuk melaksanakan sepenuhnya apa saja telah menjadi norma, etika dan kaidah yang berlaku.
2.   Adanya perilaku yang terkendali.
3.   Adanya ketaatan.
Disiplin dalam bekerja sangatlah penting sebab denga kedisiplinan tersebut deharapkan sebagian besar peraturan detaaati oleh para pegawai, bekerja sesuai dengan prosedur, dan sebagainya sehingga pekerjaan terselesaikan secara efektif dan efisien serta dapat meiningkatkan produktivitasnya. Oleh karena itu bila pegawai tidak menggunakan aturan-aturan yang ditetapkan oleh pemerintah, maka tindakan disiplin merupakan langkah terakhir yang bisa diambil terhadap seorang pegawai yang performansi kerjanya dibawah standar.
Tindakan disiplin ini dapat berupa teguran-teguran (reprimands), skorsing (suspension), penurunan pangkat (reduction in rank) dan pemecatan (firing). Tindakan disiplin ini tidak termasuk pemberentian sementara atau penurunan jjumlah tenaga kerja yang desebabkan oleh pengurangan anggaran atau kurangnya kerja. Tindakan-tindakan disipliner ini deebabkan oleh kedadian-kejadian perilaku khusus dari pegawai yang menyebabkan rendahnya produktivitas atau pelanggaran-pelanggaran aturan-aturan instansi (Gomes, 2000:232). Pelaksanaan disiplin berangkat dari asumsi bahwa sejumlah permasalahan lainnya sudah diatasi, seperti mengenai rancangan pekerjaan (job design), seleksi, orientasi, penilaian performa, pelihan, dan konpensasi.
Menurut Handoko (2008 : 208), disiplin kerja dapat dibedakan menjadi 3 yaitu :
Disiplin Preventif. Merupakan kegiatan yang dilakukan dengan maksud untuk mendorong para karyawan agar secara sadar mentaati berbagai standard an aturan, sehingga dapat dicegah berbagai penyelewengan atau pelanggaran. Lebih utama dalam hal ini adalah dapat menumbuhkan “Self Dicipline” pada setiap karyawan tanpa kecuali. Manajemen mempunyai tanggung jawab untuk menciptakan suatu iklim disiplin previntif dimana berbagai standar diketaui dan dipahami. Untuk memungkinkan iklim yang penuh disiplin kerja tanpa paksaan tersebut perlu kiranya standar itu sendiri bagi setiap pegawai, dengan demikian ddicegah kemungkinan-kemungkinan timbulnya pelanggraran-pelanggaran atau penyimpagan dari standar  yang ditentukan.
Disiplin Korektif. Disiplin ini merupakan kegiatan yang diambil untuk menangani pelanggaran yang telah terjadi terhadap aturan-aturan dan mencoba untuk menghindari pelanggaran lebih lanjut. Kegiatan korektif ini dapat berupa suatu betuk hukuman dan desebut tindakan pendisiplinan (disciplinary action).
Disiplin Progresif. Disiplin ini berarti memberikan hukuman-hukuman yang lebih berat terhadap pelanggaran-pelanggaran yang berulang. Tujuannya adalah membriakan kesempatan kepada karyawan untuk mengambil tindakan korektif sebelum hukuman-hukuman yang lebih serius dilaksanakan. Disiplin progresif juga memungkinkan manajemen untuk membanntu karyawan memperbaiki kesalahan.
Selanjutnya Moenir (2006:96) mengatakan bahwa disiplin kerja dapat dilihat dari dua yaitu disiplin waktu dan disiplin kerja. Disiplin waktu adalah jenis disiplin yang sangat mudah dilihat dan dikontrol baik oleh manajemen yang bersangkutan dengan masyarakat, contohnya melalui sistem daftar absensi atau sistem apel.pendisiplinan pegawai atau pekerja yang dapat ditempuh,misalnya mengadakan absensi 2-3 kali sehari, dan apel pagi dan apel waktu terkhir jam kerja atau lain-lain. Disiplin kerja, pekerja pada dasarnya terdari dari metode pengerjaan, prosedur kerja, waktu dan junlah unit yang diterapkan dengan mutu yang telah dibakukan.
Sistem disiplin pegawai dapat dipadang suatu penerapan modifikasi perilaku untuk pegawai bermasalah atau pegawai yang tidak produktif. Disiplin yang terbaik adalah jelas disiplin diri, karena sebagain besar orang memahami apa yang diharapkan dari dirinya diperkerjaan dan biasanya karyawan diberi kepercayaan untuk menjalankan pekerjaannya secara efektif.  Ada beberapa indikator yang dapat mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan suatu organisasi diantaranya (Hasibuan, 2012 : 195) :
1.        Tujuan dan Kemampuan. Tujuan dan kemampuan ikut mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan. Tujuan yang akan dicapai harus jelas dan ditetapkan secara ideal serta cukup menantang bagi kemampuan pegawai. Hal ini berarti bahwa tujuan (pekerjaan) yang dibebankan kepada karyawan harus sesuai dengan kemampuan pegawai bersangkutan, agar dia bekerja sungguh-sungguh dan disiplin dalam mengerjakannya.
2.        Kepemimpinan. Kepemimpinan sangat berperan dalam menentukan kedisiplinan karyawan karena pimpinan dijadikan teladan dan panutan oleh para bawahannya. Pimpinan jangan mengharapkan kedisiplinan bawahannya baik jika dia sendiri kurang disiplin.
3.        Balas Jasa. Balas jasa (gaji dan kesejahteraan) ikut mempengaruhi kedisiplinan karyawan karena balas jasa akan memberikan kepuasan dan kecintaan karyawan terhdap pekerjaannya. Jika kecintaan karyawan semakin baik terhadap pekerjaan, kedisiplinan mereka aka semakin baik pula.
4.        Keadilan. Keadilan ikut mendorong terwudnya kedisiplinan karyawan karena ego dan sifaat manusia yang selalu merassa dirinya penting dan meminta diperlakukan sama dengan manusia lainya. Dengan keadilan yang baik akan menciptakan kedisiplinan yang baik pula. Jadi, keadilan harus diterapkan dengan baik pada setiap instansi supaya kedisiplinan pegawai baik pula.
5.        Waskat. Waskat (pengawasan melekat) adalah tindakan nyata dan paling efektif dalam mewujudkan kedisiplinan pegawai instansi. Waskat efektif dalam merangsang kedisiplina dan moral kerja pegawai. Pegawai merasa mendapat perhatian, bimbingan, petunjuk, pengarahan, dan pengawasan dari atasannya.
6.        Ketegasan. Ketegasan pimpinan dalam melakukan tindakan akan mempengaruhi kedisiplinan pegawai. Pimpinan harus berani dan tegas bertindak untuk menghukum setiap karyawan yag indisipliner sesuai dengan sanksi hukuman yang telah ditetapkan. Ketegasan  pimpinan menegur dan menghukum setiap karyawan yang indisipliner akan mewujudkan kedisplinan yang baik pada instansi pemerintah yang ditempati.
7.        Sanksi. Sanksi berperan penting dalam memelihara kedisiplinan karyawan. Dengan sanksi hukuman yang semakin berat, pegawai akan semakin takut melanggar peraturan-peraturan, sikap, perilaku insipliner akan berkuarang.
Manfaat penerapan disiplin kerja yang baik pada pegawai dalam upaya mencapai disiplin kerja dikemukakan oleh Tohardi (2002:395), sebagai berikut :
1.        Pegawai akan mendapatkan kepuasan dalam bekerja diorganisasi atau perusahaan.
2.        Produktivitas organisasi akan berjalan dengan lancar dan sesuai dengan perencanaan.
3.        Dengan adanya disiplin yang baik seorang pegawai dapat menghindari dari kecelakaan ditempat dia bekerja.
4.        Sebagai panutan bagi pegawai yang bekerja.
5.        Tercapainya tujuan dalam organisasi atau perusahaan.
6.        Terpelihara citra bagi sebuah organisasi atau perusahaan.

4.1.4.  Pengendalian Intern
Pengendalian intern adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh anggota untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien. Pengendalian intern meliputi kegiatan pengawasan dan pemeriksaan (wasrik), review, evaluasi, pemantauan dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tolok ukur yang telah ditetapkan.
Menurut Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 18 Tahun 2011 tentang Pengawasan dan Pemeriksaan Rutin di Lingkungan Kepolisian Negara RI, kegiatan pengendalian adalah tindakan yang diperlukan untuk mengatasi risiko serta penetapan dan pelaksanaan kebijakan dan prosedur untuk memastikan bahwa tindakan mengatasi risiko telah dilaksanakan secara efektif. Pemantauan pengendalian intern adalah proses penilaian atas mutu kinerja pengendalian dan proses yang memberikan keyakinan bahwa temuan audit/ pemeriksaan dan evaluasi lainnya segera ditindaklanjuti, yang mencakup kegiatan wasrik.
Pengawasan dan pemeriksaan rutin yang selanjutnya disebut Wasrik rutin adalah proses identifikasi masalah, analisis dan evaluasi yang dilakukan secara independen, objektif dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan pertanggungjawaban Kasatker/Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) terhadap pelaksanaan program Polri dan keuangan negara.
Tujuan adanya pengendalian intern adalah:
1.    terselenggaranya kegiatan Wasrik rutin secara efektif, efisien, dan ekonomis;
2.    terwujudnya sistem pengendalian intern dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan di lingkungan Polri dalam pengelolaan bidang operasional, sumber daya manusia, sarana prasarana, dan anggaran keuangan; dan
3.    meningkatnya produktivitas dan kinerja Satker di lingkungan Polri.
Penyelenggaraan sistem pengendalian intern di lingkungan Polri meliputi:
1.    Lingkungan pengendalian. Lingkungan pengendalian adalah kondisi dalam institusi Polri yang mempengaruhi efektivitas pengendalian intern
2.    Penilaian risiko. Penilaian resiko adalah kegiatan penilaian atas kemungkinan kejadian yang mengancam pencapaian tujuan dan sasaran.
3.    Kegiatan pengendalian. Kegiatan pengendalian adalah tindakan yang diperlukan untuk mengatasi resiko serta penetapan dan pelaksanaan kebijakan dan prosedur untuk memastikan bahwa tindakan mengatasi resiko telah dilaksanakan secara efektif.
4.    Informasi dan komunikasi. Informasi dan komunikasi dimaksud adalah data yang telah diolah dan dapat digunakan untuk pengambilan keputusan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi.
5.    Pemantauan pengendalian intern. Pemantauan pengendalian intern adalah proses penilaian atas mutu kinerj pengendalian dan proses yang memberikan keyakinan bahwa temuan pemeriksaan dan evaluasi lainnya segera ditindaklanjuti.
Kegiatan pengendalian meliputi:
1.    reviu atas kinerja Polri;
2.    pembinaan sumber daya manusia;
3.    pengendalian atas pengelolaan sistem informasi;
4.    pengendalian fisik atas indikator;
5.    penetapan dan reviu atas indikator dan ukuran kinerja;
6.    pemisahan fungsi;
7.    otorisasi atas transaksi dan kejadian yang penting;
8.    pencatatan yang akurat dan tepat waktu atas transaksi dan kejadian;
9.    pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya;
10.     Akuntabilitas terhadap sumber daya dan pencatatannya; dan dokumentasi yang baik atas SPI serta transaksi dan kejadian penting.
Indikator penyelenggaraan pengendalian intern di lingkungan Polri adalah:
1.    Aspek perencanaan
a.    Pengendalian intern direncanakan dan disusun dengan baik dan berkelanjutan.
b.    Penentuan obyek pengendalian intern disesuaikan dengan skala prioritas.
2.    Aspek pengorganisasian
a.    Penunjukan petugas pengendalian intern sesuai dengan kapasitas dan integritas.
3.    Aspek pelaksanaan
a.    Pelaksanaan pengendalian intern sesuai dengan jadwal yang telah direncanakan.
b.    Pemberian konseling dan bimbingan teknis kepada obyek pengendalian terhadap temuan yang perlu pembenahan.
4.    Aspek pengawasan
a.    Pembuatan laporan harian dilaksanakan dengan baik.
b.    Surat teguran atau sanksi diberikan sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan.

2.2.  Penelitian Terdahulu
Sugeng Boedianto. 2012. Pengaruh Pemberian Remunerasi Terhadap Kinerja pegawai Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Anak Blitar. Dalam Jurnal Ilmu Manajemen REVITALISASI Vol.1 No.3 Desember 2012. Dalam penelitian ini penulis mengambil 60 responden. Berdasarkan hasil nilai koefisien regresi pada variabel bebas remunerasi (X) menunjukkan nilai yang positif terhadap kinerja pegawai pada Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Anak Blitar. Hubungan tersebut menunjukkan bahwa apabila variabel remunerasi (X) mengalami perubahan (meningkat) maka kinerja pegawai pada Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Anak Blitar juga akan berubah secara positif (meningkat pula) dimana setiap kenaikan variabel bebas tersebut akan juga meningkatkan variabel terikatnya. Hasil analisis regresi linear berganda dengan menggunakan bantuan program Statistic Program For Social Science (SPSS) 17.0 menunjukkan koefisien korelasi R sebesar 0,937 berarti ada hubungan yang sangat kuat yaitu 93,7 % dan positif antara variabel bebas remunerasi (X) dengan kinerja pegawai pada Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Anak Blitar. Nilai koefisien determinasi (R Square = R2 ) yang dihasilkan sebesar 0,878 menunjukkan bahwa model regresi berganda ini yang variabel bebasnya terdiri dari remunerasi (X1 ) dan sasaran kinerja pegawai (X2 ) secara bersama-sama mampu menjelaskan adanya perubahan kinerja pegawai (Y) sebesar 87,8 % (diatas 50%) dan yang sisanya 12,2 % adalah kontribusi atas variabel lain yang tidak ikut diteliti. Jadi dengan pemberian remunerasi meningkatkan kinerja pegawai pada Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Anak Blitar 87,8 % dan yang sisanya 12,2 % adalah kontribusi atas variabel lain yang tidak ikut diteliti.

Roza Gustika. 2013. Pengaruh Pemberian Remunerasi Terhadap Kinerja Anggota Polri Polres Pasaman (Studi Kasus Anggota Polri yang Berpangkat BRIPDA S/D BRIPKA). Dalam e-Jurnal Apresiasi Ekonomi Vol.1 No.1 Januari 2013. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah seberapa besar pengaruh pemberian remunerasi terhadap kinerja anggota Polri Polres Pasaman dengan jumlah sampel sebanyak 50 orang. Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh antara pemberian remunerasi terhadap kinerja dengan metode analisa data yaitu analisis deskriptif, analisa regresi linear sederhana dan uji normalitas data dengan menggunakan SPSS versi 15.0. Dari hasil penelitian pemberian remunerasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja anggota Polri Polres Pasaman artinya setiap peningkatan remunerasi akan meningkatkan kinerja dari anggota Polri Polres Pasaman dengan persamaan analisis regresi linear sederhana diperoleh  Y=3,753 + 0,076 X. ini dapat dinyatakan dengan Apabila terjadi peningkatan remunerasi sebesar satu satuan maka akan mengakibatkan kenaikan kinerja sebesar 0,076. Apabila terjadi penurunan remunerasi sebesar satu satuan maka akan mengakibatkan penurunan kinerja sebesar 0,076. Dan apabila remunerasi diasumsikan nol atau tidak ada maka kinerja anggota Polri tetap sebesar konstanta yaitu 3,753. Semua variabel yang digunakan dalam penelitian ini berdistribusi normal yang terlihat dari uji normalitas dengan nilai signifikan dari variabel remunerasi dan kinerja lebih besar dari 0,05.

DAFTAR ISI


Arikunto, Suharsimi. 2007. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta

As’ad, M. 2003. Psikologi Industri. Seri Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Liberty

Azwar, S. 2007. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Sigma Alpha

Gomes, Cordosa. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Andi

Handoko, Hani. 2008. Manajemen. Yogyakarta: BPFE

Hasibuan, Malayu SP. 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia. Cetakan Keenambelas. Jakarta: Bumi Aksara

Iswanto, Y. 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Universitas Terbuka

Laurensius F. 2005. Membangun Kultur Kinerja Pada Organisasi Sektor Pubik. Usahawan, No.8 Tahun XXXIV Agustus 2005

Maarif, Syamsul. 2003. Manajemen Operasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Mathis, Robert L. dan John H. Jackson. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: Pustaka Setia

Moenir. 2006. Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara

Nawawi, Hadari. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara

Prijodarminto, Soegeng. 2004. Disiplin Kiat Menuju Sukses. Jakarta: Abadi

Robbins, Stephen P. 2007. Perilaku dan Manajemen Organisasi. Jakarta: Ghalia Indonesia

Roza Gustika. 2013. Pengaruh Pemberian Renumerasi Terhadap Kinerja Anggota Polri Polres Pasaman (Studi Kasus Anggota Polri yang Berpangkat BRIPDA S/D BRIPKA). Dalam e-Jurnal Apresiasi Ekonomi Vol.1 No.1 Januari 2013

Saydam, Gouzali. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: Remaja Rosdakarya

Seeker, Kareen R. 2001. Pembinaan Untuk Meningkatkan Kinerja Karyawan. Jakarta: PPM

Sastrohadiwiryo, Siswanto. 2001. Manajemen Tenaga Kerja Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta

Siagian, Sondang P. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara

Simanjutak, Payaman J. 2004. Manajemen dan Evaluasi Kinerja. Jakarta: FE UI

Singarimbun, Masri. 2000. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES

Sugeng Boedianto. 2012. Pengaruh Pemberian Renumerasi Terhadap Kinerja pegawai Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Anak Blitar. Dalam Jurnal Ilmu Manajemen REVITALISASI Vol.1 No.3 Desember 2012

Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta

Surya, Dharma. 2004. Manajemen Kinerja. Jakarta: Rineka Cipta

Tika, MP. 2006. Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan. Jakarta: Bumi Aksara

Tohardi, Ahmad. 2002. Pemahaman Prakis Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: Mandar Maju

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian

Wibowo. 2007. Manajemen Kinerja. Jakarta: Raja Grafindo Persada



Posted by wiwien lindarto
Konsultan olah data & konsultan perpustakaan
083834917307

Tidak ada komentar:

Posting Komentar