Rabu, 16 November 2016

Pengaruh kompensasi finansial dan nonfinansial terhadap kinerja melalui kepuasan kerja karyawan PT X

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.       Latar Belakang Masalah
Dalam persaingan industri jalan tol di Indonesia yang semakin ketat, dibutuhkan strategi dan pengelolaan sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan guna mendapatkan hasil dan kinerja terbaik yang menghasilkan produk-produk terbaik. Oleh karena itu dibutuhkan pengelolaan sumber daya manusia sebagai faktor penting bagi keberhasilan tercapainya standar pelayanan minimal. Sumber daya manusia dianggap penting karena merupakan aset perusahaan yang memiliki sifat dinamis sesuai keadaan dan situasi.

PT X adalah salah satu anak usaha dari PT Jasa Marga (Persero) Tbk pemegang konsesi jalan tol. Sebagai perusahaan baru yang memiliki target penyelesaian pekerjaan konstruksi jalan tol secepatnya tentu bukan perkara mudah. Dibutuhkan perencanaan yang matang dan terobosan-terobosan guna mempercepat pembebasan lahan yang semakin tahun semakin menurun jumlah lahan yang dibebaskan. Bahkan sistem reward untuk pihak yang ikut aktif mendorong percepatan pembebasan lahan belum menunjukkan hasil yang memuaskan.
Mempertahankan karyawan yang memiliki prestasi dan kinerja baik adalah hal yang penting. Menjaga kinerja karyawan agar tetap bersemangat dalam menyelesaikan tugas yang diemban adalah tantangan tersendiri bagi manajer HRD. Salah satu alasan yang paling mendasar ialah menyangkut kompensasi atau gaji yang diterima. Pemberian kompensasi adalah pertukaran atas kontribusi karyawan terhadap perusahaan, jika karyawan merasa kontribusi yang diberikan untuk organisasi tidak sesuai dengan kompensasi yang diberikan perusahaan  dikhawatirkan akan mempengaruhi semangat kerja dan produktifitas karyawan atau bahkan akan menghambat kinerja divisi lain.
Tuntutan perkembangan bagi karyawan merupakan hal yang wajar. Hal ini juga yang menuntut para pelaku manajerial harus siap menghadapi perubahan dalam tatanan bisnis, salah satunya dalam hal pengelolaan sumber daya manusia (SDM), yaitu dari pengelolaan administratif personalia menuju pengelolaan stratejik yang mendukung kemajuan perusahaan.
Disisi lain diindikasikan yang menjadi faktor yang menonjol penyebab ketidakpuasaan karyawan adalah kebijakan kompensasi. Menurut Werther dan Davis (1996) kompensasi sebagai apa yang diterima pekerja sebagai tukaran atas kontribusinya kepada organisasi. Banyak pekerja yang merasa apa yang didapat dari perusahaan tidak sesuai dengan pengorbanan yang diberikannya sehingga perlu adanya penerapan sistem imbalan yang membedakan antara karyawan yang berprestasi dan sebaliknya.
Menurut Loeke (dalam Sule, 2002: 211), kepuasan atau ketidakpuasan  karyawan tergantung pada perbedaan antara apa yang diharapkan. Sebaliknya, apabila yang didapat karyawan lebih rendah daripada yang diharapkan akan menyebabkan karyawan tidak puas.
Berkenaan dengan kompensasi finanisial dan kompensasi nonfinansial yang diterima oleh karyawan berbeda-beda berdasarkan golongan dan jabatan fungsional akan berpengaruh pada kepuasan kerja dan kinerja karyawan. Menurut Keith Davis dan Wherter W.B dalam Mangkuprawira (2004: 197) “Secara umum tujuan manajemen kompensasi adalah membantu perusahaan mencapai tujuan keberhsilan strategis perusahaan dan menjamin keadilan eksternal dan internal”.  Hal ini perlu diperhatikan oleh jajaran manager PT X untuk memahami faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kepuasaan kerja dan kinerja karyawan dengan harapan hasil terbaik akan didapat oleh perusahaan. Dengan mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kepuasan kerja dan kinerja karyawan jajaran manager dapat membuat struktur kompensasi yang sesuai dengan kebutuhan karyawan dan taat azas.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka penelitian ini berusaha untuk mendeskripsikan dan menganalisa pengaruh kompensasi terhadap kinerja karyawan PT X. Adapun judul penelitian ini adalah “Pengaruh Kompensasi Finansial dan Kompensasi Non Finansial Terhadap Kinerja Karyawan Dengan Kepuasan Kerja Sebagai Variabel Intervening (Studi Pada  PT. X)”.

1.2.       Perumusan Masalah
Berdasar uraian yang dikemukakan di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:
1.      Apakah kompensasi finansial berpegaruh signifikan terhadap kinerja karyawan PT X?
2.      Apakah kompensasi non finansial berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan PT X?
3.     Apakah kompensasi finansial berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan PT X?
4.      Apakah kompensasi non finansial berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan PT X?
5.  Apakah kompensasi finansial berpengaruh signifikan terhadap kinerja melalui kepuasan kerja karyawan di PT X?
6.   Apakah kompensasi non finansial berpengaruh signifikan terhadap kinerja melalui kepuasan kerja karyawan PT X?
7.      Apakah kepuasan kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan PT X?


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.            Landasan Teori
2.1.1.      Kompensasi
2.1.1.1.         Pengertian Kompensasi
Kompensasi adalah segala sesuatu yang diterima oleh pekerja sebagai balas jasa atas kerja mereka. Kompensasi berkaitan dengan faktor internal dan eksternal perusahaan, tingkat internal berkaitan dengan konsep penggajian dalam perusahaan dan faktor eksternal adalah relatif struktur penggajian yang berlaku diluar organisasi (Gomes, 2003:129). Panggabean (2002:75) menyatakan “Kompensasi adalah setiap bentuk penghargaan yang diberikan kepada karyawan sebagai balas jasa atas kontribusi yang mereka berikan kepada organisasi”. Karyawan memandang kompensasi pertukaran jasa dengan penghargaan dari perusahaan atas kinerja mereka yang dinilai bagus atau sebaliknya. Sedangkan Hasibuan (2003:116) menyatakan “Prinsip kompensasi adalah adil dan layak, adil diartikan sesuai dengan kinerjanya, layak diartikan dapat memenuhi kebutuhan primernya serta berpedoman kepada batas upah minimum pemerintah dan berdasarkan internal dan eksternal konsistensi”.
Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kompensasi merupakan balas jasa yang diberikan perusahaan kepada karyawannya, pemberian kompensasi sesuai kontribusi berupa tenaga, pikiran dan waktu. Kompensasi juga menjadi ukuran penghargaan atas kerja keras dan pengorbanan karyawan kepada perusahaan dalam mencapai tujuan-tujuan strategis jangka pendek maupun jangka panjang.

2.1.1.2.     Tujuan Kompensasi
Dalam pemberian kompensasi diperlukan pedoman agar kesejahteraan karyawan terjamin dan termotivasi. Menurut Keith Davis dan Werther W.B dalam Mangkuprawira (2004:197) “secara umum tujuan manajemen kompensasi adalah untuk membantu perusahaan mencapai tujuan keberhasilan strategis perusahaan dan menjamin terjadinya keadilan eksternal dan internal”. Menurut Wlison dalam Shipley dan Kleiner (2005:28) :
a.    Rewards system need to have a positive impact on behaviour.
To accomplish this, rewards need to be:
1)        Contingent on achieving desired performance levels rather than on merely doing certain task.
2)        Meaningful and valuable to the individual.
3)        Based on objective and attainable goals.
4)        Open to all, and not based on competitive struggle within workplace.
5)        Balanced between conditions in the workplace (extrinsic)and fulfilment of individual needs and wants (intrinsic).
b.        Rewards systems need to focus efforts on servings the customer.
c.         Rewards systems need to enhance collaboration within the workplace.
Kompensasi adalah sebagai bentuk penghargaan terhadap karyawannya, kompensasi bisa pula dijadikan instrumen untuk memotivasi sumber daya manusia yang andal dan penuh potensi. Secara khusus tujuan manajemen kompensasi efektif meliputi hal-hal berikut:
a.           Mempertahankan karyawan yang ada. Karyawan yang sudah ada dan memiliki kinerja yang baik dapat dipertahankan dengan kompensasi yang diberikan kompetitif. Perputaran karyawan yang tinggi akan menggangu kerja satu bagian.
b.           Menjamin keadilan internal dan eksternal. Manajemen kompensasi berupaya agar keadilan internal dan eksternal dapat terwujud. Keadilan internal menjamin resiko dari pekerjaan yang sama dibayar dengan gaji sama. Keadilan eksternal membandingkan pembayaran kompensasi dengan perusahaan lain di pasar kerja untuk satu jenis pekerjaan yang sama.
c.           Memperoleh personil yang berkualitas. Daya tarik kepada pelamar dapat dipengaruhi besaran kompensasi yang cukup tinggi. Tingkat pembayaran harus menyesuaikan terhadap suplai dan permintaan pasar kerja untuk dapat bersaing mendapatkan karyawan yang diharapkan.
d.          Penghargaan atas prestasi. Pembayaran  kompensasi  harus  sesuai  prestasi  yang  diharapkan sebagai insentif perbaikan perilaku dimasa depan, ketaatan, pengalaman, tanggung jawab dan perilaku disiplin lainnya.
e.           Mengikuti peraturan pemerintah. Pemberian kompensasi harus mempertimbangkan faktor-faktor legal yang dikeluarkan pemerintah yang menjamin pemenuhan kebutuhan fisik karyawan.
f.            Mengendalikan biaya. Sistem kompensasi yang rasional membantu mendapatkan dan mempertahankan karyawan dengan biaya yang rasional. Tanpa sistem kompensasi efektif karyawan dibayar dibawah atau diatas standart.
g.           Meningkatkan efisiensi administrasi. Sistem kompensasi harus dirancang untuk dapat dikelola dengan efisien dengan membuat sistem informasi SDM yang optimal.
Tujuan pemberian kompensasi adalah memberikan kehidupan dan perhatian perusahaan terhadap kesejahteraan sehingga karyawan termotivasi. Dengan demikian maka timbul rasa tanggung jawab dalam melaksanakan tugas kerja dan terus belajar menggali potensi.

2.1.1.3.     Komponen-Komponen Kompensasi
Kompensasi mengandung arti tidak sekedar dalam bentuk finansial saja, seperti upah, gaji, komisi dan bonus serta tidak langsung berupa asuransi, bantuan sosial, uang cuti, uang pensiun, pendidikan dan sebagainya, tetapi juga bentuk bukan finansial Mangkuprawira (2004:196). Bentuk ini berupa pekerjaan dan lingkungan pekerjaan. Bentuk pekerjaan berupa tanggung jawab, perhatian, kesempatan dan penghargaan, sementara bentuk lingkungan pekerjaan berupa kondisi kerja, pembagian kerja, status, dan kebijakan.
1.    Kompensasi Finansial
Bentuk kompensasi menurut Mondy dan Noe (2005:284) terdiri dari dua, yaitu finansial dan non finansial. Kompensasi finansial dibedakan menjadi finansial langsung (direct financial) dan finansial tidak langsung (indirect financial). Sedangkan kompensasi non finansial dibagi menjadi pekerjaan itu sendiri dan lingkungan pekerjaan.
1.    Kompensasi finansial langsung
Ivancevich (2004:298) menyatakan “Direct financial compensation consist of the pay an employee receives in the form of wages, salaries, bonuses, or commissions”. Sedangkan, Simamora (2004:443) berpendapat bahwa kompensasi finansial langsung yang terdiri dari upah dan gaji dikelompokkan dalam bayaran pokok (base pay), bonus dan komisi dikelompokkan dalam bayaran insentif (incentive pay) atau bayaran yang diharapkan dapat mendorong karyawan bekerja dengan baik. Penjelasan komponen-komponen kompensasi finansial langsung sebagai berikut:
a.    Upah
Hasibuan (2003:118) berpendapat “Upah adalah balas jasa yang dibayarkan kepada pekerja harian dengan berpedoman atas perjanjian yang disepakati membayarnya”. Sedangkan Simamora (2004: 445) berpendapat “Upah merupakan basis bayaran yang kerap kali digunakan bagi pekerja-pekerja produksi dan pemelihara (pekerja kerah biru)”.
b.    Gaji
Menurut Simamora (2004: 445) “Gaji (salary) umumnya berlaku untuk tarif bayaran mingguan, bulanan, atau tahunan (terlepas dari lamanya jam kerja)”. Sedangkan Mangkunegara (2004: 85) menyatakan “Gaji merupakan uang yang dibayarkan kepada pegawai atas jasa pelayanannya yang diberikan secara bulanan”. Pendapat serupa dinyatakan Hasibuan (2003:11) berpendapat “Gaji adalah balas jasa yang dibayar secara periodik kepada karyawan tetap serta mempunyai jaminan yang pasti. Maksudnya, gaji akan tetap dibayarkan walaupun pekerja tersebut tidak masuk kerja”.  Berdasarkan beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan gaji berupa uang atas jasa yang diberikan pada perusahaan dibayarkan secara periodik walaupun karyawan tersebut tidak masuk kerja.
c.    Bonus
Simamora (2004: 415) “Bonus merupakan pembayaran sekaligus yang diberikan karena memenuhi sasaran kinerja. Bonus boleh didasarkan pada pencapaian sasaran obyektif atau penilaian subyektif”. Bonus adalah pembayaran dalam satu waktu yang tidak termasuk bagian dari bayaran pokok, bonus ikut membantu dalam mengendalikan biaya pengeluaran dan kenaikan pendapatan. Dengan demikian bonus dapat menaikkan kepuasan kerja karyawan, berkurangnya absensi dan turnover karyawan menurun.
d.   Komisi
Komisi adalah jenis pembayaran yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawan yang mampu bekerja melebih standar kerja yang ditetapkan oleh perusahaan. Menurut Sarwoto (1997:155) komisi lazimnya dibayarkan sebagai bagian dari penjualan dan diterimakan pada pekerja bagian penjualan.
2.    Kompensasi finansial tidak langsung
Simamora (2004: 442) menyatakan bahwa kompensasi finansial tidak langsung (indirect financial compensation) meliputi semua imbalan finansial yang tidak tercakup dalam komensasi langsung. Pendapat serupa dinyatakan oleh Ivancevich (2004: 298) menyatakan “Indirect financial compensation, or benefits, consist of all financial rewards that are not included in direct financial compensation”. Dari pendapat diatas kompensasi finansial tidak langsung atau tunjangan terdiri dari semua imbalan di luar upah, gaji, bonus atau komisi. Kompensasi finansial tidak langsung tersebut dapat dibagi menjadi tiga sebagai berikut:
a.       Program jaminan kesehatan
Program jaminan kesehatan yang diberikan oleh perusahaan untuk memberikan ketenangan dalam bekerja. Program jaminan kesehatan berupa asuransi terdiri dari: jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua dan lain-lain.
b.      Bayaran diluar jam kerja
Bayaran diluar jam kerja merupakan peneriamaan diluar gaji rutin yang diterima tiap bulan. Bayaran ini dapat berupa lembur, cuti, libur hari besar dan pembayaran penggantian biaya perjalanan dinas karyawan.
c.       Fasilitas-fasilitas
Fasilitas yang diberikan kepada karyawan adalah penunjang kegiatan operasional. Fasilitas ini dapat berupa kendaraan dan bahan bakarnya, pemberian fasilitas memperhatikan jabatan seseorang dan kemampuan perusahaan dalam memfasilitasi karyawannya.
Menurut Mondy dan Noe (2005: 284) kompensasi finansial tidak langsung didefinisikan menjadi dua, yaitu tunjangan yang diatur oleh undang-undang (legaly required) dan tunjangan sukarela (voluntary). Mathis dan Jackson (2005: 440) menyatakan “benefit often include retirement plans, vacations with pay, health insurance, educational assistence,and many more programs”. Tunjangan pada umumnya seperti rencana pensiun, asuransi kesehatan, pendidikan, dan program lainnya. Menurut Simamora (2004: 284) tujuan karyawan bekerja adalah bayaran dan  jasa yang melindungi melengkapi gaji pokok. Efek tunjangan ini adalah untuk mempertahankan karyawan didalam organisasi dalam jangka panjang. Pendapat serupa dinyatakan Mangkunegara (2004:86) berpendapat “Program benefit bertujuan untuk memperkecil turnover, meningkatkan modal kerja, dan meningkatkan keamanan kerja”.
2.    Kompensasi Non Finansial
Kopensasi non finansial adalah sejenis imbalan lain yang dibutuhkan oleh karyawan dengan tingkat berbeda-beda. Menurut Mc. Clelland (1997), desain jabatan, gaji yang dikaitkan dengan keterampilan dan kompetensi, dan manajemen kerja dapat memotivasi karyawan terhadap pencapaian kerja. Menurut Simamora (2004:244) “Kompensasi non finansial terdiri atas kepuasan yang diperoleh seseorang dari pekerjaan itu sendiri atau dari lingkungan psikologis dan/atau fisik dimana orang itu bekerja”. Berikut adalah definisi masing-masing bentuk kompensasi non finansial:
a.         Pekerjaan (job)
Pekerjaan yang diberikan kepada karyawan harus menarik, menantang dan memerlukan tanggung jawab dalam menyelesaikannya, hal ini menimbulkan rasa pencapaian dan kepuasan tersendiri bagi karyawan yang mampu menyelesaikannya dengan baik.
b.         Lingkungan Pekerjaan (job environment)
Lingkungan pekerjaan yang nyaman, rekan kerja yang ramah, supervisor yang memiliki kemampuan mengajari dan membimbing bawahan, kebijakan perusahaan yang sehat merupakan komponen kompensasi non finansial.

2.1.1.4.     Faktor-Faktor Pengaruh Pemberian Kompensasi
Menurut Hasibuan (2003:126) faktor-faktor yang mempengaruhi besaran kompensasi sebagai berikut:
1.    Permintaan pasar dan penawaran tenaga kerja
Permintaan pasar yang tinggi terhadap jenis pekerjaan tertentu yang penawaran tenaga kerjanya relatif kecil ikut mempengruhi besaran kompensasi yang pantas untuk dibayarkan.
2.    Kemampuan perusahaan
Kemampuan perusahaan dalam membayar ikut mempengaruhi perbedaan besaran kompensasi untuk jenis pekerjaan yang sama di perusahaan lain.
3.    Serikat buruh atau perusahaan karyawan
Pengaruh serikat buruh yang kuat dalam menyuarakan tuntutan ikut meningkat kompensasi, begitu juga sebaliknya.
4.    Produktifitas kerja karyawan
Produktivitas karyawan yang terus meingkat, maka akan mendorong kompensasi yang semakin besar, begitu juga sebaliknya.
5.    Peraturan pemerintah
Peraturan pemerintah yang menetapkan besarnya batas upah minimum membuat perusahaan harus mematuhi besaran balas jasa yang diberikan kepada karyawannya sesuai ketetapan tersebut.
6.    Biaya hidup
Kompensasi yang diberikan harus juga memperhatikanbiaya hidup yang diperlukan di daerah itu. Jika biaya hidup di daerah itu tinggi maka perusahaan memberikan kompensasi  lebih tinggi untuk pekerjaan sejenis di daerah lain.
7.    Posisi dan jabatan
Jabatan yang diemban oleh seseorang akan menambah kompensasi yang diterima lebih besar, begitu juga sebaliknya.
8.    Pengalaman kerja dan pendidikan
Pengalaman kerja yang lama dan pendidikan yang tinggi akan berpengaruh pada keterampilan dalam bekerja yang lebih baik sehingga kompensasi yang diterima lebih tinggi, begitu juga sebaliknya.
9.    Kondisi perekonomian nasional
Kondisi perekonomian nasional yang sedang dalam kondisi baik akan mendorong pemberian kompensasi yang semakin besar karena mendekati kondisi full employment, begitu juga sebaliknya.
10.  Jenis dan sifat pekerjaan
Semakin tinggi resiko suatu pekerjaan maka kompensasi yang akan diberikan akan semakin besar karena membutuhkan keahlian dan ketelitian dalam mengerjakan, begitu juga sebaliknya.
Kompensasi dipergunakan oleh karyawan sebagai pemenuh kebutuhan-kebutuhannya. Kompensasi merupakan balas jasa yang ditentukan sebelumnya dan karyawan wajib tau besaran balas jasa/kompensasi yang akan diterima.

2.1.1.5.     Keadilan Kompensasi
Menurut Handoko (2001: 160) persepsi keadilan dipengaruhi oleh dua faktor: (1) rasio kompensasi seseorang yang berupa pendidikan, pengalaman, tenaga, tanggung jawab, latihan, data tahan dan sebagainya (2) perbandingan rasio yang diterima dengan orang lain atau dengan siapa kontak langsung terjadi. Menurut Mondy dan Noe (2005: 285) keadilan kompensasi dibagi sebagai berikut:
1.    Internal equity (keadilan Internal)
Keadilan internal terjadi jika pemberian kompensasi sesuai dengan nilai relatif dari evaluasi pekerjaan diperusahaan itu sendiri. Evaluasi pekerjaan sangat penting dalam menentukan keadilan internal.

2.    Eksternal equity (keadilan eksternal)
Keadilan eksternal terjadi jika kompensasi yang diberikan sama dengan karyawan yang mengerjakan pekerjaan sejenis diperusahaan lain. Perusahaan perlu mencari informasi dalam pemberian kompensasi diperusahaan lain untuk memenuhi keadilan eksternal.
3.    Employee equity (keadilan karyawan)
Keadilan karyawan saat pemberian kompensasi didasarkan pada faktor unik yang dimiliki setiap karyawan dalam pemberian kompensasi. Hal ini terjadi saat karyawan melakukan pekerjaan yang sama pada perusahaan yang sama pula namun besaran kompensasi yang diterima tidak sama.
4.    Team equity (keadilan tim)
Pemberian kompensasi dengan menilai tim yang produktif akan mendapat kompensasi atau penghargaan yang lebih besar.

2.1.1.6.     Teknik Dalam Penetapan Kompensasi
Dalam menentukan kompensasi perusahaan memerlukan bantuan suati teknik sebagai pedoman dalam menetukan gaji atau upah karyawan. Terdapat berbagai macam teknik dalam menentukan kompensasiuntuk karyawan masing-masing teknik memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Beberapa teknik dalam menentukan kompensasi ini sudah dikembangkan dan teruji kehandalannya. Menurut Whether (1996:382) beberapa teknik dalam penilaian kompensasi adalah sebagai berikut:

1)   Evaluasi Kerja
Beberapa pendekatan yang dipakai dalam penilaian ini adalah tanggung jawab, skil, upaya mental, upaya fisik dan kondisi kerja. Inti dari tujuan penilian ini ialah posisi atau jenis pekerjaan mana yang pantas memperoleh gaji atau upah lebih dari pekerjaan lainnya.
2)   Job Ranking
Metode ini memiliki cara kerja  atasan meninjau informasi analisis kerja, kemudian dari masing-masing pekerjaan tersebut disusun untuk diberikan peringkat secara subyektif. Metode ini adalah metode paling sederahan dan hasil pengukurannya kurang presisi.
3)   Job Garding
Metode ini disebut juga job classification dan hasilnya lebih dan lebih akurat dibanding job ranking.
4)   Factor Comparrison
Metode ini merupakan komite evaluasi kerja untuk membandingkan komponen kerja penting seperti tanggung jawab, skill, gaya mental, upaya fisik dan kondisi kerja.
5)   Point System
Sistem ini mengevaluasi faktor-faktor penting dari masing-masing jenis pekerjaan.
6)   Survei Upah dan Gaji
Dalam menentukan tingkat gaji yang adil, sebagian perusahaan yang memiliki standart pada survei upah dan gaji.
2.1.2.      Kepuasan Kerja
2.1.2.1.     Pengertian Kepuasan Kerja
Menurut Sutrisno (2009:78) kepuasan kerja adalah suatu reaksi emosional yang komplek berwujud perasaan senang, puas, atau tidak puas. Reaksi emosiaonal ini merupakan akibat dari dorongan, keinginan, tuntutan, dan harapan-harapan karyawan yang dihubungkan dengan realita yang dirasakan karyawan. Pendapat serupa dinyatakan Davis (1985) dalam Cabrita (2007) kepuasan kerja adalah perasaan karyawan terhadap pekerjaan mereka menyenangkan atau tidaknya. Perasaan senang atau tidaknya relatif berbeda dengan pemikiran objektif dan keinginan perilaku, sikap tersebut membantu manager memahami reaksi karyawan pada pekerjaan merekan dan memperkirakan dampaknya pada perilaku masa depan. Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan kepuasan kerja merupakan respon emosional dari hasil pekerjaan yang dilakukan karyawan.

2.1.2.2.     Faktor-Faktor Kepuasan Kerja
Dalam The Job Descriptive Index (JDI) yang dikembangkan oleh Smith et al.(1969, dalam Riggio, 2006:220), faktor yang membentuk dan digunakan untuk mengukur kepuasan kerja ada lima sebagai berikut:
1.      Pekerjaan itu sendiri
2.      Gaji
3.      Tunjangan kesejahteraan
4.      Lingkungan kerja
5.      Pengawasan
Menurut Robbins (2001:225) beberapa faktor yang mendukung dalam menciptakan kepuasan kerja sebagai berikut:
1.        Pekerjaan yang menantang
2.        Imbalan yang adil
3.        Kondisi kerja yang mendukung
4.        Teman kerja yang mendukung
5.        Kesesuaian antara individu dan pekerjaan
6.        Disposisi genetis seseorang yang berarti orang yang secara alami selalu bersikap positif pada pekerjaan.

2.1.2.3.     Penyebab Kepuasan Kerja
Menurut Kreitner dan Kinicki (2005:21) terpenuhinya penghargaan dari perusahaan akan membuat karyawan merasa puas. Penghargaan dalam hal ini adalah jika seorang karyawan mendapatkan apa yang dia harapkan dari pekerjaannya. Berikut lima model kepuasaan kerja berdasarkan golonganya menurut Kreitner dan kinicki (2005:271-272) sebagai berikut:
1.    Pemenuhan kebutuhan hidup
Karakteristik dari pekerjaan dalam memenuhi kebutuhan hidup seorang individu ikut menentukan kepuasan kerja seseorang.
2.    Ketidak cocokan
Harapan yang terpenuhi menyebabkan kepuasan kerja. Jika yang diharapkan tidak sesuai dengan yang diterima seorang karyawan maka ketidakcocokan ini menjadi penyebab tidak tercapainyan kepuasan kerja.
3.    Pencapaian nilai
Hasil kerja seseorang yang mendapatkan suatu pencapaian nilai akan melandasi terpenuhinya kepuasan kerja.
4.    Persamaan
Dengan adanya rasa persamaan dan perlakuan secara adil ditempat kerja akan membuat terpenuhinya fungsi dari kepuasan kerja.
5.    Komponen genetik atau individu
Sifat pribadi atau genetik diyakini merupakan sebagian fungsi yang mendasari kepuasan kerja.

2.1.2.4.     Pengukuran Kepuasan Kerja
Dari penelitian yang dilakukan olah cornel university kepuasan kerja dapat diukur dengan suatu alat yang disebut MSQ (Minnesota Satisfaction Questionaire). Alat ini membagi menjadi 20 dimensi yang berbeda dalam mengukur kepuasan kerja sebagai berikut:
1.         Ability utilization ialah kesempatan bagi karyawan mengeluarkan seluruh kemampuan yang dimiliki,
2.         Achievemant ialah hasrat dalam berprestasi dan adanya pencapaian,
3.         Activity ialah kemampuan bertahan dalam tekanan kerja,
4.         Advancement ialah kesempatan untuk maju atau mengembangkan diri,
5.         Authority ialah kesempatan mengatur,
6.         Company ialah kepuasan pada kebijakan perusahaan,
7.         Compensation ialah gaji atau upah yang diperoleh karena mengerjakan pekerjaan tertentu,
8.         Co-worker ialah hubungan kerja dengan teman,
9.         Creativity ialah kesempatan mencoba cara baru dalam berkerja,
10.     Independence ialah kesempatan dalam bekerja dengan tanpa paksaan,
11.     Moral values ialah tidak adanya beban perasaan dalam bekerja,
12.     Recognition ialah mendapat pujian dari pekerjaan yang diselesaikan,
13.     Responsibility ialah kesempatan dalam menggunakan keputusan pribadi,
14.     Security ialah rasa aman karyawan pada posisi tau pekerjaannya,
15.     Social service ialah kesempatan mengerjakan tugas untuk orang lain,
16.     Social status ialah kesempatan mendapat pengakuan oleh lingkungan,
17.     Supervision ialah cara seorang atasan mengendalikan bawahannya,
18.     Supervisor ialah kepandaian dari supervisor,
19.     Variety ialah kemampuan melakukan pekerjaan dengan cara yang berbeda,
20.     Working condition ialah seluruh  aspek lingkungan pekerjaan.

2.1.3.      Kinerja
2.1.3.1.     Pengertian Kinerja
Menurut Mangkunegara (2004:67) kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai karyawan dalam melaksanakan  tugasnya dengan penuh tanggung jawab. Dengan demikian kinerja mengacu pada hasil dari tugas yang diselesaikan atas pekerjaan yang dibebankan pada karyawan. Sedangkan menurut Hasibuan (2003:94) “kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, kesanggupan, serta waktu”. Agar tujuan perusahaan dapat tercapai maka perlu diperhatikan faktor utamanya ialah karyawan yang memiliki kinerja baik.
Menurut Soejono (2005:25) kinerja adalah sistim tentang memanfaatkan karyawan dengan tujuan memastikan tugas yang diberikan diselesaikan dengan baik. Dengan demikian yang dimaksud dengan kinerja adalah pencapaian suatu hasil dari keahlian seorang karyawan atau kelompok atas tujuan yang ditetapkan sebelumnya.

2.1.3.2.     Penilaian Kinerja
Hasibuan (2003:86) pengertian kinerja adalah “kegiatan manager untuk mengevaluasi perilaku kinerja karyawan serta menetapkan kebijaksanaan selanjutnya”. Sedangkan menurut Desler (2006:322) “penilaian kinerja berarti mengevaluasi kinerja karyawan saat ini dan atau di masa lalu relatif terhadap standar prestasi”. Terdapat tiga tahap dalam proses penilaian kinerja sebagai berikut:
1.         Pendefinisian pekerjaan. Atasan memeastikan bawahannya mengerti mengenai kewajiban dan standar kerja.
2.         Penilaian kinerja. Membandingkan kinerja bawahannya dengan standar kerja yang ditetapkan.
3.         Pemberian umpan balik. Atasan mendiskusikan kemajuan kinerja bawahan, dan mengatasai masalah yang sering muncul kemudian membuat rencana kerja baru.
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan penilaian kinerja adalah suatu sistim untuk menilai hasil kerja karyawan berdasarkan standar baik berupa kualitas atau kuantitas sebagai evaluasi untuk menerapkan kebijaksanaan selanjutnya.

2.1.3.3.     Tujuan Penilaian Kinerja
Menurut Hasibuan (2003:88-89) menjelaskan tujuan dari penilaian kinerja karyawan adalah sebagai berikut:
1)        Dasar yang digunakan untuk promosi jabatan,pemberhentian, dan menetapkan besarnya kompensasi.
2)        Mengukur keberhasilan kinerja karyawan dalam menyelesaikan pekerjaannya.
3)        Dasar dalam mengevaluasi efektifitas seluruh kegiatan perusahaan.
4)        Dasar evaluasi program pelatihan dan keefektifan jadwal kerja, metode,struktur organisasi, pengawasan dan kondisi kerja.
5)        Indikator dalam menentukan kebutuhan pelatihan bagi karyawan.
6)        Sebagai alat motivasi kerja karyawan karena setiap hasil kerja mereka mendapatkan perhatian dari perusahaan.
7)        Sebagai alat dijajaran manager untuk dapat mengetahui minat dan kebutuhan-kebutuhan bawahannya.
8)        Sebagai alat untuk melihat kekurangan dimasa lalu dan meningkatkan kemampuan dimasa selanjutnya.
9)        Sebagai kriteria dalam seleksi dan penempatan karyawan.
10)    Sebagai alat mengidentifikasi kelemahan-kelemahan personel sebagai pertimbangan dalam program latihan kerja tambahan.
11)    Sebagai alat memperbaiki kecakapan kerja karyawan.
12)    Dasar untuk memperbaiki dan mengembangkan uraian pekerjaan (job description).
Secara umum, penilaian kinerja bertujuan membantu jajaran manajemen dalam mengambil keputusan penting dalam promosi, pemberhentian, dan penggajian. Dalam penilaian ini juga menentukan pengembangan yang dibutuhkan karyawan untuk memenuhi umpan balik terhadap karyawan tentang bagaimana perusahaan menilai kinerja mereka.

2.1.3.4.     Faktor Pengukur Kinerja
Menurut Gomes (2000:142) ukuran kinerja karyawan yang bersifat kuantitatif atau dapat diukur volumenya akan menghasilkan penilaian yang konsisten. Sedangkan kriteria yang sifatnya subyektif, seperti kreatifitas, kerjasama dengan rekan kerja dan sikap menghasilkan pengukuran yang kurang konsisten, tergantung bagaimana pengukuran dilakukan dan dilakukan oleh siapa yang melakukan pengukuran.
Menurut Robbins (2002:260) terdapat tiga kriteria untuk mengetahui kinerja sesorang sebagai berikut:
1)        Individual task outcomes, hasil akhir dari kinerja seorang karyawan harus dievaluasi oleh manajer. Evaluasi ini berguna untuk mengetahui kuantitas produksi, produk cacat dan biaya pekerja untuk per unit barang yang diproduksi. Seorang karyawan penjualan dapat dinilai dari volume penjualan, kenaikan omset penjualan dan jumlah pelanggan baru.
2)        Behavior, dalam banyak kasus tidak mudah menilai hasil langsung dari kegiatan seorang pekerja. Hal ini sering terlihat pada pekerjaan yang bersifat kelompok, karena seorang karyawan adalah bagian dari kelompok yang terlihat adalah kinerja kelompoknya. Pada banayak kasus kinerja kelompok dapat segera dievaluasi akan tetapi kontribusi dari setiap anggota kelompok sulit untuk dinilai. Dengan demikian bukan hal yang aneh atau salah jika manajemen mengevaluasi perilaku karyawan.
3)        Traits, adalah kriteria yang paling lemah namum msih tetap digunakan secara luas oleh organisasi yaitu sifat karyawan. Dikatakan paling lemah karena sifat dapat mengkaburkan hasil kerja nyata seorang karyawan. Karyawan yang dalam bekerja memiliki sifat-sifat seperti percaya diri, dapat diandalkan, bisa bekerja sama, memiliki banyak pengalaman, bisa atau tidak sifat-sifat ini dihubungkan dengan hasil kerja yang positif, faktanya banyak organisasi menggunakan sifat karyawan sebagai kriteria penilaian kinerja seorang karyawan.
Sedangkan menurut Guritno dan Waridin (2005) indikator kinerja karyawan adalah sebagai berikut:
1)        Mampu meningkatkan target pekerjaan
2)        Mampu menyelesaikan pekerjaan tepat waktu
3)        Mampu menciptakan inovasi dalam menyelesaikan pekerjaan
4)        Mampu menciptakan kreativitas dalam menyelesaikan pekerjaan
5)        Mampu meminimalkan kesalahan pekerjaan.

2.2.       Penelitian Sebelumnya
1)        Sopiah Sangadji (2013)
Dengan judul “The Effect of Compensation toward Job Satisfaction and Job Performance of Outsourcing Employees of Syariah Banks in Malang Indonesia”. International Journal of Learning & Development, vol 3 No 2 2013. Dalam penelitian ini variabel kompensasi finansial dan non finansial mempengaruhi kinerja karyawan melalui kepusan kerja sebagai variabel intervening secara bersamaan. Kompensasi berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan, sedangkan variabel yang dominan adalah kompensasi finansial.
Persamaan dengan penelitian ini sama-sama menggunakan variabel intervening kepuasaan kerja, serta menggunakan variabel terikat kompensasi finansial dan non finansial. Perbedaaan dalam penelitian ini adalah pada bidang usaha, waktu, tempat dan perusahaan yang berbeda.
2)        A.A. Ngurah Bagus Dhermawan (2012)
Dengan Judul “Pengaruh Motivasi, Lingkungan Kerja, Kompetensi, dan Kompensasi Terhadap Kepuasaan Kerja dan Kinerja pegawai di Lingkungan Kantor Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Bali”. Dalam penelitian ini terdapat empat variabel yang mempengaruhi kinerja dan kepuasan kerja pegawai yaitu Motivasi, Lingkungan Kerja, Kompetensi, dan Kompensasi. Variabel bebas yang berpengaruh positif adalah kompetensi dan kompensasi, sedangkan kepuasan kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai.
Persamaan dengan penelitian ini adalah adanya hubungan variabel kompensasi terhadap kepuasan kerja dan kinerja karyawan. Perbedaan dalam penelitian ini adalah penelitian terdahulu menggunakan empat variabel dan kepuasan kerja sebagai variabel terikat. Perbedaan lainnya adalah pada  perusahaan, tempat, dan waktu yang berbeda dari penelitian sebelumnya.

2.3.            Kerangka Berpikir
Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah dan landasan teori yang telah diuraian di atas maka kerangka berpikir dalam penelitian sebagai berikut:
 










Gambar 2.1. Kerangka Berpikir
2.4.            Hipotesis
Berdasarkan  tujuan, landasan teori dan kerangka berpikir diatas maka hipotesis yang diajukan pada penelitian ini sebagai berikut:
1.         Kompensasi finansial berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan PT X.
2.         Kompensasi non finansial berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan di PT X.
3.         Kompensasi finansial berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan di PT X.
4.         Kompensasi non finansial berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan di PT X.
5.         Kompensasi finansial berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan melalui kepuasan kerja di PT X.
6.         Kompensasi non finansial terhadap kinerja karyawan melalui kepuasan kerja di PT X.
7.         Kepuasan kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan PT X.








BAB III
METODE PENELITIAN

3.1.       Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang menitikberatkan pada pengujian hipotesis, menggunakan data yang bisa terukur dan dapat menghasilkan kesimpulan. Penelitian ini bersifat kausal yaitu menganalisis hubungan dan pengaruh  antar  variabel. Tujuan penelitian yaitu menguji teori-teori yang berhubungan dengan rumusan masalah yang diuji dengan menyusun kerangka berpikir dan hipotesis.

3.2.       Identifikasi Variabel
Dalam penelitian ini terdapat tiga jenis variabel yaitu variabel bebas, variabel terikat, dan variabel intervening. Lebih jelasnya mengenai masing-masing variabel akan dijelaskan sebagai berikut:
1.        Variabel bebas (X)
Variabel bebas (independent variabel) adalah variabel yang mempengaruhi variabel terikat. Dalam penelitian ini variabel bebas adalah kompensasi finansial (X1) dan kompensasi non finansial (X2). Menurut Mondy and Noe (2005:284) kompensasi finansial terdiri dari kompensasi finansial langsung dan kompensasi finansial tidak langsung.
2.        Variabel terikat (Y)
Variabel terikat (dependent variable) adalah variabel yang  menjadi perhatian
untuk diuji. Kinerja  karyawan  adalah variabel terikat dalam penelitian ini.
3.        Variabel intervening (Z)
Variabel intervening (intervening variable) adalah variabel yang terletak antara variabel bebas dan variabel terikat, sehingga variabel bebas tidak secara langsung mempengaruhi variabel terikat. Dalam penelitian ini variabel intervening adalah kepuasan kerja.

3.3.       Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan tetap PT X sebanyak 34 orang. Teknik pengumpulan sampel yang digunakan  dalam penelitian ini adalah teknik total populasi, dimana seluruh jumlah populasi dijadikan sampel dalam penelitian ini, yaitu sampel berjumlah 34 orang. Menurut Arikunto (2002:112) “Apabila subyek kurang dari seratus, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi”.

3.4.       Prosedur Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini dengan menggunakan metode sebagai berikut:
1.        Penelitian lapangan
Penelitian lapangan dilakukan secara langsung pada obyek penelitian  dengan:
a)         Kuesioner. Melalui kuesioner yang disebarkan responden mengisi daftar pertanyaan tanpa bantuan peneliti.
b)        Dokumentasi. Dokumen yang dimiliki oleh perusahaan dikumpulkan untuk dikaji dan dianalisa oleh peneliti.
2.        Penelitian pustaka
Membaca literatur dan data yang berhubungan dengan masalah yang ditemui dalam penelitian sebagai dasar teoritis untuk memecahkan permasalahan.

3.7.       Analisis Data
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah SEM (struktural equation model) yang dioperasikan melalui program AMOS (analysis of moment structure). Alasan penggunaan program AMOS ini adalah karena AMOS memiliki beberapa keunggulan, diantaranya adalah: perhitungan yang rumit akan jauh lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan menggunakan perangkat lunak lainnya; mempercepat dalam membuat spesifikasi, melihat serta melakukan modifikasi model secara grafik dengan tool yang sederhana; proses perhitungan dan analisa menjadi lebih sederhana (Ghozali, 2007).
SEM merupakan sekumpulan teknik-teknik yang memungkinkan pengujian beberapa variabel dependen dengan beberapa variabel independen. Menurut Ferdinand (2002:7) mengungkapkan bahwa SEM memungkinkan untuk dapat menjawab pertanyaan penelitian yang bersifat regresif maupun dimensional (yaitu mengukur apa dimensi-dimensi dari sebuah konsep). Pengujian SEM ini meliputi:
1.    Uji validitas
Suatu tes atau alat instrumen dapat dikatakan mempunyai validitas tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan tujuan pengukuran tersebut. Suatu alat ukur yang valid, tidak sekedar mampu mengungkapkan data dengan tepat tetapi mampu memberikan gambaran yang cermat mengenai data tersebut. Cermat artinya pengukuran itu mampu memberikan gambaran mengenai perbedaan yang sekecil-kecilnya di antara subjek yang satu dengan yang lainnya. Loading factor sudah memenuhi convergent validity yaitu apabila ≥ 0,5 (Ferdinand, 2002:131).
2.    Uji reliabilitas
Uji   Reliabilitas   digunakan   untuk   mengukur   keandalan   atau   tingkat
konsistensi internal dari instrument atau kuesioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Suatu kuesioner dikatakan handal apabila jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu (Ghozali, 2006). Nilai batas yang digunakan untuk menilai sebuah tingkat reliabilitas yang dapat diterima adalah 0,70.
3.    Uji normalitas data
Uji normalitas data bertujuan untuk menguji apakah data yang digunakan berdistribusi normal atau tidak. Pengujian dilakukan dengan cara menggunakan nilai pada tabel normalitas yang dihasilkan dari program AMOS terhadap skewness value (nilai Z) yang setara dengan nilai Critical Ratio (CR) pada level signifikansi 1%, yaitu sebesar - 2,58 dan 2,58. Jika nilai Critical Ratio (CR) yang dihasilkan dari setiap variabel penelitian lebih kecil daripada 2,58 maka distribusi data adalah normal (Sanusi, 2011). Data yang tidak normal akan menyebabkan menurunnya nilai indeks goodness-of-fit dari model dan mengakibatkan hasil uji statistik menjadi bias. Apabila distribusi data tidak normal, maka sebelum diambil treatment–treatment tertentu dapat dilihat terlebih dahulu sebaran data apakah terdapat outliers atau tidak (Santoso, 2007).
4.    Uji outlier
Uji outliers digunakan untuk mengidentifikasi tingkat sebaran data diluar titik normal. Analisis terhadap outliers dapat dievaluasi dengan dua cara yaitu : (1) terhadap unvariate outliers, (2) terhadap multivariate outliers (Ferdinand, 2005). Uji terhadap multivariate outliers dilakukan dengan menggunakan kriteria Jarak Mahalnobis (Mahalnobis Distance Squared) pada tingkat signifikasi p<0,001. Jarak Mahalnobis dievaluasi menggunakan chi-square (X2 ) pada derajat bebas sebesar jumlah variabel indikator yang digunakan dalam penelitian. Jika observasi menunjukkan nilai mahalanobis distance lebih besar daripada X2 maka (data) diidentifikasi sebagai multivariate outlier (Sanusi, 2011).
5.    Uji measurement model
Measurement model adalah proses pemodelan dalam penelitian yang diarahkan untuk menyelidiki unidimensionalitas dari indikator-indikator yang menjelaskan sebuah variabel laten. Tujuan pengujian adalah untuk mengukur kuatnya struktur dimesi-dimensi yang membentuk sebuah faktor. Teknik analisis ini disebut confirmatory factor (Haryono dan Wardoyo, 2012).
6.    Uji goodness-of-fit
Menurut Haryono dan Wardoyo (2012), Goodness-of-fit mengukur kesesuaian input observasi atau sesungguhnya (matrik kovarian atau korelasi) dengan prediksi dari model yang diajukan (proposed model). Model struktural dikategorikan sebagai good fit apabila memenuhi beberapa persyaratan berikut ini :
a.    Chi-Square Statistic (X2). Uji statistika chi-square (X2) digunakan untuk menguji kelayakan model analisis faktor konfirmatori. Apabila nilai chi-square (X2 ) besar dan significance level >0,05 atau (p >0,05) perlu untuk dilihat lebih lanjut seberapa besar ketidakcocokannya. Jika ketidakcocokannya kecil, dapat dinyatakan bahwa matrik input yang diprediksi memiliki tingkat kecocokan yang baik dengan matrik input yang sebenarnya.
b.    Significance Probability. Nilai level probabilitas untuk model yang baik nilai signifikansi harus >0,05.
c.    Normed Chi Square (CMIN/DF). CMIN/DF adalah nilai chi-square dibagi dengan degree of freedom. Nilai rasio yang direkomendasikan adalah <2.
d.   Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA). Root mean square error of approximation (RMSEA) merupakan ukuran yang mencoba memperbaiki kecenderungan statistik chis-quare menolak model dengan jumlah sampel yang besar. Sebagai rule of tumb untuk melihat kelayakan model, cut off value adalah bila RMSEA ≤0,008 atau lebih kecil maka model dianggap layak. Sebaliknya jika nilai diatas 0,08 maka model dianggap tidak layak.
e.    Goodness of Fit Index (GFI). Goodness of fit index (GFI) yaitu ukuran non-statistik yang nilainya berkisar dari nilai 0 sampai 1. Nilai GFI yang direkomendasikan ≥0,90 merupakan good fit (kecocokan yang baik).
f.     Adjusted GFI (AGFI). Adjusted goodness of fit index (AGFI) merupakan uji kelayakan GFI yang disesuaikan. Nilai AGFI yang direkomendasikan adalah ≥0,90.
g.    Tucker–Lewis Index (TLI). Tucker Lewis Index (TLI) pertama kali sebagai sarana untuk mengevaluasi analisis faktor yang kemudian diperluas untuk SEM. Nilai TLI berkisar antara 0 sampai 1,0 dengan nilai TLI ≥0,90 menunjukkan good fit. Nilai TLI yang direkomendasikan adalah ≥0,90.
h.    Comparative Fit Index (CFI). Comparative fit index (CFI) digunakan untuk mengukur tingkat penerimaan model. Nilai CFI berkisar dari 0 sampai 1. Nilai CFI yang direkomendasikan adalah ≥0,90 menunjukkan good fit.
Tabel 3.2
Indeks Goodnes-Of-Fit

No.
Indeks
(goodness-of-fit index)
Nilai Acuan
(cutt off value)
1
Chi square
Diharapkan kecil
2
Significance probabiliry
≥ 0,05
3
RMSEA
≤ 0,08
4
GFI
≥ 0,90
5
AGFI
≥ 0,90
6
CMIN/DF
≤ 2,00
7
TLI
≥ 0,90
8
CFI
≥ 0,90
Sumber: Hardoyo dan Wardoyo (2012)

3.8.    Pengujian Hipotesis
Setelah dilakukan uji asumsi SEM dan kesesuaian model, selanjutnya dilakukan pengujian hipotesis hubungan kausalitas variabel penelitian. Hasil uji hipotesis hubungan didasarkan pada nilai probabilitas.. Pengujian memperhatikan nilai probabilitas (p) untuk masing-masing nilai regression weight yang kemudian dibandingkan dengan nilai level signifikansi α= 0.05. Keputusan yang diambil, hipotesis penelitian ditolak jika nilai probabilitas (p) lebih besar daripada nilai α= 0.05; dan sebaliknya, hipotesis penelitian diterima jika nilai probabilitas (p) lebih kecil daripada nilai α= 0.05 (Sanusi, 2011).



















DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi, 2002 “Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal”, Rineka Cipta, Jakarta

As'ad, Moh, 1995 “Psikologi Industry”, Edisi Keempat, Penerbit Liberty, Yogyakarta.

Amstrong Michael, 1990. “Seri Pedoman Manajemen”; Manajemen Sumber Daya Manusia", alih bahasa; Sofyan Cikmat dan Hariyanto, Elek Media Komputindo, Jakarta.

Azwar, S. 2007 “Metode Penelitian”, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Bernard, Berelsin dan Gary A. Stainer, 1996 "Reason Housewaves Motivation", Journal of Human Research.

Dale Timpe, A, 1992 "Kinerfa (Performance)", Penerbit PT. Gramedia Asri Media, Jakarta.

Hani, Handoko, 1995 "Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia", Edisi kedua, BPFE, Yagyakarta,

Harari, Oren, 1995 "The Missiing Link /n Performance", Journal of Human Research Review.

Hasibuan, Malayu S. P., 2003 “Manajemen Sumber Daya Manusia”, Bumi Aksara, Bandung

Henry, Simamora, 2004 "Manajeman Sumber Daya manusia", Edisi Kedua, Penerbit STIE YKPN, Yogyakarta.

Kreitner, Robert dan Angelo Kinicki, „Organizational Behaviour“, Edisi ketiga, USA, D. Irwin, Inc., 1995.

Layman, Porter dan Raymond Miles, 1990 "Human Research Manajemen”, Edisi Keenam.

Luthans, Fred, 1995 ''Organizational Behavior", Seventh Edition, Me Growth-hil Book co-Singapore.

Mannheim Bilha, Baruch Yehuda and Tal Yoseph, 1997 "Alternative Models for Antecedents and Outcomes of Work Cenlrality andJoh Satisfaction ofHigh-Tech Personnel”, Human Relation, vol 50 no 12.

Nazir, Moch, 2003 “Metode Penelitian”, Salemba Empat, Jakarta

O’Reilly, Charles, “Corporation, Culture and Commitment : Motivation and Social Control in Organization”, dalam Barry M. Staw, Psycological Dimensions of Organizational Behaviour, Singapore, Macmillan Publishing Company, 1991.

Robbins. Stephens P, 1996 "Perilaku Organisasi-Konsep Kontroversi, Aplikasi", Edisi Bahasa Indonesia, Jilid 1 dan 2, Prenhallindo, Jakarta.

Sekaran, Uma, 2006 “Metode Penelitian Untuk Bisnis”, Buku 1, Salemba Empat, Jakarta


Posted by wiwien lindarto
Konsultan olah data & konsultan perpustakaan
083834917307