BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah
Dalam persaingan industri jalan tol di Indonesia
yang semakin ketat, dibutuhkan strategi dan pengelolaan sumber daya yang dimiliki
oleh perusahaan guna mendapatkan hasil dan kinerja terbaik yang menghasilkan
produk-produk terbaik. Oleh karena itu dibutuhkan pengelolaan sumber daya
manusia sebagai faktor penting bagi keberhasilan tercapainya standar pelayanan minimal.
Sumber daya manusia dianggap penting karena merupakan aset perusahaan yang
memiliki sifat dinamis sesuai keadaan dan situasi.
PT X adalah salah satu anak
usaha dari PT Jasa Marga (Persero) Tbk pemegang konsesi jalan tol.
Sebagai perusahaan baru yang memiliki target penyelesaian pekerjaan konstruksi
jalan tol secepatnya tentu bukan perkara mudah. Dibutuhkan perencanaan yang
matang dan terobosan-terobosan guna mempercepat pembebasan lahan yang semakin
tahun semakin menurun jumlah lahan yang dibebaskan. Bahkan sistem reward untuk pihak yang ikut aktif
mendorong percepatan pembebasan lahan belum menunjukkan hasil yang memuaskan.
Mempertahankan karyawan yang memiliki prestasi dan
kinerja baik adalah hal yang penting. Menjaga kinerja karyawan agar tetap
bersemangat dalam menyelesaikan tugas yang diemban adalah tantangan tersendiri
bagi manajer HRD. Salah satu alasan yang paling mendasar ialah menyangkut
kompensasi atau gaji yang diterima. Pemberian kompensasi adalah pertukaran atas
kontribusi karyawan terhadap perusahaan, jika karyawan merasa kontribusi yang
diberikan untuk organisasi tidak sesuai dengan kompensasi yang diberikan
perusahaan dikhawatirkan akan
mempengaruhi semangat kerja dan produktifitas karyawan atau bahkan akan
menghambat kinerja divisi lain.
Tuntutan perkembangan bagi karyawan merupakan hal
yang wajar. Hal ini juga yang menuntut para pelaku manajerial harus siap
menghadapi perubahan dalam tatanan bisnis, salah satunya dalam hal pengelolaan
sumber daya manusia (SDM), yaitu dari pengelolaan administratif personalia
menuju pengelolaan stratejik yang mendukung kemajuan perusahaan.
Disisi lain diindikasikan yang menjadi faktor yang
menonjol penyebab ketidakpuasaan karyawan adalah kebijakan kompensasi. Menurut
Werther dan Davis (1996) kompensasi sebagai apa yang diterima pekerja sebagai
tukaran atas kontribusinya kepada organisasi. Banyak pekerja yang merasa apa
yang didapat dari perusahaan tidak sesuai dengan pengorbanan yang diberikannya
sehingga perlu adanya penerapan sistem imbalan yang membedakan antara karyawan
yang berprestasi dan sebaliknya.
Menurut Loeke (dalam Sule, 2002: 211), kepuasan
atau ketidakpuasan karyawan tergantung
pada perbedaan antara apa yang diharapkan. Sebaliknya, apabila yang didapat
karyawan lebih rendah daripada yang diharapkan akan menyebabkan karyawan tidak
puas.
Berkenaan dengan kompensasi finanisial dan
kompensasi nonfinansial yang diterima oleh karyawan berbeda-beda berdasarkan
golongan dan jabatan fungsional akan berpengaruh pada kepuasan kerja dan
kinerja karyawan. Menurut Keith Davis dan Wherter W.B dalam Mangkuprawira
(2004: 197) “Secara umum tujuan manajemen kompensasi adalah membantu perusahaan
mencapai tujuan keberhsilan strategis perusahaan dan menjamin keadilan
eksternal dan internal”. Hal ini perlu
diperhatikan oleh jajaran manager PT X untuk memahami
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kepuasaan kerja dan kinerja karyawan
dengan harapan hasil terbaik akan didapat oleh perusahaan. Dengan mengetahui
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kepuasan kerja dan kinerja karyawan jajaran
manager dapat membuat struktur kompensasi yang sesuai dengan kebutuhan karyawan
dan taat azas.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka
penelitian ini berusaha untuk mendeskripsikan dan menganalisa pengaruh
kompensasi terhadap kinerja karyawan PT X. Adapun judul
penelitian ini adalah “Pengaruh Kompensasi Finansial dan Kompensasi Non
Finansial Terhadap Kinerja Karyawan Dengan Kepuasan Kerja Sebagai Variabel Intervening
(Studi Pada PT. X)”.
1.2.
Perumusan Masalah
Berdasar uraian yang dikemukakan di atas, maka perumusan
masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Apakah kompensasi finansial berpegaruh signifikan
terhadap kinerja karyawan PT X?
2. Apakah kompensasi non finansial berpengaruh
signifikan terhadap kinerja karyawan PT X?
3. Apakah kompensasi finansial berpengaruh signifikan
terhadap kepuasan kerja karyawan PT X?
4. Apakah kompensasi non finansial berpengaruh
signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan PT X?
5. Apakah kompensasi finansial berpengaruh signifikan
terhadap kinerja melalui kepuasan kerja karyawan di PT X?
6. Apakah kompensasi non finansial berpengaruh
signifikan terhadap kinerja melalui kepuasan kerja karyawan PT X?
7. Apakah kepuasan kerja berpengaruh signifikan
terhadap kinerja karyawan PT X?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Landasan Teori
2.1.1. Kompensasi
2.1.1.1.
Pengertian Kompensasi
Kompensasi adalah segala
sesuatu yang diterima oleh pekerja sebagai balas jasa atas kerja mereka.
Kompensasi berkaitan dengan faktor internal dan eksternal perusahaan, tingkat
internal berkaitan dengan konsep penggajian dalam perusahaan dan faktor
eksternal adalah relatif struktur penggajian yang berlaku diluar organisasi
(Gomes, 2003:129). Panggabean (2002:75) menyatakan “Kompensasi adalah setiap bentuk
penghargaan yang diberikan kepada karyawan sebagai balas jasa atas kontribusi
yang mereka berikan kepada organisasi”. Karyawan memandang kompensasi
pertukaran jasa dengan penghargaan dari perusahaan atas kinerja mereka yang
dinilai bagus atau sebaliknya. Sedangkan Hasibuan (2003:116) menyatakan
“Prinsip kompensasi adalah adil dan layak, adil diartikan sesuai dengan
kinerjanya, layak diartikan dapat memenuhi kebutuhan primernya serta berpedoman
kepada batas upah minimum pemerintah dan berdasarkan internal dan eksternal
konsistensi”.
Dari berbagai definisi di
atas dapat disimpulkan bahwa kompensasi merupakan balas jasa yang diberikan
perusahaan kepada karyawannya, pemberian kompensasi sesuai kontribusi berupa
tenaga, pikiran dan waktu. Kompensasi juga menjadi ukuran penghargaan atas
kerja keras dan pengorbanan karyawan kepada perusahaan dalam mencapai
tujuan-tujuan strategis jangka pendek maupun jangka panjang.
2.1.1.2.
Tujuan Kompensasi
Dalam pemberian kompensasi
diperlukan pedoman agar kesejahteraan karyawan terjamin dan termotivasi.
Menurut Keith Davis dan Werther W.B dalam Mangkuprawira (2004:197) “secara umum
tujuan manajemen kompensasi adalah untuk membantu perusahaan mencapai tujuan
keberhasilan strategis perusahaan dan menjamin terjadinya keadilan eksternal
dan internal”. Menurut Wlison dalam Shipley dan Kleiner (2005:28) :
a.
Rewards system need to have a positive impact on
behaviour.
To accomplish this, rewards need to
be:
1)
Contingent on achieving desired performance levels
rather than on merely doing certain task.
2)
Meaningful and valuable to the individual.
3)
Based on objective and attainable goals.
4)
Open to all, and not based on competitive struggle
within workplace.
5)
Balanced between conditions in the workplace
(extrinsic)and fulfilment of individual needs and wants (intrinsic).
b.
Rewards systems need to focus efforts on servings
the customer.
c.
Rewards systems need to enhance collaboration
within the workplace.
Kompensasi adalah sebagai
bentuk penghargaan terhadap karyawannya, kompensasi bisa pula dijadikan
instrumen untuk memotivasi sumber daya manusia yang andal dan penuh potensi.
Secara khusus tujuan manajemen kompensasi efektif meliputi hal-hal berikut:
a.
Mempertahankan
karyawan yang ada. Karyawan yang sudah ada dan memiliki kinerja yang baik dapat
dipertahankan dengan kompensasi yang diberikan kompetitif. Perputaran karyawan
yang tinggi akan menggangu kerja satu bagian.
b.
Menjamin
keadilan internal dan eksternal. Manajemen kompensasi berupaya agar keadilan
internal dan eksternal dapat terwujud. Keadilan internal menjamin resiko dari
pekerjaan yang sama dibayar dengan gaji sama. Keadilan eksternal membandingkan
pembayaran kompensasi dengan perusahaan lain di pasar kerja untuk satu jenis
pekerjaan yang sama.
c.
Memperoleh
personil yang berkualitas. Daya tarik kepada pelamar dapat dipengaruhi besaran
kompensasi yang cukup tinggi. Tingkat pembayaran harus menyesuaikan terhadap
suplai dan permintaan pasar kerja untuk dapat bersaing mendapatkan karyawan
yang diharapkan.
d.
Penghargaan
atas prestasi. Pembayaran kompensasi harus sesuai
prestasi yang diharapkan
sebagai insentif perbaikan perilaku dimasa depan, ketaatan, pengalaman,
tanggung jawab dan perilaku disiplin lainnya.
e.
Mengikuti
peraturan pemerintah. Pemberian kompensasi harus mempertimbangkan faktor-faktor
legal yang dikeluarkan pemerintah yang menjamin pemenuhan kebutuhan fisik
karyawan.
f.
Mengendalikan
biaya. Sistem kompensasi yang rasional membantu mendapatkan dan mempertahankan
karyawan dengan biaya yang rasional. Tanpa sistem kompensasi efektif karyawan
dibayar dibawah atau diatas standart.
g.
Meningkatkan
efisiensi administrasi. Sistem kompensasi harus dirancang untuk dapat dikelola
dengan efisien dengan membuat sistem informasi SDM yang optimal.
Tujuan pemberian
kompensasi adalah memberikan kehidupan dan perhatian perusahaan terhadap
kesejahteraan sehingga karyawan termotivasi. Dengan demikian maka timbul rasa
tanggung jawab dalam melaksanakan tugas kerja dan terus belajar menggali
potensi.
2.1.1.3.
Komponen-Komponen Kompensasi
Kompensasi mengandung arti
tidak sekedar dalam bentuk finansial saja, seperti upah, gaji, komisi dan bonus
serta tidak langsung berupa asuransi, bantuan sosial, uang cuti, uang pensiun,
pendidikan dan sebagainya, tetapi juga bentuk bukan finansial Mangkuprawira
(2004:196). Bentuk ini berupa pekerjaan dan lingkungan pekerjaan. Bentuk
pekerjaan berupa tanggung jawab, perhatian, kesempatan dan penghargaan,
sementara bentuk lingkungan pekerjaan berupa kondisi kerja, pembagian kerja,
status, dan kebijakan.
1. Kompensasi Finansial
Bentuk kompensasi menurut Mondy dan Noe (2005:284)
terdiri dari dua, yaitu finansial dan non finansial. Kompensasi finansial
dibedakan menjadi finansial langsung (direct
financial) dan finansial tidak langsung (indirect financial). Sedangkan kompensasi non finansial dibagi
menjadi pekerjaan itu sendiri dan lingkungan pekerjaan.
1. Kompensasi finansial langsung
Ivancevich (2004:298) menyatakan “Direct financial compensation consist of the
pay an employee receives in the form of wages, salaries, bonuses, or
commissions”. Sedangkan, Simamora (2004:443) berpendapat bahwa kompensasi
finansial langsung yang terdiri dari upah dan gaji dikelompokkan dalam bayaran
pokok (base pay), bonus dan komisi
dikelompokkan dalam bayaran insentif (incentive
pay) atau bayaran yang diharapkan dapat mendorong karyawan bekerja dengan
baik. Penjelasan komponen-komponen kompensasi finansial langsung sebagai
berikut:
a.
Upah
Hasibuan (2003:118) berpendapat “Upah adalah balas
jasa yang dibayarkan kepada pekerja harian dengan berpedoman atas perjanjian
yang disepakati membayarnya”. Sedangkan Simamora (2004: 445) berpendapat “Upah
merupakan basis bayaran yang kerap kali digunakan bagi pekerja-pekerja produksi
dan pemelihara (pekerja kerah biru)”.
b.
Gaji
Menurut Simamora (2004: 445) “Gaji (salary) umumnya berlaku untuk tarif
bayaran mingguan, bulanan, atau tahunan (terlepas dari lamanya jam kerja)”.
Sedangkan Mangkunegara (2004: 85) menyatakan “Gaji merupakan uang yang
dibayarkan kepada pegawai atas jasa pelayanannya yang diberikan secara
bulanan”. Pendapat serupa dinyatakan Hasibuan (2003:11) berpendapat “Gaji
adalah balas jasa yang dibayar secara periodik kepada karyawan tetap serta
mempunyai jaminan yang pasti. Maksudnya, gaji akan tetap dibayarkan walaupun
pekerja tersebut tidak masuk kerja”. Berdasarkan beberapa pendapat diatas, dapat
disimpulkan gaji berupa uang atas jasa yang diberikan pada perusahaan
dibayarkan secara periodik walaupun karyawan tersebut tidak masuk kerja.
c.
Bonus
Simamora (2004: 415) “Bonus merupakan pembayaran
sekaligus yang diberikan karena memenuhi sasaran kinerja. Bonus boleh
didasarkan pada pencapaian sasaran obyektif atau penilaian subyektif”. Bonus
adalah pembayaran dalam satu waktu yang tidak termasuk bagian dari bayaran
pokok, bonus ikut membantu dalam mengendalikan biaya pengeluaran dan kenaikan
pendapatan. Dengan demikian bonus dapat menaikkan kepuasan kerja karyawan, berkurangnya
absensi dan turnover karyawan menurun.
d.
Komisi
Komisi adalah jenis pembayaran yang diberikan oleh
perusahaan kepada karyawan yang mampu bekerja melebih standar kerja yang
ditetapkan oleh perusahaan. Menurut Sarwoto (1997:155) komisi lazimnya
dibayarkan sebagai bagian dari penjualan dan diterimakan pada pekerja bagian
penjualan.
2. Kompensasi finansial tidak langsung
Simamora (2004: 442) menyatakan bahwa kompensasi
finansial tidak langsung (indirect
financial compensation) meliputi semua imbalan finansial yang tidak
tercakup dalam komensasi langsung. Pendapat serupa dinyatakan oleh Ivancevich
(2004: 298) menyatakan “Indirect
financial compensation, or benefits, consist of all financial rewards that are
not included in direct financial compensation”. Dari pendapat diatas kompensasi
finansial tidak langsung atau tunjangan terdiri dari semua imbalan di luar
upah, gaji, bonus atau komisi. Kompensasi finansial tidak langsung tersebut
dapat dibagi menjadi tiga sebagai berikut:
a.
Program
jaminan kesehatan
Program jaminan kesehatan yang diberikan oleh
perusahaan untuk memberikan ketenangan dalam bekerja. Program jaminan kesehatan
berupa asuransi terdiri dari: jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja,
jaminan kematian, jaminan hari tua dan lain-lain.
b.
Bayaran
diluar jam kerja
Bayaran diluar jam kerja merupakan peneriamaan
diluar gaji rutin yang diterima tiap bulan. Bayaran ini dapat berupa lembur,
cuti, libur hari besar dan pembayaran penggantian biaya perjalanan dinas
karyawan.
c.
Fasilitas-fasilitas
Fasilitas yang diberikan kepada karyawan adalah
penunjang kegiatan operasional. Fasilitas ini dapat berupa kendaraan dan bahan
bakarnya, pemberian fasilitas memperhatikan jabatan seseorang dan kemampuan
perusahaan dalam memfasilitasi karyawannya.
Menurut Mondy dan Noe (2005: 284) kompensasi
finansial tidak langsung didefinisikan menjadi dua, yaitu tunjangan yang diatur
oleh undang-undang (legaly required)
dan tunjangan sukarela (voluntary).
Mathis dan Jackson (2005: 440) menyatakan “benefit
often include retirement plans, vacations with pay, health insurance,
educational assistence,and many more programs”. Tunjangan pada umumnya
seperti rencana pensiun, asuransi kesehatan, pendidikan, dan program lainnya.
Menurut Simamora (2004: 284) tujuan karyawan bekerja adalah bayaran dan jasa yang melindungi melengkapi gaji pokok.
Efek tunjangan ini adalah untuk mempertahankan karyawan didalam organisasi
dalam jangka panjang. Pendapat serupa dinyatakan Mangkunegara (2004:86)
berpendapat “Program benefit bertujuan untuk memperkecil turnover, meningkatkan
modal kerja, dan meningkatkan keamanan kerja”.
2. Kompensasi
Non Finansial
Kopensasi non finansial adalah sejenis imbalan
lain yang dibutuhkan oleh karyawan dengan tingkat berbeda-beda. Menurut Mc.
Clelland (1997), desain jabatan, gaji yang dikaitkan dengan keterampilan dan
kompetensi, dan manajemen kerja dapat memotivasi karyawan terhadap pencapaian
kerja. Menurut Simamora (2004:244) “Kompensasi non finansial terdiri atas
kepuasan yang diperoleh seseorang dari pekerjaan itu sendiri atau dari lingkungan
psikologis dan/atau fisik dimana orang itu bekerja”. Berikut adalah definisi
masing-masing bentuk kompensasi non finansial:
a.
Pekerjaan (job)
Pekerjaan yang diberikan kepada karyawan harus menarik,
menantang dan memerlukan tanggung jawab dalam menyelesaikannya, hal ini
menimbulkan rasa pencapaian dan kepuasan tersendiri bagi karyawan yang mampu
menyelesaikannya dengan baik.
b.
Lingkungan
Pekerjaan (job environment)
Lingkungan pekerjaan yang nyaman, rekan kerja yang
ramah, supervisor yang memiliki kemampuan mengajari dan membimbing bawahan,
kebijakan perusahaan yang sehat merupakan komponen kompensasi non finansial.
2.1.1.4.
Faktor-Faktor Pengaruh Pemberian Kompensasi
Menurut Hasibuan (2003:126)
faktor-faktor yang mempengaruhi besaran kompensasi sebagai berikut:
1.
Permintaan
pasar dan penawaran tenaga kerja
Permintaan pasar yang tinggi terhadap jenis
pekerjaan tertentu yang penawaran tenaga kerjanya relatif kecil ikut mempengruhi
besaran kompensasi yang pantas untuk dibayarkan.
2.
Kemampuan
perusahaan
Kemampuan perusahaan dalam membayar ikut
mempengaruhi perbedaan besaran kompensasi untuk jenis pekerjaan yang sama di perusahaan
lain.
3.
Serikat buruh
atau perusahaan karyawan
Pengaruh serikat buruh yang kuat dalam menyuarakan
tuntutan ikut meningkat kompensasi, begitu juga sebaliknya.
4.
Produktifitas
kerja karyawan
Produktivitas karyawan yang terus meingkat, maka
akan mendorong kompensasi yang semakin besar, begitu juga sebaliknya.
5.
Peraturan
pemerintah
Peraturan pemerintah yang menetapkan besarnya
batas upah minimum membuat perusahaan harus mematuhi besaran balas jasa yang
diberikan kepada karyawannya sesuai ketetapan tersebut.
6.
Biaya hidup
Kompensasi yang diberikan harus juga memperhatikanbiaya
hidup yang diperlukan di daerah itu. Jika biaya hidup di daerah itu tinggi maka
perusahaan memberikan kompensasi lebih
tinggi untuk pekerjaan sejenis di daerah lain.
7.
Posisi dan
jabatan
Jabatan yang diemban oleh seseorang akan menambah
kompensasi yang diterima lebih besar, begitu juga sebaliknya.
8.
Pengalaman
kerja dan pendidikan
Pengalaman kerja yang lama dan pendidikan yang
tinggi akan berpengaruh pada keterampilan dalam bekerja yang lebih baik
sehingga kompensasi yang diterima lebih tinggi, begitu juga sebaliknya.
9.
Kondisi
perekonomian nasional
Kondisi perekonomian nasional yang sedang dalam
kondisi baik akan mendorong pemberian kompensasi yang semakin besar karena
mendekati kondisi full employment,
begitu juga sebaliknya.
10.
Jenis dan
sifat pekerjaan
Semakin tinggi resiko suatu pekerjaan maka
kompensasi yang akan diberikan akan semakin besar karena membutuhkan keahlian
dan ketelitian dalam mengerjakan, begitu juga sebaliknya.
Kompensasi dipergunakan
oleh karyawan sebagai pemenuh kebutuhan-kebutuhannya. Kompensasi merupakan
balas jasa yang ditentukan sebelumnya dan karyawan wajib tau besaran balas
jasa/kompensasi yang akan diterima.
2.1.1.5.
Keadilan Kompensasi
Menurut Handoko (2001:
160) persepsi keadilan dipengaruhi oleh dua faktor: (1) rasio kompensasi seseorang
yang berupa pendidikan, pengalaman, tenaga, tanggung jawab, latihan, data tahan
dan sebagainya (2) perbandingan rasio yang diterima dengan orang lain atau
dengan siapa kontak langsung terjadi. Menurut Mondy dan Noe (2005: 285)
keadilan kompensasi dibagi sebagai berikut:
1. Internal
equity (keadilan Internal)
Keadilan internal terjadi jika pemberian
kompensasi sesuai dengan nilai relatif dari evaluasi pekerjaan diperusahaan itu
sendiri. Evaluasi pekerjaan sangat penting dalam menentukan keadilan internal.
2. Eksternal
equity (keadilan eksternal)
Keadilan eksternal terjadi jika kompensasi yang
diberikan sama dengan karyawan yang mengerjakan pekerjaan sejenis diperusahaan
lain. Perusahaan perlu mencari informasi dalam pemberian kompensasi
diperusahaan lain untuk memenuhi keadilan eksternal.
3. Employee
equity (keadilan karyawan)
Keadilan karyawan saat pemberian kompensasi didasarkan
pada faktor unik yang dimiliki setiap karyawan dalam pemberian kompensasi. Hal
ini terjadi saat karyawan melakukan pekerjaan yang sama pada perusahaan yang
sama pula namun besaran kompensasi yang diterima tidak sama.
4. Team
equity (keadilan tim)
Pemberian kompensasi dengan menilai tim yang
produktif akan mendapat kompensasi atau penghargaan yang lebih besar.
2.1.1.6.
Teknik Dalam Penetapan Kompensasi
Dalam menentukan
kompensasi perusahaan memerlukan bantuan suati teknik sebagai pedoman dalam
menetukan gaji atau upah karyawan. Terdapat berbagai macam teknik dalam
menentukan kompensasiuntuk karyawan masing-masing teknik memiliki kelebihan dan
kekurangannya masing-masing. Beberapa teknik dalam menentukan kompensasi ini
sudah dikembangkan dan teruji kehandalannya. Menurut Whether (1996:382)
beberapa teknik dalam penilaian kompensasi adalah sebagai berikut:
1) Evaluasi Kerja
Beberapa pendekatan yang dipakai dalam penilaian
ini adalah tanggung jawab, skil, upaya mental, upaya fisik dan kondisi kerja.
Inti dari tujuan penilian ini ialah posisi atau jenis pekerjaan mana yang
pantas memperoleh gaji atau upah lebih dari pekerjaan lainnya.
2) Job
Ranking
Metode ini memiliki cara kerja atasan meninjau informasi analisis kerja,
kemudian dari masing-masing pekerjaan tersebut disusun untuk diberikan
peringkat secara subyektif. Metode ini adalah metode paling sederahan dan hasil
pengukurannya kurang presisi.
3) Job
Garding
Metode ini disebut juga job classification dan hasilnya lebih dan lebih akurat dibanding
job ranking.
4) Factor
Comparrison
Metode ini merupakan komite evaluasi kerja untuk
membandingkan komponen kerja penting seperti tanggung jawab, skill, gaya
mental, upaya fisik dan kondisi kerja.
5) Point
System
Sistem ini mengevaluasi faktor-faktor penting dari
masing-masing jenis pekerjaan.
6) Survei Upah dan Gaji
Dalam menentukan tingkat gaji yang adil, sebagian
perusahaan yang memiliki standart pada survei upah dan gaji.
2.1.2. Kepuasan
Kerja
2.1.2.1.
Pengertian Kepuasan Kerja
Menurut Sutrisno (2009:78)
kepuasan kerja adalah suatu reaksi emosional yang komplek berwujud perasaan
senang, puas, atau tidak puas. Reaksi emosiaonal ini merupakan akibat dari
dorongan, keinginan, tuntutan, dan harapan-harapan karyawan yang dihubungkan
dengan realita yang dirasakan karyawan. Pendapat serupa dinyatakan Davis (1985)
dalam Cabrita (2007) kepuasan kerja adalah perasaan
karyawan terhadap pekerjaan mereka menyenangkan atau tidaknya. Perasaan senang
atau tidaknya relatif berbeda dengan pemikiran objektif dan keinginan perilaku,
sikap tersebut membantu manager memahami reaksi karyawan pada pekerjaan merekan
dan memperkirakan dampaknya pada perilaku masa depan. Dari beberapa pendapat
diatas dapat disimpulkan kepuasan kerja merupakan respon emosional dari hasil
pekerjaan yang dilakukan karyawan.
2.1.2.2.
Faktor-Faktor Kepuasan Kerja
Dalam The Job Descriptive Index (JDI) yang dikembangkan oleh Smith et
al.(1969, dalam Riggio, 2006:220), faktor yang membentuk dan digunakan untuk
mengukur kepuasan kerja ada lima sebagai berikut:
1.
Pekerjaan itu
sendiri
2.
Gaji
3.
Tunjangan
kesejahteraan
4.
Lingkungan
kerja
5.
Pengawasan
Menurut Robbins (2001:225)
beberapa faktor yang mendukung dalam menciptakan kepuasan kerja sebagai
berikut:
1.
Pekerjaan yang
menantang
2.
Imbalan yang
adil
3.
Kondisi kerja
yang mendukung
4.
Teman kerja
yang mendukung
5.
Kesesuaian
antara individu dan pekerjaan
6.
Disposisi
genetis seseorang yang berarti orang yang secara alami selalu bersikap positif
pada pekerjaan.
2.1.2.3.
Penyebab Kepuasan Kerja
Menurut Kreitner dan
Kinicki (2005:21) terpenuhinya penghargaan dari perusahaan akan membuat
karyawan merasa puas. Penghargaan dalam hal ini adalah jika seorang karyawan
mendapatkan apa yang dia harapkan dari pekerjaannya. Berikut lima model
kepuasaan kerja berdasarkan golonganya menurut Kreitner dan kinicki
(2005:271-272) sebagai berikut:
1. Pemenuhan kebutuhan hidup
Karakteristik dari pekerjaan dalam memenuhi
kebutuhan hidup seorang individu ikut menentukan kepuasan kerja seseorang.
2. Ketidak cocokan
Harapan yang terpenuhi menyebabkan kepuasan kerja.
Jika yang diharapkan tidak sesuai dengan yang diterima seorang karyawan maka
ketidakcocokan ini menjadi penyebab tidak tercapainyan kepuasan kerja.
3. Pencapaian nilai
Hasil kerja seseorang yang mendapatkan suatu pencapaian
nilai akan melandasi terpenuhinya kepuasan kerja.
4. Persamaan
Dengan adanya rasa persamaan dan perlakuan secara
adil ditempat kerja akan membuat terpenuhinya fungsi dari kepuasan kerja.
5. Komponen genetik atau individu
Sifat pribadi atau genetik diyakini merupakan
sebagian fungsi yang mendasari kepuasan kerja.
2.1.2.4.
Pengukuran Kepuasan Kerja
Dari penelitian yang
dilakukan olah cornel university kepuasan kerja dapat diukur dengan suatu alat
yang disebut MSQ (Minnesota Satisfaction
Questionaire). Alat ini membagi menjadi 20 dimensi yang berbeda dalam
mengukur kepuasan kerja sebagai berikut:
1.
Ability utilization ialah kesempatan bagi karyawan mengeluarkan
seluruh kemampuan yang dimiliki,
2.
Achievemant ialah hasrat dalam berprestasi dan adanya pencapaian,
3.
Activity ialah kemampuan bertahan dalam tekanan kerja,
4.
Advancement ialah kesempatan untuk maju atau mengembangkan diri,
5.
Authority ialah kesempatan mengatur,
6.
Company ialah kepuasan pada kebijakan perusahaan,
7.
Compensation ialah gaji atau upah yang diperoleh karena mengerjakan pekerjaan tertentu,
8.
Co-worker ialah hubungan kerja dengan teman,
9.
Creativity ialah kesempatan mencoba cara baru dalam berkerja,
10. Independence ialah kesempatan dalam bekerja dengan tanpa
paksaan,
11. Moral
values ialah tidak adanya beban
perasaan dalam bekerja,
12. Recognition ialah mendapat pujian dari pekerjaan yang
diselesaikan,
13. Responsibility ialah kesempatan dalam menggunakan keputusan
pribadi,
14. Security ialah rasa aman karyawan pada posisi tau
pekerjaannya,
15. Social
service ialah kesempatan
mengerjakan tugas untuk orang lain,
16. Social
status ialah kesempatan mendapat
pengakuan oleh lingkungan,
17. Supervision ialah cara seorang atasan mengendalikan
bawahannya,
18. Supervisor ialah kepandaian dari supervisor,
19. Variety ialah kemampuan melakukan pekerjaan dengan cara yang
berbeda,
20. Working
condition ialah seluruh aspek lingkungan pekerjaan.
2.1.3. Kinerja
2.1.3.1.
Pengertian Kinerja
Menurut Mangkunegara
(2004:67) kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai
karyawan dalam melaksanakan tugasnya
dengan penuh tanggung jawab. Dengan demikian kinerja mengacu pada hasil dari
tugas yang diselesaikan atas pekerjaan yang dibebankan pada karyawan. Sedangkan
menurut Hasibuan (2003:94) “kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai
seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang
didasarkan atas kecakapan, pengalaman, kesanggupan, serta waktu”. Agar tujuan
perusahaan dapat tercapai maka perlu diperhatikan faktor utamanya ialah
karyawan yang memiliki kinerja baik.
Menurut Soejono (2005:25)
kinerja adalah sistim tentang memanfaatkan karyawan dengan tujuan memastikan
tugas yang diberikan diselesaikan dengan baik. Dengan demikian yang dimaksud
dengan kinerja adalah pencapaian suatu hasil dari keahlian seorang karyawan
atau kelompok atas tujuan yang ditetapkan sebelumnya.
2.1.3.2.
Penilaian Kinerja
Hasibuan (2003:86)
pengertian kinerja adalah “kegiatan manager untuk mengevaluasi perilaku kinerja
karyawan serta menetapkan kebijaksanaan selanjutnya”. Sedangkan menurut Desler
(2006:322) “penilaian kinerja berarti mengevaluasi kinerja karyawan saat ini
dan atau di masa lalu relatif terhadap standar prestasi”. Terdapat tiga tahap
dalam proses penilaian kinerja sebagai berikut:
1.
Pendefinisian
pekerjaan. Atasan memeastikan bawahannya mengerti mengenai kewajiban dan standar
kerja.
2.
Penilaian
kinerja. Membandingkan kinerja bawahannya dengan standar kerja yang ditetapkan.
3.
Pemberian
umpan balik. Atasan mendiskusikan kemajuan kinerja bawahan, dan mengatasai
masalah yang sering muncul kemudian membuat rencana kerja baru.
Dari beberapa pendapat
diatas dapat disimpulkan penilaian kinerja adalah suatu sistim untuk menilai
hasil kerja karyawan berdasarkan standar baik berupa kualitas atau kuantitas
sebagai evaluasi untuk menerapkan kebijaksanaan selanjutnya.
2.1.3.3.
Tujuan Penilaian Kinerja
Menurut Hasibuan
(2003:88-89) menjelaskan tujuan dari penilaian kinerja karyawan adalah sebagai
berikut:
1)
Dasar yang
digunakan untuk promosi jabatan,pemberhentian, dan menetapkan besarnya
kompensasi.
2)
Mengukur keberhasilan
kinerja karyawan dalam menyelesaikan pekerjaannya.
3)
Dasar dalam
mengevaluasi efektifitas seluruh kegiatan perusahaan.
4)
Dasar
evaluasi program pelatihan dan keefektifan jadwal kerja, metode,struktur
organisasi, pengawasan dan kondisi kerja.
5)
Indikator
dalam menentukan kebutuhan pelatihan bagi karyawan.
6)
Sebagai alat
motivasi kerja karyawan karena setiap hasil kerja mereka mendapatkan perhatian
dari perusahaan.
7)
Sebagai alat
dijajaran manager untuk dapat mengetahui minat dan kebutuhan-kebutuhan
bawahannya.
8)
Sebagai alat
untuk melihat kekurangan dimasa lalu dan meningkatkan kemampuan dimasa
selanjutnya.
9)
Sebagai
kriteria dalam seleksi dan penempatan karyawan.
10) Sebagai alat mengidentifikasi kelemahan-kelemahan
personel sebagai pertimbangan dalam program latihan kerja tambahan.
11) Sebagai alat memperbaiki kecakapan kerja karyawan.
12) Dasar untuk memperbaiki dan mengembangkan uraian
pekerjaan (job description).
Secara umum, penilaian
kinerja bertujuan membantu jajaran manajemen dalam mengambil keputusan penting
dalam promosi, pemberhentian, dan penggajian. Dalam penilaian ini juga
menentukan pengembangan yang dibutuhkan karyawan untuk memenuhi umpan balik
terhadap karyawan tentang bagaimana perusahaan menilai kinerja mereka.
2.1.3.4.
Faktor Pengukur Kinerja
Menurut Gomes (2000:142)
ukuran kinerja karyawan yang bersifat kuantitatif atau dapat diukur volumenya
akan menghasilkan penilaian yang konsisten. Sedangkan kriteria yang sifatnya
subyektif, seperti kreatifitas, kerjasama dengan rekan kerja dan sikap
menghasilkan pengukuran yang kurang konsisten, tergantung bagaimana pengukuran
dilakukan dan dilakukan oleh siapa yang melakukan pengukuran.
Menurut Robbins (2002:260)
terdapat tiga kriteria untuk mengetahui kinerja sesorang sebagai berikut:
1)
Individual task outcomes, hasil akhir dari kinerja seorang karyawan harus
dievaluasi oleh manajer. Evaluasi ini berguna untuk mengetahui kuantitas
produksi, produk cacat dan biaya pekerja untuk per unit barang yang diproduksi.
Seorang karyawan penjualan dapat dinilai dari volume penjualan, kenaikan omset
penjualan dan jumlah pelanggan baru.
2)
Behavior, dalam banyak kasus tidak mudah menilai hasil langsung dari kegiatan
seorang pekerja. Hal ini sering terlihat pada pekerjaan yang bersifat kelompok,
karena seorang karyawan adalah bagian dari kelompok yang terlihat adalah
kinerja kelompoknya. Pada banayak kasus kinerja kelompok dapat segera
dievaluasi akan tetapi kontribusi dari setiap anggota kelompok sulit untuk
dinilai. Dengan demikian bukan hal yang aneh atau salah jika manajemen
mengevaluasi perilaku karyawan.
3)
Traits, adalah kriteria yang paling lemah namum msih tetap digunakan secara luas
oleh organisasi yaitu sifat karyawan. Dikatakan paling lemah karena sifat dapat
mengkaburkan hasil kerja nyata seorang karyawan. Karyawan yang dalam bekerja
memiliki sifat-sifat seperti percaya diri, dapat diandalkan, bisa bekerja sama,
memiliki banyak pengalaman, bisa atau tidak sifat-sifat ini dihubungkan dengan
hasil kerja yang positif, faktanya banyak organisasi menggunakan sifat karyawan
sebagai kriteria penilaian kinerja seorang karyawan.
Sedangkan menurut Guritno
dan Waridin (2005) indikator kinerja karyawan adalah sebagai berikut:
1)
Mampu
meningkatkan target pekerjaan
2)
Mampu
menyelesaikan pekerjaan tepat waktu
3)
Mampu
menciptakan inovasi dalam menyelesaikan pekerjaan
4)
Mampu
menciptakan kreativitas dalam menyelesaikan pekerjaan
5)
Mampu
meminimalkan kesalahan pekerjaan.
2.2.
Penelitian Sebelumnya
1)
Sopiah
Sangadji (2013)
Dengan judul “The
Effect of Compensation toward Job Satisfaction and Job Performance of
Outsourcing Employees of Syariah Banks in Malang Indonesia”. International
Journal of Learning & Development, vol 3 No 2 2013. Dalam penelitian ini variabel
kompensasi finansial dan non finansial mempengaruhi kinerja karyawan melalui
kepusan kerja sebagai variabel intervening secara bersamaan. Kompensasi berpengaruh
positif terhadap kinerja karyawan, sedangkan variabel yang dominan adalah
kompensasi finansial.
Persamaan dengan penelitian ini sama-sama
menggunakan variabel intervening kepuasaan kerja, serta menggunakan variabel
terikat kompensasi finansial dan non finansial. Perbedaaan dalam penelitian ini
adalah pada bidang usaha, waktu, tempat dan perusahaan yang berbeda.
2)
A.A. Ngurah
Bagus Dhermawan (2012)
Dengan Judul “Pengaruh Motivasi, Lingkungan Kerja,
Kompetensi, dan Kompensasi Terhadap Kepuasaan Kerja dan Kinerja pegawai di
Lingkungan Kantor Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Bali”. Dalam penelitian ini
terdapat empat variabel yang mempengaruhi kinerja dan kepuasan kerja pegawai
yaitu Motivasi, Lingkungan Kerja, Kompetensi, dan Kompensasi. Variabel bebas
yang berpengaruh positif adalah kompetensi dan kompensasi, sedangkan kepuasan
kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai.
Persamaan dengan penelitian ini adalah adanya
hubungan variabel kompensasi terhadap kepuasan kerja dan kinerja karyawan.
Perbedaan dalam penelitian ini adalah penelitian terdahulu menggunakan empat
variabel dan kepuasan kerja sebagai variabel terikat. Perbedaan lainnya adalah
pada perusahaan, tempat, dan waktu yang
berbeda dari penelitian sebelumnya.
2.3.
Kerangka Berpikir
Berdasarkan
latar belakang, rumusan masalah dan landasan teori yang telah diuraian di atas
maka kerangka berpikir dalam penelitian sebagai berikut:

Gambar
2.1. Kerangka Berpikir
2.4.
Hipotesis
Berdasarkan tujuan, landasan teori dan kerangka berpikir
diatas maka hipotesis yang diajukan pada penelitian ini sebagai berikut:
1.
Kompensasi
finansial berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan PT X.
2.
Kompensasi
non finansial berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan di PT X.
3.
Kompensasi
finansial berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan di PT X.
4.
Kompensasi
non finansial berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan di PT X.
5.
Kompensasi
finansial berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan melalui kepuasan
kerja di PT X.
6.
Kompensasi
non finansial terhadap kinerja karyawan melalui kepuasan kerja di PT X.
7.
Kepuasan
kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan PT X.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Pendekatan
Penelitian
Penelitian
ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang menitikberatkan pada pengujian
hipotesis, menggunakan data yang bisa terukur dan dapat menghasilkan
kesimpulan. Penelitian ini bersifat kausal yaitu menganalisis hubungan dan
pengaruh antar variabel. Tujuan penelitian yaitu menguji
teori-teori yang berhubungan dengan rumusan masalah yang diuji dengan menyusun
kerangka berpikir dan hipotesis.
3.2. Identifikasi
Variabel
Dalam
penelitian ini terdapat tiga jenis variabel yaitu variabel bebas, variabel
terikat, dan variabel intervening. Lebih jelasnya mengenai masing-masing
variabel akan dijelaskan sebagai berikut:
1.
Variabel
bebas (X)
Variabel bebas (independent
variabel) adalah variabel yang mempengaruhi variabel terikat. Dalam
penelitian ini variabel bebas adalah kompensasi finansial (X1) dan kompensasi
non finansial (X2). Menurut Mondy and Noe (2005:284) kompensasi finansial
terdiri dari kompensasi finansial langsung dan kompensasi finansial tidak
langsung.
2.
Variabel
terikat (Y)
Variabel terikat (dependent variable) adalah variabel yang menjadi perhatian
untuk diuji. Kinerja karyawan
adalah variabel terikat dalam penelitian ini.
3.
Variabel
intervening (Z)
Variabel intervening (intervening variable) adalah variabel yang terletak antara
variabel bebas dan variabel terikat, sehingga variabel bebas tidak secara
langsung mempengaruhi variabel terikat. Dalam penelitian ini variabel
intervening adalah kepuasan kerja.
3.3. Populasi
dan Sampel
Populasi dalam penelitian
ini adalah karyawan tetap PT X sebanyak 34 orang.
Teknik pengumpulan sampel yang digunakan
dalam penelitian ini adalah teknik
total populasi, dimana seluruh jumlah populasi dijadikan sampel dalam
penelitian ini, yaitu sampel berjumlah 34 orang. Menurut Arikunto (2002:112)
“Apabila subyek kurang dari seratus, lebih baik diambil semua sehingga
penelitiannya merupakan penelitian populasi”.
3.4. Prosedur
Pengumpulan Data
Untuk
mengumpulkan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini dengan menggunakan metode
sebagai berikut:
1.
Penelitian
lapangan
Penelitian lapangan dilakukan secara langsung pada
obyek penelitian dengan:
a)
Kuesioner. Melalui
kuesioner yang disebarkan responden mengisi daftar pertanyaan tanpa bantuan
peneliti.
b)
Dokumentasi. Dokumen
yang dimiliki oleh perusahaan dikumpulkan untuk dikaji dan dianalisa oleh
peneliti.
2.
Penelitian
pustaka
Membaca literatur dan data yang berhubungan dengan
masalah yang ditemui dalam penelitian sebagai dasar teoritis untuk memecahkan
permasalahan.
3.7. Analisis
Data
Teknik analisis yang
digunakan dalam penelitian ini adalah SEM (struktural
equation model) yang dioperasikan melalui program AMOS (analysis of moment structure). Alasan
penggunaan program AMOS ini adalah karena AMOS memiliki beberapa keunggulan,
diantaranya adalah: perhitungan yang rumit akan jauh lebih mudah dilakukan
dibandingkan dengan menggunakan perangkat lunak lainnya; mempercepat dalam
membuat spesifikasi, melihat serta melakukan modifikasi model secara grafik
dengan tool yang sederhana; proses perhitungan dan analisa menjadi lebih
sederhana (Ghozali, 2007).
SEM merupakan sekumpulan
teknik-teknik yang memungkinkan pengujian beberapa variabel dependen dengan
beberapa variabel independen. Menurut Ferdinand (2002:7) mengungkapkan bahwa
SEM memungkinkan untuk dapat menjawab pertanyaan penelitian yang bersifat
regresif maupun dimensional (yaitu mengukur apa dimensi-dimensi dari sebuah
konsep). Pengujian SEM ini meliputi:
1. Uji validitas
Suatu tes atau alat instrumen dapat dikatakan
mempunyai validitas tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya
atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan tujuan pengukuran tersebut. Suatu
alat ukur yang valid, tidak sekedar mampu mengungkapkan data dengan tepat tetapi
mampu memberikan gambaran yang cermat mengenai data tersebut. Cermat artinya
pengukuran itu mampu memberikan gambaran mengenai perbedaan yang
sekecil-kecilnya di antara subjek yang satu dengan yang lainnya. Loading factor sudah memenuhi convergent validity yaitu apabila ≥ 0,5
(Ferdinand, 2002:131).
2. Uji reliabilitas
Uji Reliabilitas
digunakan untuk mengukur keandalan atau tingkat
konsistensi internal dari instrument atau
kuesioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Suatu kuesioner
dikatakan handal apabila jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah konsisten
atau stabil dari waktu ke waktu (Ghozali, 2006). Nilai batas yang digunakan
untuk menilai sebuah tingkat reliabilitas yang dapat diterima adalah 0,70.
3. Uji normalitas data
Uji normalitas data bertujuan untuk menguji apakah
data yang digunakan berdistribusi normal atau tidak. Pengujian dilakukan dengan
cara menggunakan nilai pada tabel normalitas yang dihasilkan dari program AMOS
terhadap skewness value (nilai Z)
yang setara dengan nilai Critical Ratio
(CR) pada level signifikansi 1%, yaitu sebesar - 2,58 dan 2,58. Jika nilai Critical Ratio (CR) yang dihasilkan dari
setiap variabel penelitian lebih kecil daripada 2,58 maka distribusi data
adalah normal (Sanusi, 2011). Data yang tidak normal akan menyebabkan
menurunnya nilai indeks goodness-of-fit
dari model dan mengakibatkan hasil uji statistik menjadi bias. Apabila
distribusi data tidak normal, maka sebelum diambil treatment–treatment tertentu
dapat dilihat terlebih dahulu sebaran data apakah terdapat outliers atau tidak
(Santoso, 2007).
4. Uji outlier
Uji outliers
digunakan untuk mengidentifikasi tingkat sebaran data diluar titik normal.
Analisis terhadap outliers dapat dievaluasi dengan dua cara yaitu : (1)
terhadap unvariate outliers, (2)
terhadap multivariate outliers (Ferdinand,
2005). Uji terhadap multivariate outliers
dilakukan dengan menggunakan kriteria Jarak Mahalnobis (Mahalnobis Distance Squared) pada tingkat signifikasi p<0,001.
Jarak Mahalnobis dievaluasi menggunakan chi-square (X2 ) pada derajat bebas
sebesar jumlah variabel indikator yang digunakan dalam penelitian. Jika
observasi menunjukkan nilai mahalanobis
distance lebih besar daripada X2 maka (data) diidentifikasi sebagai multivariate outlier (Sanusi, 2011).
5. Uji measurement
model
Measurement
model adalah proses pemodelan
dalam penelitian yang diarahkan untuk menyelidiki unidimensionalitas dari indikator-indikator yang menjelaskan sebuah
variabel laten. Tujuan pengujian adalah untuk mengukur kuatnya struktur
dimesi-dimensi yang membentuk sebuah faktor. Teknik analisis ini disebut confirmatory factor (Haryono dan
Wardoyo, 2012).
6. Uji goodness-of-fit
Menurut Haryono dan Wardoyo (2012), Goodness-of-fit mengukur kesesuaian
input observasi atau sesungguhnya (matrik kovarian atau korelasi) dengan
prediksi dari model yang diajukan (proposed
model). Model struktural dikategorikan sebagai good fit apabila memenuhi
beberapa persyaratan berikut ini :
a. Chi-Square
Statistic (X2). Uji
statistika chi-square (X2)
digunakan untuk menguji kelayakan model analisis faktor konfirmatori. Apabila
nilai chi-square (X2 )
besar dan significance level >0,05 atau (p >0,05) perlu untuk dilihat
lebih lanjut seberapa besar ketidakcocokannya. Jika ketidakcocokannya kecil,
dapat dinyatakan bahwa matrik input yang diprediksi memiliki tingkat kecocokan
yang baik dengan matrik input yang sebenarnya.
b. Significance
Probability. Nilai level
probabilitas untuk model yang baik nilai signifikansi harus >0,05.
c. Normed
Chi Square (CMIN/DF). CMIN/DF
adalah nilai chi-square dibagi dengan
degree of freedom. Nilai rasio yang
direkomendasikan adalah <2.
d. Root Mean
Square Error of Approximation
(RMSEA). Root mean square error of
approximation (RMSEA) merupakan ukuran yang mencoba memperbaiki
kecenderungan statistik chis-quare
menolak model dengan jumlah sampel yang besar. Sebagai rule of tumb untuk melihat kelayakan model, cut off value adalah bila RMSEA ≤0,008 atau lebih kecil maka model
dianggap layak. Sebaliknya jika nilai diatas 0,08 maka model dianggap tidak
layak.
e. Goodness
of Fit Index (GFI). Goodness of fit index (GFI) yaitu ukuran
non-statistik yang nilainya berkisar dari nilai 0 sampai 1. Nilai GFI yang
direkomendasikan ≥0,90 merupakan good fit
(kecocokan yang baik).
f. Adjusted GFI (AGFI). Adjusted
goodness of fit index (AGFI) merupakan uji kelayakan GFI yang disesuaikan.
Nilai AGFI yang direkomendasikan adalah ≥0,90.
g. Tucker–Lewis
Index (TLI). Tucker Lewis Index (TLI) pertama kali sebagai sarana untuk
mengevaluasi analisis faktor yang kemudian diperluas untuk SEM. Nilai TLI
berkisar antara 0 sampai 1,0 dengan nilai TLI ≥0,90 menunjukkan good fit. Nilai TLI yang
direkomendasikan adalah ≥0,90.
h. Comparative
Fit Index (CFI). Comparative fit index (CFI) digunakan
untuk mengukur tingkat penerimaan model. Nilai CFI berkisar dari 0 sampai 1.
Nilai CFI yang direkomendasikan adalah ≥0,90 menunjukkan good fit.
Tabel 3.2
Indeks Goodnes-Of-Fit
No.
|
Indeks
(goodness-of-fit
index)
|
Nilai Acuan
(cutt off
value)
|
1
|
Chi square
|
Diharapkan kecil
|
2
|
Significance probabiliry
|
≥ 0,05
|
3
|
RMSEA
|
≤ 0,08
|
4
|
GFI
|
≥ 0,90
|
5
|
AGFI
|
≥ 0,90
|
6
|
CMIN/DF
|
≤ 2,00
|
7
|
TLI
|
≥ 0,90
|
8
|
CFI
|
≥ 0,90
|
Sumber: Hardoyo dan Wardoyo (2012)
3.8. Pengujian Hipotesis
Setelah dilakukan uji asumsi SEM dan kesesuaian model, selanjutnya
dilakukan pengujian hipotesis hubungan kausalitas variabel penelitian. Hasil
uji hipotesis hubungan didasarkan pada nilai probabilitas.. Pengujian
memperhatikan nilai probabilitas (p) untuk masing-masing nilai regression
weight yang kemudian dibandingkan dengan nilai level signifikansi α= 0.05.
Keputusan yang diambil, hipotesis penelitian ditolak jika nilai probabilitas
(p) lebih besar daripada nilai α= 0.05; dan sebaliknya, hipotesis penelitian
diterima jika nilai probabilitas (p) lebih kecil daripada nilai α= 0.05
(Sanusi, 2011).
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto,
Suharsimi, 2002 “Metode Penelitian Suatu
Pendekatan Proposal”, Rineka Cipta, Jakarta
As'ad, Moh,
1995 “Psikologi Industry”, Edisi
Keempat, Penerbit Liberty, Yogyakarta.
Amstrong
Michael, 1990. “Seri Pedoman Manajemen”; Manajemen Sumber Daya Manusia",
alih bahasa; Sofyan Cikmat dan Hariyanto, Elek Media Komputindo, Jakarta.
Azwar,
S. 2007 “Metode Penelitian”,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Bernard,
Berelsin dan Gary A. Stainer, 1996 "Reason
Housewaves Motivation", Journal of Human Research.
Dale Timpe,
A, 1992 "Kinerfa (Performance)",
Penerbit PT. Gramedia Asri Media, Jakarta.
Hani,
Handoko, 1995 "Manajemen Personalia
dan Sumber Daya Manusia", Edisi kedua, BPFE, Yagyakarta,
Harari,
Oren, 1995 "The Missiing Link /n
Performance", Journal of Human Research Review.
Hasibuan, Malayu
S. P., 2003 “Manajemen Sumber Daya
Manusia”, Bumi Aksara, Bandung
Henry,
Simamora, 2004 "Manajeman Sumber
Daya manusia", Edisi Kedua, Penerbit STIE YKPN, Yogyakarta.
Kreitner,
Robert dan Angelo Kinicki, „Organizational
Behaviour“, Edisi ketiga, USA, D. Irwin, Inc., 1995.
Layman,
Porter dan Raymond Miles, 1990 "Human
Research Manajemen”, Edisi Keenam.
Luthans,
Fred, 1995 ''Organizational Behavior",
Seventh Edition, Me Growth-hil Book co-Singapore.
Mannheim
Bilha, Baruch Yehuda and Tal Yoseph, 1997 "Alternative Models for Antecedents and Outcomes of Work Cenlrality
andJoh Satisfaction ofHigh-Tech Personnel”, Human Relation, vol 50 no 12.
Nazir, Moch,
2003 “Metode Penelitian”, Salemba
Empat, Jakarta
O’Reilly,
Charles, “Corporation, Culture and Commitment
: Motivation and Social Control in Organization”, dalam Barry M. Staw, Psycological Dimensions of Organizational
Behaviour, Singapore, Macmillan Publishing Company, 1991.
Robbins.
Stephens P, 1996 "Perilaku
Organisasi-Konsep Kontroversi, Aplikasi", Edisi Bahasa Indonesia,
Jilid 1 dan 2, Prenhallindo, Jakarta.
Sekaran,
Uma, 2006 “Metode Penelitian Untuk Bisnis”,
Buku 1, Salemba Empat, Jakarta
Posted by wiwien lindarto
Konsultan olah data & konsultan perpustakaan
083834917307