BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam
lingkungan bisnis yang semakin kompetitif seperti sekarang ini, PT. Bank Mandiri Pamekasan yang merupakan
perusahaan milik pemerintah yang melayani jasa perbankan dituntut untuk
bisa kompetitif, inovatif dan bisa bersaing menjadi perusahaan handal
dibidangnya. Untuk dapat mewujudkan agar bisa kompetitif dan berdaya saing,
maka PT. Bank Mandiri dituntut memberdayakan dan mengoptimalkan seluruh sumber
daya yang dimiliki, termasuk sumber daya manusia/karyawan serta mengelolanya
supaya dapat bekerja menuju satu tujuan yang direncanakan organisasi.
Dalam
Organisasi, sumber daya manusia memegang peranan yang sangat penting karena
faktor manusia menentukan kelangsungan hidup suatu perusahaan. Tidak ada
satupun perusahaan yang tidak melibatkan manusia dan dapat merealisasikan
tujuannya, manusia merupakan salah satu dari beberapa faktor dari produksi yang
sangat sulit dikendalikan. Hal ini disebabkan oleh adanya ciri dan sifat khusus
dari faktor produksi tersebut. Kondisi ini seringkali menimbulkan
kesulitan-kesulitan apabila tidak dipahami dengan baik.
Praktek
sumber daya manusian (SDM) yang antara lain dikemukakan oleh Simamora (2007:3)
menjelaskan : manajemen sumber daya manusia adalah pendayagunaan, pengembangan,
penilaian, pemberian balas jasa dan pengelolaan individu anggota oganisasi atau
kelompok pekerja; manajemen sumber daya manusia (MSDM) juga menyangkut design
dan implementasi sistem perencanaan, penyusunan karyawan, pengembangan
karyawan, pengelolaan karier, evaluasi kinerja, kompensasi karyawan dan
hubungan perburuhan yang mulus.
Menurut
Simamora (2007:20), praktek sumber daya yang baik akan menghasilkan peningkatan
kemampuan sebuah organisasi untuk menarik dan mempertahankan orang-orang
terbaik. Perencanaan menjadikan perusahaan lebih sadar terhadap tipe
orang-orang yang dibutuhkan dalam jangka pendek, jangka menengah dan jangka
panjang.
Disadari
atau tidak, sumber daya manusia/karyawan yang handal dalam perusahaan tidak
dapat menjamin bahwa mereka akan otomatis sukses dalam pekerjaannya. Permintaan
pekerjaan dan kemampuan karyawan harus diseimbangkan melalui program komitmen
organisasi, motivasi dan kompensasi.
Kegiatan tersebut sangat diperlukan dalam perusahaan. Apabila karyawan memiliki
komitmen organisasi yang baik, pimpinan senantiasa memberikan motivasi serta
pemberian kompensasi atas prestasi kerja yang telah dihasilkan/diberikan
kayawan untuk kepentingan perusahaan. Melalui komitmen organisasi,
motivasi dan kompensasi yang diberikan
oleh perusahaan, diharapkan kinerja karyawan terus meningkat dan semakin
optimal yang pada akhirnya dapat meningkatkan rasa memiliki dan rasa tanggung
jawab dari individu karyawan lebih besar untuk tecapainya tujuan organisasi.
Menurut Iksan dan Muhammad (2005:121)
mengemukakan kinerja merupakan usaha ntuk mencapai suatu prestasi oleh
organisasi dalam periode tertentu. Kinerja merupakan kondisi yang harus
diketahui dan diinformasikan kepada pihak-pihak tertentu untuk mengetahui
tingkat pencapaian hasil suatu instansi dihubungkan dengan visi yang diemban
suatu organisasi serta mengetahui dampak positif dan negative suatu kebijakan
operasional yang diambil. Informasi mengenai kinerja suatu instansi pemerintah,
akan dapat diambil tindakan yang diperlukan seperti koreksi atas kebijakan,
meluruskan kegiatan-kegiatan utama, dan tugas pokok instansi, bahan untuk
perencanaan, menentukan tingkat keberhasilan instansi untuk memutuskan suatu
tindakan, dan lain-lain. Menurut Setiawan dan Waridin (2006:83), kinerja
karyawan merupakan hasil atau prestasi
kerja karyawan yang dinilai dari segi kualitas maupun kantitas berdasarkan
standar yang ditentukan oleh pihak organisasi. Kinerja yang baik adalah kinerja
yang optimal yaitu kinerja yang sesuai standar organisasi dan mendukung
tercapainya tujuan organisasi. Organisasi yang baik adalah organisasi yang
berusaha meningkatkan kemampuan sumber daya manusianya, karena hal tersebut
merupakan faktor kunci untuk meningkatkan faktor kinerja karyawan. Peningkatan
kinerja karyawan akan membawa kemajuan bagi perusahaan untuk dapat bertahan
dalam suatu persaingan yang tidak stabil. Oleh karena itu upaya-upaya untuk
meningkatkan kinerja karyawan merupakan tantangan managemen yang paling serius
karena keberhasilan mencapai tujuan dan
kelangsungan hidup perusahaan tergantung pada kualitas kinerja sumber daya
manusia yang ada didalamnya.
Komitmen
organisasi berkaitan dengan sejauh mana seorang karyawan memiliki keberpihakan
terhadap organisasi. Komitmen adalah keterikatan emosional dan keterlibatan
seseorang pada suatu organisasi. Komitmen organisasi dipengaruhi dan berkembang
apabila keterlibatan dalam organisasi terbukti menjadi pengalaman yang yang
memuaskan yaitu dapat memberikan kesempatan untuk melakukan pekerjaan dengan
semakin baik atau menghasilkan kesempatan untuk mendapatkan skill yang berharga. Artinya komitmen
karyawan terhadap organisasi mempengaruhi kinerja karyawan itu sendiri (Miyer
dalam Fioreto, 2006:56)
Motivasi
adalah dorongan, upaya dan keinginan yang ada di dalam diri manusia yang
mengaktifkan, memberi daya serta mengarahkan perilaku untuk melaksakan
tugas-tugas yang baik dalam lingkup pekerjaannya. Robbins (2006:34) mendefinisikan
motivasi adalah sebagai proses yang ikut menentukan intensitas, arah dan
ketekunan individu dalam usaha mencapai sasaran. Motivasi sebagai proses yang
bermula dari kekuatan dalam hal fisiologi dan psikologis atau kebutuhan yang
mengakibatkan perilaku atau dorongan yang ditujukan pada sebuah tujuan atau
insentif. Pengaruh motivasi terhadap
kinerja karyawan menunjukkan hasil yang sejajar.
Pemberian
kompensasi merupakan salah satu pemenuhan kebutuhan fisik, yang mempengaruhi
motivasi yang pada gilirannya mempengaruhi perilaku karyawan. Pemberian
kompensasi yang tepat dalam arti memenuhi persyaratan adil dan layak merupakan
salah satu fungsi departemen personalia yang sulit dilaksanakan. Kompensasi
merupakan salah satu motivasi orang bekerja yang diterima sebagai imbalan
prestasi yang diberikannya kepada perusahaan. Menurut Nawawi (2005:35)
menjelaskan kompensasi bagi organisasi berarti penghargaan / ganjaran yang
diberikan kepada para pekerja yang telah memberikan kontribusi dalam melanjukan
tujuannya, melalui kegiatan yang disebut bekerja.
Berdasarkan
pengamatan penulis dan hasil wawancara dengan pimpinan PT. Bank Mandiri
Pamekasan terjadi fenomena kinerja karyawan masih belum optimal dan cenderung
menurun. Indikator penurunan ini terlihat dari banyaknya keluhan yang datang
dari nasabah berkaitan dengan pelayanan. Keluhan tersebut antara lain: 1) Nasabah
harus menunggu terlalu lama untuk memperoleh pelayanan bank. 2) Proses
pengajuan kredit sampai dengan pencairan kredit membutuhkan waktu yang cukup
lama. Penyebab menurunnya kinerja karyawan antara lain karena komitmen
organsasi, motivasi karyawan serta
kompensasi yang belum maksimal.
Berdasarkan uraian dan fenomena yang
terjadi pada PT. Bank Mandiri Pamekasan yang telah diuraikan, maka perlu
dilakukan penelitian dengan judul Pengaruh Komitmen Organisasi, Motivasi, dan
Kompensasi Terhadap Kinerja Karyawan pada
PT Bank Mandiri Pamekasan.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang
diatas, maka disusunlah rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana deskripsi komitmen organisasi, motivasi,
kompensasi dan kinerja karyawan PT Bank Mandiri Pamekasan?
2. Apakah komitmen organisasi, motivasi, dan
kompensasi berpengaruh secara simultan terhadap kinerja karyawan PT Bank
Mandiri Pamekasan?
3. Apakah komitmen organisasi, motivasi, dan
kompensasi berpengaruh secara parsial terhadap kinerja karyawan PT Bank Mandiri
Pamekasan?
4. Variabel manakah diantara komitmen organisasi,
motivasi dan kompensasi yang berpengaruh dominan terhadap kinerja karyawan PT.
Bank Mandiri Pamekasan?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan
rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui :
- Untuk mengetahui dan mendeskripsikan komitmen
organisasi, motivasi, kompensasi dan kinerja karyawan PT Bank Mandiri
Pamekasan.
- Untuk mengetahui pengaruh variabel komitmen
organisasi, motivasi dan kompensasi secara simultan terhadap kinerja
karyawan PT Bank Mandiri Pamekasan
- Untuk mengetahui pengaruh variabel komitmen
organisasi, motivasi dan kompensasi secara parsial terhadap kinerja karyawan PT Bank
Mandiri Pamekasan.
- Untuk mengetahui variabel manakah diantara komitmen
organissi, motivasi dan kompensasi yang berpengaruh dominan terhadap
kinerja karyawan PT. Bank Mandiri Pamekasan.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat
yang diharapkan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
- Manfaat Praktis
Diharapkan dari hasil penelitian ini
dapat memberikan informasi dan sumbangan bagi organisasi khususnya bagi
manajemen PT. Bak Mandiri Pamekasan dalam mengelola dan mengembangkan SDM guna
meningkatkan kinerja karyawan.
- Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan
dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan
dan bermanfaat bagi peneliti-peneliti selanjutnya, khususnya pengembangan ilmu
manajemen sumber daya manusia.
|
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Kinerja Karyawan
Landasan yang sesungguhnya dalam suatu
organisasi adalah kinerja. Jika tidak ada kinerja maka seluruh bagian
organisasi tidak dapat tercapai. Keberhasilan suatu organisasi dipengaruhi oleh
kinerja (job performance) sumber daya
manusia, untuk itu setiap perusahaan akan berusaha meningkatkan kinerja pegawai
dalam mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Menurut Wibowo (2007:7) istilah kinerja, secara etimologi, kinerja
berasal dari kata job performance. Adapula
yang memberikan pengertian performance sebagai
hasil kerja atau prestasi kerja. Namun sebenarnya kinerja mempunyai makna yang
lebih luas bukan hanya hasil kerja tetapi termasuk bagaimana proses pekerjaan
secara langsung.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
menyebutkan bahwa kinerja adalah sesuatu yang dicapai, prestasi yang
diperlihatkan, dan kemampuan kerja. Kinerja dikatakan tinggi apabila suatu
target dapat diselesaikan pada waktu yang tepat atau tidak melampaui batas
waktu yang disediakan. Kinerja menjadi rendah jika diselesaikan melampaui batas
waktu yang disediakan bahkan tidak sama sekali tidak terselesaikan.
|
Hasibuan (2006:94)
menjelaskan bahwa kinerja adalah hasil kerja yang dicapai seseorang dalam
melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya didasarkan atas kecakapan,
pengalaman, kesungguhan, serta waktu yang digunakan untuk menyelesaikan
pekerjaan. Menurut Prawirosentono (2008:2) kinerja adalah hasil kerja yang
dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam organisasi, sesuai dengan
wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka upaya mencapai tujuan
organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan
moral maupun etika. Kinerja merupakan kemampuan mencapai
persyaratan-persyaratan pekerjaan dimana suatu target kerja dapat diselesaikan
pada waktu yang tepat atau tidak melampaui batas waktu yang disediakan sehingga
tujuan organisasi dapat tercapai.
Kinerja pada dasarnya adalah apa yang
dilakukan atau tidak dilakukan karyawan. Sedangkan kinerja karyawan adalah
hasil kerja yang dicapai oleh seorang karyawan atau organisasi dalam
melaksanakan tugas dan pekerjaan sesuai tanggungjawab dan wewenang yang
diberikan kepadanya mencakup:
1.
Kuantitas
output.
2.
Kualitas
output.
3.
Jangka waktu
output.
4.
Kehadiran di
tempat kerja.
5.
Sikap
kooperatif.
Mathis dan Jackson (2009:67), menyatakan
penilaian kinerja karyawan adalah masalah penting bagi seluruh pengusaha,
sedangkan kinerja yang memuaskan tidak terjadi secara otomatis; dimana hal ini
cenderung akan makin terjadi dengan menggunakan sistem penilaian manajemen yang
baik. Sistem manajemen kinerja (performance
management sistem) terdiri dari proses-proses untuk mengidentifikasikan,
mendorong, mengukur, mengevaluasi, meningkatkan dan memberi penghargaan
terhadap kinerja para karyawan yang dipekerjakan.
Sistem manajemen kinerja yang tidak
efektif dapat menyebabkan beban yang besar, agar sistem manajemen kerja efektif
dan mengalami peningkatan maka akan menjadi seperti:
1.
Konsisten
dengan misi dan strategi organisasi.
2.
Menguntungkan
sebagai alat pengembangan.
3.
Bermanfaat
sebagai alat administrasi.
4.
Legal dan
terkait dengan pekerjaan.
5.
Secara umum
dipandang cukup adil oleh para karyawan.
6.
Bermanfaat
dalam mendokumenkan kinerja karyawan.
Prestasi kerja atau kinerja
karyawan (job performance) adalah
hasil kerja yang dicapai oleh seorang karyawan atau organisasi dalam
melaksanakan tugas dan pekerjaan sesuai tanggung jawab dan wewenang yang
diberikan padanya. Bernadin dan Russel (2005:397), memberi batasan mengenai
performansi sebagai “the record of
outcomes produced on a specified job function or activity during, a specified
time periode” (catatan outcome yang dihasilkan dari fungsi suatu pekerjaan
tertentu atau kegiatan selama suatu periode waktu tertentu). Sedangkan
penilaian performansi adalah “ a way of
measuring the contributions of individuals to the their organization”
(suatu cara mengukur kontribusi-kontribusi dari individu-individu anggota
organisasi kepada organisasinya).
Mangkunegara (2005:67)
mengatakan bahwa kinerja adalah hasil kerja secara kuantitas dan kualitas yang
dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai tanggung jawab
yang diberikan keadanya. Dari berbagai uraian di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa kinerja atau prestasi kerja adalah hasil yang dicapai oleh seorang
karyawan atau organisasi berdasarkan kriteria yang berlaku untuk pekerjaan
tersebut dalam suatu kurun waktu yang telah ditetapkan. Artinya bahwa bila
aktivitas seseorang atau organisasi dapat mencpai hasil sesuai standar yang
berlaku, maka dpat dikatakan berkinerja baik dan bila sebaliknya berarti berkinerja
buruk.
Untuk mengetahui kinerja
seorang karyawan atau organisasi, maka perlu dilakukan pengukuran atau
penilaian untuk mengetahuinya. Berbagai teknik dapat digunakan untuk mengukur
kinerja sesuai dengan kebutuhan dan tujuan dari perusahaan. Sistim penilaian
kinerja yang efektif akan memberikan informasi hasil yang bermanfaat bagi
perusahaan terutama dalam pengambilan keputusan sehubungan dengan pekerjaan
karyawan.
Suatu sistim penilaian
kinerja yang efektif harus mengidentifikasikan kinerja yang sesuai dengan
standart, mengukur kriteria-kriteria yang harus diukur, dan selanjutnya memberi
umpan balik (Feedback) informasi
kepada karyawan serta bagian personalia.
Davis dan Werther (dalam Handoko, 2008:132),
mengatakan bahwa sistem penilaian kinerja yang efektif harus
mengidentifikasikan kinerja yang sesuai dengan standar, mengukur
kriteria-kriteria yang harus diukur, dan selanjutnya memberi umpan balik atau informasi
kepada karyawan serta bagian personalia.
Beberapa elemen kunci dalam penilaian kinerja digambarkan pada 2.1 berikut:
Gambar : 2.1
Elemen Penilaian Prestasi Kerja
![]() |
Sumber : Davis Wherter
(dalam Handoko, 2008:132)
Penilaian kinerja adalah proses untuk
mengukur kinerja pegawai berdasarkan peraturan yang telah ditetapkan, dengan
cara membandingkan sasaran (hasil kerjanya) dengan persyaratan deskripsi
pekerjaan yaitu standar pekerjaan yang telah ditetapkan atau ditentukan selama
periode tertentu. Siagian (2005:225) menyatakan bahwa kinerja adalah suatu
pendekatan dalam melakukan penilaian prestasi kerja para pegawai yang
didalamnya terdapat berbagai faktor seperti:
1. Penilaian dilakukan pada manusia sehingga di
samping memiliki kemampuan tertentu juga tidak luput dari berbagai kelemahan
dan kekurangan.
2. Penilaian yang dilakukan pada serangkaian tolak
ukur tertentu yang realistis, berkaitan langsung dengan tugas seseorang serta
kriteria yang ditetapkan dan diterapkan secara obyektif.
3. Hasil penilaian harus disampaikan kepada pegawai
yang dinilai dengan lima maksud, yaitu:
a. Apabila penilaian tersebut positif maka penilaian
tersebut menjadi dorongan kuat bagi pegawai yang bersangkutan untuk lebih
berprestasi lagi pada masa yang akan datang sehingga kesempatan meniti karier
lebih terbuka baginya.
b. Apabila penilaian tersebut bersifat negatif maka
pegawai yang bersangkutan mengetahui kelemahannya dan dengan sedemikian rupa
mengambil berbagai langkah yang diperlukan untuk mengatasi kelemahan tersebut.
c. Jika seseorang merasa mendapat penilaian yang
tidak obyektif, kepadanya diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan
sehingga pada akhirnya ia dapat memahami dan menerima hasil penilaian yang
diperolehnya.
d. Hasil penilaian yang dilakukan secara berkala itu
terdokumentasikan secara rapi dalam arsip kepegawaian setiap pegawai sehingga
tidak ada informasi yang hilang, baik yang sifatnya menguntungkan maupun yang
merugikan pegawai yang bersangkutan.
e. Hasil penilaian prestasi kerja setiap orang
menjadi bahan yang selalu turut dipertimbangkan dalam setiap keputusan yang
diambil mengenai mutasi pegawai, baik dalam arti promosi, alih tugas, ahli
wilayah, demosi maupun dalam pemberhentian tidak atas permintaan sendiri.
Penilaian kinerja ini begitu
pentingnya, sehingga perlu dilaksanakan secara cermat karena kesalahan dalam
pelaksanaannya akan berakibat pada keseluruhan mekanisme penyelenggaraan
aktivitas perusahaan.
Berkaitan dengan kekuatan sumber daya
manusia, maka Rao, (2006:112), mengungkapkan bahwa kekuatan setiap organisasi
adalah terletak pada orang-orangnya, sehingga dengan demikian prestasi dari
organisasi tiak dapat dipisahkan daripada prestasi yang telah dicapai oleh
seluruh individu dalam organisasi bersangkutan.
Tabel : 2.1
Penyebab Karyawan Berkinerja Baik dan Buruk
Mengapa
dibalik keberhasilan dn kegagalan
Internal (pribadi) Eksternal (lingkungan)
|
||
Kinerja baik
|
·
Kemampuan
tinggi
·
Kerja keras
|
·
Pekerjaan
mudah
·
Nasib baik
·
Bantuan
dari rekan-rekan kerja
·
Pimpinan
yang baik
|
Kinerja Buruk
|
·
Kemampuan
rendah
·
Upaya
sedikit
|
·
Pekerjaan
sulit
·
Naib buruk
·
Rekan-rekan
kerja tidak produktif
·
Pimpinan
yang tidak simpatik
|
Sumber : (Rao, 2006:112)
Berdasarkan Tabel 2.1 dapat dipahami
bahwa persoalan kinerja adalah sesuatu yang merupakan variabel yang dapat
dipengaruhi oleh faktor lain atau dengan kata lain sesuatu yang dapat dirubah
dengan jalan tertentu. Tentu saja melalui proses yang tertuang dalam proses
pengembangan individu maupun lingkungan di mana mereka bekerja.
Demikian pula pandangan yang sama
telah diungkap oleh Gibson (2007:57) yang mengungkap bahwa setiap kinerja
individu adalah juga menjadi kinerja organisasi. Oleh karena itu faktor yang
menjadi perhatian pokok dari organisasi di masa yang akan datang adalah
bagaimana organisasi dapat menempatkan peningkatan kinerja individu dalam merangsang
meningkatnya kinerja organisasi secara komulatif.
Para ahli menyimpulkan bahwa terdapat
berbagai faktor yang dapat digunakan untuk menjelaskan perubahan variabel
kinerja individu. Gibson misalnya mengemukakan bahwa model teori kinerja dalam
dijelaskan melalui sejumlah variabel yang mempengaruhi perilaku seseorang.
Variabel individu dikelompokkan pada sub variabel kemampuan dan keterampilan,
latar belakang dan kondisi geografis mereka. Sub variabel kemampuan dan
keterampilan merupakan faktor utama dan pokok yang mempengaruhi secara langsung
kondisi perilaku dan kinerja individu. Sedangkan variabel demografis mempunyai
efek yang tidak langsung terhadaop pola perilaku dan kinerja individu dalam
organisasi. Dalam kerangka pemikiran ini Gibson kemudian memperdalam dengan
memasukkan variabel psikologis yang dianggapnya sebagai suatu variabel yang
agak sulit diintervensi secara ril. Variabel ini menurut Gibson adalah sesuatu
yang banyak dipengaruhi oleh faktor keluarga, pengalaman kerja dan demografis.
Penelitian yang dilakukan oleh Gibson,
(2007:63), tersebut menggunakan sampel pekerja Amerika dengan berbagai latar
budaya dan persepsi mereka masing. Dalam kaitan ini model yang dicoba untuk
dikembangkan diindonesia dalam setting perusahaan dan organisasi adalah model
yang menggunakan pendekatan budaya dan budaya yang lebih bersifat ke
indonesiaan. Dalam hal demikian faktor budaya dan upaya terencana dalam
perspektif pengembangan sumber daya manusia menjadi pilihan yang dapat
dianalisis lebih lanjut terhadap meningkatnya kinerja pegawai.
1.
Tujuan dan
Pentingnya Penilaian Kinerja
Suatu penilaian kineja dilakukan
dengan tujuan yang beragam sesuai kebutuhan perusahaan, Menurut Schuler dan Jackson
(2008:87), yang dialih bahasakan oleh Rosyid dan Pasia, bahwa terdapat beberapa
tujuan informasi kinerja yang berbeda-beda yang dapat dikelompokkan dalam empat
kategori, yaitu: (1) evaluasi yang menekankan perbandingan antar-orang; (2)
pengembangan yang menekankan perubahan-perubahan dalam diri seseorang dengan
berjalannya waktu; (3) pemeliharaan sistim; dan (4) dokumentasi
keputusan-keputusan sumber daya manusia.
Seberapa efektif
penilaian kinerja dalam mencapai tujuan-tujuan tersebut, tergantung pada
seberapa sukses organisasi mensejajarkan dan mengintegrasikan penilaian kinerja
dengan sasaran bisnis strategis. Hal ini dimaksudkan karena beberapa alasan :
Pertama; penilaian kinerja strategis mensejajarkan tujuan individu dengan
tujuan organisasi, yaitu menambahkan deskripsi tindakan yang harus
diperlihatkan karyawan dan hasil-hasil yang hams mereka capai agar suatu
strategi bisa hidup. Kedua, proses semacam ini menjadi sarana untuk mengukur
kontribusi masing-masing unit kerja dan masing-masing karyawan. Ketiga,
evaluasi kinerja memberikan kontribusi kepada tindakan dan keputusan-keputusan
administratif yang mempertinggi dan mempermudah strategi, seperti menilai
tingkat keterampilan karyawan saat ini dan merencanakan bagaimana menyiapkan
tenaga kerja untuk waktu yang akan datang. Alasan keempat, mengaitkan penilaian
kinerja dengan kebutuhan bisnis adalah potensinya untuk mengidentifikasi
kebutuhan bagi strategi dan program-program baru. Untuk mencapai baerbagai
tujuan di atas, maka sebuah organisasi/ perusahaan perlu mengembangkan suatu
sistim manajemen kinerja yang mampu mendukung pengembangan dan pemanfaatan
penilaian kinerja.
Dalam pengukuran
kinerja harus memenuhi dua syarat utama agar pengukuran kinerja berjalan secara
efektif, yaitu adanya kriteria prestasi kerja yang dapat diukur secara
obyektifitas dalam pengukuran.
Menurut Gomes (2006:164)
ada tiga kualifikasi penting bagi pengembangan kriteria prestasi kerja yang
dapat diukur secara obyektif, yaitu:
1.
Relevancy, menunjukkan tingkat kesesuaian antara kriteria dengan tujuan-tujuan
prestasi kerja.
2.
Reliability, menunjukkan tingkat kriteria menghasilkan hasil yang konsisten.
3.
Discrimination, menunjukkan tingkat dimana suatu kriteria prestasi kerja dapat
memperlihatkan perbedaan-perbedaan dalam tingkat prestasi kerja.
Selain itu, bila
dilihat dari titik acuan pelaksanaan penilaian, maka terdapat tiga tipe
kriteria pengukuran prestasi kerja yang saling berbeda, yaitu : 1). Pengukuran
prestasi kerja berdasarkan hasil, dimana tipe ini merumuskan pekerjaan
berdasarkan pencapaian tujuan organisasi atau mengukur hasil akhir; 2). Pengukuran
prestasi kerja berdasarkan perilaku, dimana tipe ini mengukur sarana pencapaian
sasaran dan bukannya hasil akhir; 3). Pengukuran prestasi kerja berdasarkan
“judgement”, dimana tipe ini mengukur prestasi kerja berdasarkan deskripsi
perilaku tertentu yaitu jumlah kerja yang dilakukan, luasnya pengetahuan
tentang pekerjaan, kesediaan, kepribadian, kepemimpinan dan sejenisnya.
Bernardin dan Rusel
(dalam Gomes, 2006:166) mengajukan enam kriteria primer yang dapat digunakan
untuk mengukur kinerja, yaitu:
1.
Quality, menyangkut tingkat sejauhmana proses atau hasil pelaksanaan kegiatan
mendekati kesempurnaan atau mendekati tujuan yang diharapkan.
2.
Quantity, menyangkut jumlah yang dihasilkan, misalnya jumlah Rupiah, jumlah unit,
jumlah siklus, kegiatan yang diselesaikan.
3.
Timelines, adalah tingkat sejauhmana suatu kegiatan yamg diselesaikan sesuai waktu
yang dikehendaki dengan memperhatikan koordinasi output lain serta waktu yang
tersedia untuk kegiatana lain.
4.
Cost-Efectivenese, adalah tingkat sejauhmana tingkat penggunaan
daya organisasi (manusia, keuangan, teknologi, material) dimaksimalkan untuk
mencapai hasil tinggi, atau pengurangan kerugian dari setiap unit penggunaan
sumber daya.
5.
Need for supervisor, merupakan tingkat sejauhmana seorang pejabat
dapat melaksanakan suatu fungsi pekerjaan tanpa memerlukan pengawasan seorang
supervisor untuk mencegah tindakan yang kurang diinginkan.
6.
Interpersonal impact merupakan
tingkat sejauhmana karyawan memelihara harga diri, nama baik dan kerja sama
diantara rekan kerja dan bawahan.
Secara lebih spesifik, tujuan dari
evaluasi kinerja sebagaimana dikemukakan Sunyoto (dalam Mangkunegara, 2005:67) adalah :
1.
Meningkatkan
saling pengertian antara karyawan tentang persyaratan kinerja.
2.
Mencatat dan
mengakui seorang karyawan, sehingga mereka termotivasi untuk berbuat yang lebih
baik, atau sekurang-kurangnya berprestasi sama dengan prestasi yang terdahulu.
3.
Memberikan
peluang kepada karyawan untuk mendiskusikan keinginan dan aspirasinya dan
meningkatkan kepedulian terhadap karir atau terhadap pekerjaan yang diembannya
sekarang.
4.
Mendefinisikan
atau merumuskan kembali sasaran masa depan, sehingga karyawan termotivasi untuk
berprestasi sesuai dengan potensinya.
5.
Memeriksa
rencana pelaksanaan dan pengembangan yang sesuai dengan kebutuhan pelatihan,
khusus rencana diklat, dan kemudia menyetujui rencana itu jika tidak ada
hal-hal yang perlu diubah.
Menurut Gomes (2006:170) tujuan
penilaian performansi, secara umum, dapat dibedakan atas dua macam, yakni:
1.
Untuk
mereward performansi sebelumnya (to reward
past performance)
2.
Untuk
memotivasikan perbaikan performansi pada waktu yang akan datang (to motivate future performance
improvement).
2.1.2. Komitmen Organisasi
Secara teoritis terdapat perbedaan
dalam mendefinisikan konsep komitmen organisasi di antara para ahli dan
peneliti (Karim dan Noor, 2006:78). Sehingga berkembang dan tercipta beberapa
pengertian atau definisi yang berbeda mengenai konsep komitmen organisasi dari
berbagai disiplin ilmu.
Terdapat beberapa pendekatan yang
berbeda untuk mendefinisikan komitmen organisasi. Pendekatan-pendekatan
tersebut antara lain pendekatan perilaku, pendekatan sikap dan pendekatan multi
dimensional (Zangaro, 2008:14). Pendekatan sikap berfokus pada proses berpikir
individu tentang hubungan mereka dengan organisasi. Individu akan
mempertimbangkan kesesuaian nilai dan tujuan mereka dengan organisasi.
Komitmen organisasi yang tinggi akan
ditunjukkan dengan keyakinan yang dan
penerimaan terhadap nilai-nilai serta tujuan dari organisasi tersebut.
Sedangkan pendekatan perilaku berhubungan dengan proses dimana individu itu
telah terkait dengan organisasi tertentu. Komitmen individu tersebut ditunjukkan
dengan adanya tindakan. Individu dengan komitmen yang tinggi akan tetap berada
di organisasi dan akan mempunyai pandangan yang positif tentang organisasinya.
Selain itu akan menunjukkan perilaku yang konsisten untuk tetap mempunyai
persepsi diri yang positif. Ada beberapa tokoh yang menggunakan pendekatan
perilaku untuk mendefinisikan komitmen
organisasi, diantaranya adalah Salancik. Salancik mengartikan komitmen organisasi
sebagai kekuatan yang menjadikan individu bersedia bertindak berdasarkan
kepercayaan, yang dibuktikan dengan aktivitas dan keterlibatan.
Komitmen organisasi itu sendiri
memiliki dasar yang berbeda-beda secara
psikologis. Untuk itu perlu meneliti komitmen organisasi dengan menggunakan
pendekatan secara multidimensional. Allen & Meyer (dalam Soekidjan,
2009:18) melakukan penelitian secara multidimensional tentang komitmen
organisasi. Ia mendefinisikan komitmen organisasi sebagai kondisi psikologi
yang menunjukkan karateristik hubungan antara pekerja dengan organisasi dan
mempunyai pengaruh dalam keputusan untuk tetap melanjutkan keanggotaannya di dalam organisasi tersebut.
Menurut Allen dan Meyer (dalam soekidjan,
2009:20) terdapat tiga komponen dalam komitmen organisasi, yaitu:
1. komponen affective. Komponen ini
menunjukkan kelekatan emosional pekerja, mengidentifikasikan dirinya dan
menunjukkan keterlibatannya di dalam organisasi tersebut. Dimana pekerja yang
memiliki komponen afektif yang tinggi melanjutkan keanggotaannya ke dalam
organisasi karena memang hal itulah yang mereka inginkan untuk tetap berada di
organisasi.
2. Komponen continuance. Karena ini
menunjukkan kesadaran tentang kerugian yang di hadapi seorang pekerja bila dia
meninggalkan pekerjaannya. Pekerja yang mau berada di organisasi berdasarkan
komponen continuance karena memang mereka membutuhkan organisasi.
3. Komponen normative. Komponen ini
mencerminkan perasaan tentang kewajiban untuk tetap bekerja di organisasi.
Pekerja dengan komponen normatif yang tinggi merasa harus tetap berada di
organisasi.
2.1.2.1. Pendekatan
Komitmen Organisasi
Komitmen di dalam satu organisasi
dapat di pengaruhi oleh beberapa faktor.
Pendekatan multidimensional akan lebih menjelaskan hubungan pekerja dengan
organisasi yang mempekerjakannya (Cetin,
2007:76). Van Dyne dan Graham (dalam Coetzee, 2005:231) menyebutkan beberapa
faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi seseorang berdasarkan pendekatan
multidimensional, yaitu:
1.
Personal Factors
Ada beberapa faktor personal yang
mempengaruhi latar belakang pekerja, antara lain usia, latar pekerja, sikap dan
nilai serta kebutuhan intrinsik pekerja. Ada banyak penelitian yang menunjukkan
bahwa beberapa tipe pekerja memiliki komitmen yang lebih tinggi pada
organisasi. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, pekerja yang lebih teliti,
ekstrovert, dan mempunyai pandangan positif terhadap hidupnya (optimis)
cenderung lebih berkomitmen. Selain itu, pekerja yang berorientasi kepada kelompok, memiliki
tujuan serta menujukkan kepedulian terhadap kelompok, juga merupakan tipe
pekerja yang lebih terikat kepada keanggotaannya. Pekerja yang merempati mau
menolong sesama (altruistic) juga lebih cenderung menunjukkan perilaku
sebagai anggota kelompok pada pekerjaannya.
2.
Situational
Factors
a. Workpace values
Pembagian nilai merupakan komponen
yang penting dalam setiap hubungan atau perjanjian. Nilai yang tidak terlalu
kontroversial (kualitas, inovasi, kerjasama, partisipasi) akan lebih mudah
dibagi dan akan membangun hubungan yang lebih dekat. Jika pekerja percaya pada
nilai kualitas produk organisasi, mereka akan terikat pada perilaku yang
berperan dalam meningkatkan kualitas. Jika pekerja yakin pada nilai partisipasi
organisasi, mereka akan lebih merasakan bahwa partisipasi mereka akan membuat
suatu perbedaan. Konsekuensinya, mereka akan lebih bersedia untuk mencari
solusi dan membuat saran untuk kesuksesan suatu organisasi.
- Subordinate-supervisor
interpersonal relationship
perilaku dari supervisor merupakan suatu hal yang
mendasar dalam menentukan tingkat kepercayaan interpersonal dalam unit
pekerjaan. Perilaku dari supervisor seperti berbagai informasi yang
penting, membuat pengaruh yang baik, menyadari dan menghargai unjuk kerja yang
baik dan tidak melukai orang lain. Butler (dalam Coetzee, 2005:233)
mengidentifikasi perilaku supervisor yaitu memfasilitasi kepercayaan interpersonal
yaitu kesediaan, kompetensi, konsistensi, bijaksana, adil, jujur, loyalitas,
terbuka, menepati janji, mau menerima, dan kepercayaan. Secara lebih luas
apabila supervisor menunjukkan perilaku yang disebutkan ini maka akan
mempengaruhi tingkat komitmen bawahannya.
- Job
characteristics
Berdasarkan Jernigan, Beggs dan Kohut
(dalam Coetzee, 2005:234) kepuasan terhadap otonomi, status, dan kepuasan
terhadap organisasi adalah predictor yang signifikan terhadap komitmen
organisasi. Hal merupakan karakteristik pekerjaan yang dapat meningkatkan
perasaan individu terhadap tanggung jawabnya, dan keterikatan terhadap
organisasi.
- Organizational
support
Ada hubungan yang sifnifikan antara
komitmen pekerja dan kepercayaan pekerja terhadap keterikatan dengan
organisasinya. Berdasarkan penelitian, pekerja akan lebih bersedia untuk
memenuhi panggilan diluar tugasnya ketika mereka bekerja di organisasi yang
memberikan dukungan serta menjadikan keseimbangan tanggung jawab pekerjaan dan
keluarga menjadi lebih mudah, mendampingi mereka menghadapi masa sulit,
menyediakan keuntungan bagi mereka dan membantu anak mereka melakukan seseuatu yang
mereka tidak dapat lakukan.
3.
Positional
Factor
a.
Organizational
tenure
Beberapa penelitian menyebutkan adanya
hubungan antara masa jabatan dan hubungan pekerja dengan organisasi. Penelitian
menunjukkan bahwa pekerja yang lebih lama bekerja di organisasi akan lebih
mempunyai hubungan yang kuat dengan organisasi tersebut.
b.
Hierarchical job level
Penelitian menunjukkan bahwa status
sosial ekonomi menjadi satu-satunya prediktor yang kuat dalam komitmen
organisasi. Hal ini terjadi karena status yang tinggi akan merujuk pada
peningkatan motivasi dan kemampuan untuk terlibat secara aktif. Secara umum,
pekerja yang jabatannya lebih tinggi akan memiliki tingkat komitmen organisasi
yang lebih tinggi pula bila dibandingkan dengan para pekerja yang jabatannya
lebih rendah. Ini dikarenakan posisi atau kedudukan yang tinggi membuat pekerja
dapat mempengaruhi keputusan organisasi, mengindikasikan status yang tinggi,
menyadari kekuasaan formal dan kompetensi yang ada dalam kontribusi mereka.
2.1.2.2. Faktor-Faktor
Komitmen Organisasi
Menurut Martin dan Nicholas (dalam
Kurniasari, 2005:82) ada tiga pilar besar yang membentuk komitmen organisasi.
Ketiga pilar itu meliputi:
1. Adanya perasaan menjadi bagian dari organisasi (a
sense of belonging to the organization). Untuk mencapai rasa memiliki
tersebut, maka salah satu pihak dalam
manajemen harus mampu membuat pekerja :
a. Mampu mengidentifikasi dirinya terhadap organisasi
b. Merasa yakin bahwa apa yang
dilakukannya/pekerjaannya adalah berharga bagi organisasi tersebut.
c. Merasa nyaman dengan organisasi tersebut
d. Merasa mendapatkan dukungan yang penuh dari
organisasi dalam bentuk misi yang jelas (apa yang direncanakan untuk
dilakukan), nilai-nilai yang ada (apa yang diyakini sebagai hal yang penting
oleh manajemen) dan norma-norma yang berlaku (cara-cara berperilaku yang bisa
diterima oleh organisasi)
2. Perasaan bergairah terhadap pekerjaan (a sense
of excaitement in the job) perasaan seperti ini bisa dimunculkan dengan
cara :
a. Mengenali faktor-faktor motivasi instrinsik dalam
mengatur desain pekerjaan (job design)
b. Kualitas kepemimpinan
c. Kemauan dari manajer dan supervisor untuk
mengenali bahwa motivasi dan komitmen karyawan bisa meningkat jika ada
perhatian yang terus menerus, memberi delegasi atas wewenang serta memberi
kesempatan serta ruang yang cukup bagi karyawan untuk menggunakan keterampilan
dan keahliannya secara maksimal
3. Pentingnya rasa memiliki (ownership)
Rasa memiliki bisa muncul jika pekerja
merasa bahwa mereka benar-benar diterima menjadi bagian atau kunci penting dari
organisasi. Konsep penting dari ownership akan meluas dalam bentuk partisipasi
dalam membuat keputusan-keputusan dan mengubah praktek kerja, yang pada
akhirnya akan mempengaruhi keterlibatan pekerja. Jika pekerja merasa dirinya
dilibatkan dalam membuat keputusan dan jika mereka merasa idenya didengar serta
kontribusi yang ada pada hasil yang dicapai, maka mereka akan cenderung
menerima keputusan-keputusan atau perubahan-perubahan yang dilakukan. Hal ini
dikarenakan mereka merasa dilibatkan, bukan karena dipaksa.
2.1.3. Motivasi
Membahas motivasi merupakan salah satu
hal yang penting dalam kerangka pengembangan sumber daya manusia yang dalam hal
ini berkaitan erat dengan pemimpin dan yang dipimpin atau bawahan dengan
prestasi kerja sebagai hasil dari interaksi antar pemimpin dengan yang
dipimpin. Suatu organisasi atau perusahaan didirikan untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan sebelumnya, dimana tujuan tersebut berupa tujuan jangka
panjang, menengah dan tujuan jangka pendek. Di sini akan terjadi korelasi
positif antara motivasi dengan tujuan (Siagian, 2005:49), yaitu sekelompok
orang dalam satu kesatuan kerja yang mempunyai sasaran yang jelas yang ingin
dicapai, mempunyai motivasi kerja lebih tinggi dari pada kelompok orang yang
bekerja tanpa sasaran yang jelas. Robbins dan Juge (2008:225) mendefinisikan
motivasi sebagai proses yang menjelaskan intensitas, arah dan ketekunan usaha
untuk mencapai suatu tujuan. Selanjutnya, Syamsudin (2009:37) memberikan
pengertian motivasi sebagai proses mempengaruhi atau mendorong dari luar
terhadap seseorang atau kelompok kerja agar mereka mau melaksanakan sesuatu
yang telah ditetapkan. Motivasi juga dapat diartikan sebagai dorongan (driving force) dimaksudkan sebagai
desakan yang alami untuk memuaskan dan mempertahankan kehidupan.
Mangkunegara (2005:61) menyatakan :
“motivasi terbentuk dari sikap (attitude)
karyawan dalam menghadapi situasi kerja di perusahaan (situation). Motivasi merupakan kondisi atau energi yang
menggerakkan diri karyawan yang terarah atau tertuju untuk mencapai tujuan
organisasi perusahaan. Sikap mental karyawan yang pro dan positif terhadap
situasi kerja itulah yang memperkuat motivasi kerjanya untuk mencapai kinerja
maksimal”.
Motivasi merupakan kondisi mental yang
mendorong dilakukannya sesuatu tindakan (action
atau activities) dan memberikan kekuatan (energy) yang mengarah kepada pencapaian kebutuhan, memberi kepuasan
ataupun mengurangi ketidakpuasan. Oleh karena itu seorang pemimpin harus
mempunyai cara yang tepat untuk dapat mencapai prestasi kerja yang tinggi.
Sedangkan motivasi itu sendiri adalah suatu konsep yang diutarakan sebagai
kebutuhan (needs) dan rangsangan (incentive), dimana kebutuhan dan
rangsangan tidak dapat dipisahkan karena dua hal tersebut saling berhubungan
dimana kebutuhan muncul karena ada rangsangan dan rangsangan akan muncul
setelah ada kebutuhan dan kebutuhan itu sendiri berhubungan dengan kekurangan
yang dialami oleh seseorang pada waktu tertentu. Kekurangan ini mungkin
bersifat fisiologis yaitu kebutuhan akan makanan, atau bersifat fsikologis
yaitu kebutuhan akan penghargaan diri (self esteem):atau kebutuhan untuk
bersosialisasi atau berinteraksi
Secara mendasar Komaruddin (2001:33),
mengartikan bahwa motivasi adalah penyebab tindakan: kondisi yang memulai
tingkah laku atau kegiatan. Pengertian lain motivasi adalah daya pendorong yang
mengakibatkan seorang anggota organisasi agar mau dan rela untuk
menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dan
menunaikan kewajibannya (Siagian, 2005:142).
Sedangkan menurut Robbin (2006:166),
motivasi sebagai kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi ke arah
tujuan-tujuan organisasi yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk
memenuhi kebutuhan individual atau dengan kata lain, motivasi adalah akibat
dari interaksi antara individu dengan situasi yang ada, Flippo (dalam Siagian,
2005:143) menyebutkan arahan atau motivasi dalam esensi, adalah kemampuan
mengatur karyawan dalam organisasi dimana karyawan adalah utama di dalam
organisasi maka perilaku itu terhasilkan dalam prestasi karyawan dari keinginan
karyawan yang simultan dengan hasil yang dicapai atau obyektivitas organisasi.
Sedangkan menurut Hasibuan (2008:66), motivasi adalah pemberian agar penggerak
yang menciptakan kegairahan seseorang bekerja agar efektif dan terintegrasi
dengan segala dan upaya untuk mencapai kepuasan.
Definisi lain dari motivasi menurut Donnely
(2004:94) adalah semua usaha dari dalam yang kondisinya dilukiskan sebagai
harapan, keinginan dan lain-lain yang ada di dalam aktivitasnya atau
gerakannya. Di lain pihak, motivasi adalah kekuatan, baik dari dalam maupun
dari luar yang mendorong seseorang untuk mencapai tujuan tertentu yang telah
ditetapkan sebelumnya (Widjaya, 2006:164). Motivasi dapat didefinisikan sebagai
proses oleh perilaku yang mana itu adalah menginisiasikan dan mengarahkan.
Motivasi juga merupakan dorongan
mental terhadap perorangan atau orang-orang sebagai anggota kelompok dalam
menanggapi suatu peristiwa dalam masyarakat. Dari berbagai penjelasan di atas
dapat diambil suatu pengertian motivasi secara umum adalah dorongan atau daya
penggerak. Sedangkan pengertian motivasi yang dikaitkan dengan organisasi
adalah, suatu kekuatan yang dapat memberikan rangsangan dan dorongan serta
semangat kerja kepada karyawan sehingga dapat merubah perilaku pribadi
seseorang (karyawan) ke arah yang diinginkan perusahaan di dalam hal ini
berkaitan dengan produktivisme yang menunjukkan prestasi kerja karyawan.
Dari uraian di atas, penulis
berpendapat bahwa motivasi merupakan proses psikologis yang mencerminkan
interaksi antara sikap, kebutuhan, persepsi dan keputusan yang terjadi pada
diri seseorang itu sendiri yang disebut intrinsik atau faktor di luar diri yang
disebut faktor ekstrinsik.
Faktor di dalam diri seseorang dapat
berupa sifat-sifat pribadi yang melekat sebagai unsur kepribadiannya, sistem
nilai yang dianut, kedudukan atau jabatan dan pendidikannya,
pengalaman-pengalaman profesional, cita-cita masa depan yang diinginkan.
Sedangkan faktor di luar diri, dapat ditimbulkan oleh berbagai sumber, bisa karena pengaruh lingkungan, kompetensi
antar sesama teman, tuntutan perkembangan atau tugas, dorongan atau bimbingan
atasan.
Berdasarkan hasil penelitiannya,
Herzberg berpendapat bahwa ada dua macam situasi yang berpengaruh terhadap
pekerjaan setiap individu terhadap pekerjaannya, yaitu kelompok satisfer dan
kelompok dissatisfer. Menurut teori ini, yang dimaksud faktor satisfer (motivasional) adalah hal-hal pendorong
prestasi yang sifatnya instrinsik, yang berarti bersumber dari dalam diri
seseorang, sedangkan yang dimaksud faktor dissatisfer (higiene) adalah faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik yang berarti
bersumber dari luar diri seseorang, misalnya organisasi. Menurut Herzberg yang
tergolong sebagai faktor motivasional anatra lain : pekerjaan seseorang,
keberhasilan yang diraih, kesempatan berkembang, kemajuan dalam karier, dan
pengakuan orang lain.
Sedangkan faktor-faktor higiene
atau pemeliharaan mencakup antara lain status pegawai dalam organisasi,
hubungan pegawai dengan atasannya, hubungan pegawai dengan rekan-rekan kerja,
teknik pengawasan oleh atasan, kebijaksanaan organisasi, sistem administrasi
dalam organisasi, kondisi kerja, dan sistem imbalan yang berlaku.
2.1.4. Kompensasi
Pemberian
kopensasi merupakan salah satu pemenuhan kebutuhan fisik, yang mempengaruhi
motivasi yang pada gilirannya mempengaruhi perilaku karyawan. Pemberia
kompensasi yang tepat dalam arti memenuhi persyaratan adil dan layak merupakan
salah satu fungsi department personalia yang sulit dilaksanakan. Kompensasi
merupakan salah satu motivasi orang yang bekerja yang diterima sebagai imbalan
prestasi yang diberikannya kepada perusahaan. Terdapat bermacam-macam definisi
kompensasi.
Menurut
Nawawi (2005:315) kompensasi bagi organisasi / perusahaan berarti penghargaan /
ganjaran pada para pekerja yang telah memberikan kontribusi dalam mewujdkan
tujuannya, melalui kegiatan yang disebut bekerja.
Menurut
Handoko (2006:115) kompensasi adalah segala sesuatu yang diterima karyawan
sebagai balas jasa atas kerja mereka, dan merupakan salah satu cara
meninggalkan prestasi kerja mereka, motivasi dan kepuasan karyawan adalah
dengan memberikan kompensasi.
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan
bahwa kompensasi adalah segala sesuatu yang diterima oleh karyawan sebagai
balas jasa atas kontribusi mereka dalam mewujudkan tujuan perusahaan yang
berupa penghargaan atau ganjaran.
Menurut Mondy dan Noe (2007:320)
kompensasi dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu kompensasi financial dan kompensasi non financial. Kompensasi financial
terdiri dari kompensasi financial langsung (direct
financial compensation) dan kompensasi financial tidak langsung (indiruect financial compensation). Kompensasi
financial langsung terdiri dari gaji, upah, bonus dan komisi. Sedangkan kompensasi
finansial tidak langsung disebut juga dengan tunjangan, yakni meliputi semua
imbalan finansial yang tidak tercakup dalam kompensasi langsung. Sedangkan
kompensasi non finansial (nonfinancial
compensation) terdiri dari kepuasan yag diterima baik dari pekerjaan itu
sendiri, seperti tanggung jawab, peluang akan pengakuan, peluang adanya
promosi, atau dari lingkungan psikologis dan atau fisik dimana oarng tersebut
berada, seperti rekan kerja yang menyenangkan, kebijakan-kebijakan yang sehat,
adanya kafetaria, sharing pekerjaan,
minggu kerja yang dipadatkan dan adanya waktu luang. Dengan demikian kompensasi
tidak hanya berkaitan dengan imbalan-imbalan moneter (ekstrinsik) saja, akan tetapi juga pada tujuan dan imbalan
intrinsik organisasi seperti pengakuan, maupun kesempatan promosi.
Sedangkan Michael dan Harold (2008:443)
membagi kompensasi dalam tiga bentuk, yaitu material, sosial dan aktivitas.
1. Bentuk
kompensasi material tidak hanya berbentuk uang, seperti gaji, bonus, dan
komisi, melainkan segala bentuk penguat fisik (physical reinforcer), misalnya fasilitas parkir, telepon dan ruang
kantor yang nyaman, serta berbagai macam bentuk tunjangan misalnya pensiun,
asuransi kesehatan.
2. Sedangkan kompensasi sosial berhubungan erat
dengan kebutuhan berinteraksi dengan orang lain. Bentuk kompensasi ini misalnya
status, pengakuan sebagai ahli di bidangnya, penghargaan atas prestasi,
promosi, kepastian masa jabatan, rekreasi, pembentukan kelompok-kelompok
pengambilan keputusan, dan kelompok khusus yang dibentuk untuk memecahkan
permasalahan perusahaan.
3.
Sedangkan
kompensasi aktivitas merupakan kompensasi yang mampu mengkompensasikan
aspek-aspek pekerjaan yang tidak disukainya dengan memberikan kesempatan untuk
melakukan aktivitas tertentu. Bentuk kompensasi aktivitas dapat berupa
“kekuasaan” yang dimiliki seorang karyawan untuk melakukan aktivitas di luar
pekerjaan rutinnya sehingga tidak timbul kebosanan kerja, pendelegasian
wewenang, tanggung jawab (otonomi), partisipasi dalam pengambilan keputusan,
serta training pengembangan kepribadian.
Ketiga bentuk kompensasi tersebut akan
dapat memotivasi karyawan baik dalam pengawasan, prestasi kerja maupun komitmen
terhadap perusahaan. Dalam pemberian kompensasi tersebut, tingkat atau besarnya
kompensasi harus benar-benar diperhatikan karena tingkat kompensasi akan
menentukan gaya hidup, harga diri, dan nilai perusahaan. Kompensasi mempunyai
pengaruh yang besar dalam penarikan karyawan, motivasi, produktivitas, dan
tingkat perputaran karyawan. (Benardin dan Russel, 2005:373)
Menurut Nawawi (2005:316) penghargaan atau ganjaran
sebagai kompensasi harus dibedakan jenis-jenisnya sebagai berikut :
1.
Kompensasi
langsung
Kompensasi langsung adalah
penghargaan/ganjaran yang disebut gaji atau upah, yang dibayar secara tetap
berdsarakan tenggang waktu yang tetap. Sejalan dengn pengertian itu, upah atau
gaji diartikan juga sebagai pembayaran dalam bentuk uang secara tunai atau
berupa natura yang diperoleh pekerja untuk pelaksanaan pekerjaannya.
Upah diartikan juga sebagai harga
untuk jasa-jasa yang telah diberikan oleh seseorang kepada orang lain. Sedang
Dewan Penelitian Pengupahan Nasional, mengartikan upah ialah suatu penerimaan
sebagai suatu imbalan dari pemberi kerja kepada penerima kerja untuk suatu
pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan. Selanjutnya pengertian itu
dilengkapi pula dengan mengetengahkan fungsi upah yang mengatakan “berfungsi
sebagai jaminan kelangsungan kehidupan yang layak bagi kemanusiaan dan produksi
yang dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan menurut suatu
persetujuan, undang-undang dan peraturan, yang dibayarkan atas dasar suatu
perjanjian kerja antara pemberi kerja dan penerima kerja”.
Kompensasi langsung disebut juga upah
dasar yakni upah atau gaji tetap yang diterima seorang pekerja dalam bentuk
upah bulanan (salary) atau upah
mingguan atau upah setiap jam dalam bekerja (hourly
wage).
2.
Kompensasi
tidak langsung (Inderect Compensation)
Kompensasi tidak langsung adalah
pemberian bagian keuntungan/manfaat lainnya bagi para pekeja di luar gaji atau
upah tetap, dapat berupa uang atau barang. Misalnya THR, Tunjangan Hari Natal
dan lain-lain. Dengan kata lain kompensasi tidak langsung adalah program
pemberian penghargaan/ganjaran dengan variasi yang luas, sebagai pemberian bagi
keuntungan prganisasi/perusahaan. Disamping contoh di atas dalam variasi yang
luas dapat pula berupa pemberian jaminan
kesehatan, liburan, cuti dan lain-lain.
3. Insentif
Insentif adalah penghargaan/ganjaran
yang diberikan untuk memotivasi para pekerja agar produktivitas kerjanya
tinggi, sifatnya tidak tetap atau sewaktu-waktu. Oleh karena itu insentif
sebagai bagian dari keuntungan, terutama sekali diberikan pada pekerja yang
bekerja secara baik atau yang berprestasi. Misalnya dalam bentuk pemberian
bonus. Di samping itu berarti insentif dapat pula diberikan dalam bentuk
barang.
Menurut Nawawi (2005:316) dalam
manifestasinya dapat dibedakan antara Kmpensasi Total dan Kompensasi Khusus.
a.
Kompensasi
Total
Kompensasi ini adalah keseluruhan
penghargaan/ganjaran yng diterima oleh seorang pekerja untuk seluruh pekerjaan
yang dilakukannya sebagai kontribusinya pada pencapaian tujuan organisasi.
Komponennya terdiri dari ketiga jenis kompensasi tersebut di atas, yakni
gaji/upah, beberapa jenis kompensasi tidak langsung dan insentif.
b.
Konpensasi
Khusus
Kompensasi ini disebut juga
penghasilan tambahan (Park/Prequisite) yakni penghargaan/ganjaran yang
diberikan kepada pekerja dengan status tertentu dalam organisasi/perusahaan.
Kompensasi iini biasanya diberikan secara khusus untuk manajer tingkat atas.
Bentuknya antara lain berupa kendaraan perusahaan, tempat parkir khusus,
pembayaran uang anggota-an perkumpulan eksekutif untuk pertemuan dan olah data
(country club) dan lain-lain. Khusus untuk perkumpulan eksekutif yang
membudaya di negara industri, cenderung
akan berkembang juga ke negara-negara berkembang yang sedang membangun.
Berdasarkan uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa kompensasi merupakan salah satu unsur pembiayaan (cost) organisasi/perusahaan yang sangat penting,
karena kan mempengaruhi harga dasar produknya, baik berupa barang maupun jasa
yang dipasarkannya. Dengan demikian berarti kompensasi memiliki aspek bisnis,
karena sebagai pembiayaan (cost) organisasi/perusahaan menunjukkan
gejala sebagai berikut :
1. Untuk sebuah organisasi/perusahaan besar dengan
balasan atau puluhan ribu pekerja, ternyata jumlah dana yang harus dikeluarkan
untuk kompensasi cukup besar pula. Dari beberapa hasil survey diperkirakan
keseluruhan pembiayaan (cost) untuk SDM pada perusahaan seperti itu,
dapat mencapai 60% s/d 80% dari pembiayaan keseluruhan (total cost).
Edngan demikian berarti pula SDM merupakan salah satu masukan (input)
perusahaan atau fungsi sebagai modal, bukan sekeedar aset
organisasi/perusahaan.
2. Organisasi/perusahaan harus mampu memilih
pekerjaan yang tepat untuk diangkat dan digaji, karena jika memperoleh pekerja
yang tidak mampu meberikan kontribusi dalam upaya mencapai tujuan bisnis,
berarti pemborosan. Organisasi/perusahaan yang tidak menginginkan kegagalan
dalam mencapai tujuan bisnisnya, harus mengangkat, mempekerjakan dan menggaji
pekerja yang tepat. Pemborosan dan kegagalan jika tidak dicermati dapat
mengantar organisasi/perusahaan pada kebangkrutan. Pekerja yang tepat
sebagaiman telah sering dikemukakan dalam uraian terdahulu adalah pekerja
yang kompetitif atau memiliki kemampuan
timggi (berkualitas dan produktif).
Dari sisi para pekerja kompensasi juga
memiliki arti penting, karena berpengaruh pada tingkatan dan kualitas kehidupan
sosial ekonominya. Pada giliran berikutnya tingkat dan kualitas tersebut sangat
berharga karena merupakan faktor yang ikut menentukan prestise dan kekuasaan di
dalam dan bahkan sering juga di luar organisasi/perusahaan. Dari sisi manajer
diperlukan kemampuan mendesign sistem kompensasi, dengan memperhatikan tuntutan
sebagai berikut :
a.
Design
kompensasi harus memunkinkan perusahaan melalui para pekerja yang digaji untuk
mencapai tujuannya, berupa dihasilkannya produk (barang atau jasa) dan
pemberian pelayanan yang berkualitas. Kompensasi harus didesain untuk
memungkinkan pekerja memberikan kontribusi dalam meraih keuntungan jangka
panjang.
b.
Desain
kompensasi harus memungkinkan perusahaan melalui para pekerja yang digaji,
untuk mewujudkan dan mengembangkan eksistensi organisais/perusahaan dengan
kaakteristik dan lingkungan yang memiliik keunikan berbeda dari perusahaan yang
lain. Dengan kata lain kompensasi harus diusahakan untuk mendorong para pekerja
agar mampu menghasilkan kekhususan dalam produk lininya yang berbeda dari
perusahaan/organisasi sejenis, yang merupakan faktor penentu dalam merebut
pasar.
Sedangkan tujuan umum dari kebijakan kompensasi
meliputi (Sherman, 2008: 345) menghargai prestasi kerja karyawan, menjaga kondisi
pasar kerja yang kompetitif, menjaga keadilan gaji karyawan, memotivasi prestasi
kerja karyawan, mempertahankan anggaran, dan mengurangi turnover karyawan.
2.2.
Penelitian Terdahulu
Pengaruh
Kompensasi, Motivasi dan Komitmen Organisasional Terhadap Kinerja Karyawan
Bagian Akuntansi (Studi Kasus Pada Perusahaan manufaktur di Surabaya), Windy
Aprilia Murty dan Gunasti Hudiwinarsih, 2012. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui apakah kompensasi, motivasi, dan komitmen organisasional berpengaruh
terhadap kinerja karyawan. Penelitian dilakukan dengan jumlah sampel sebanyak
32 orang bagian akuntansi yang diambil dari 17 perusahaan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kompensasi, motivasi, dan komitmen organisasional secara
simultan berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Berdasarkan hasil uji t
kompensasi, motivasi dan komitmen organisasional secara parsial juga
berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Variabel motivasi mempunyai pengaruh
dominan terhadap kinerja karyawan.
Pengaruh
Kompensasi, Motivasi, Komitmen Organisasional dan Pemahaman Akuntansi Terhadap
Kinerja Karyawan Bagian Akuntansi Pada Industri Mikro dan Menengah Kota
Bengkulu, D.P. Nababan dan Sriwidharmanelly, 2014. Penelitian ini
bertujuan untuk menguji pengaruh kompensasi, motivasi, komitmen organisasional
dan pemahaman akuntansi terhadap kinerja karyawan bagian akuntansi pada
industri mikro dan menengah di Kota Bengkulu. Penelitian yang dilakukan
merupakan penelitian deskriptif. Populasi dalam penelitian ini adalah industri
mikro dan menengah Kota Bengkulu yang berjumlah 60 industri. Sampel dalam
penelitian ini adalah karyawan bagian akuntansi sebanyak 32 responden.
Pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling. Teknik pengumpulan
data dengan menyebarkan kuesioner, sedangkan analisis data yang digunakan
adalah analisis regresi berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kompensasi, motivasi dan komitmen organisasional tidak berpengaruh terhadap
kinerja karyawan, sedangkan pemahaman akuntansi berpengaruh signifikan terhadap
kinerja karyawan.
2.3 Hubungan Komitmen Organisasi,
Motivasi, Kompensasi dan Kinerja Karyawan
Dalam menjalankan suatu organissi, pekerjaan dan
tugas-tugas organisasi merupakan pekerjaan kelompok (team) dan bukan merupakan
pekerjaan yang dikerjakan scara individu, oleh karena itu dibutuhkn adanya
komitmen yang dapat menimbulkan perilku positif bagi karyawan. Komitmen
merupakan kekuatan yang berifat relative
dari individu dalam mengindentifiksikan keterlibatan dirinya kdalam bagian organisasi. Dengan kata lain
komitmen mengisyaratkan hubungan karyawan dengan organisasi.
Kinerja pada dasarnya adalah apa yang
dilakukan karyawan sehingga mempengaruhi seberapa banyak mereka memberi
kontribusi kepda organisasi. Jika sasaran kinerja ditumbuhkan dari dalam
karyawan maka akan membentuk suatu kekuatan diri karyawan dalam menunjang
peningkatan kinerja, Mangkunegara (2005:68). Namun demikian penurunn dapat
terjadi pada diri karyawan. Penurunan kinerja dapat disebabkan oleh beberapa
faktor, baik intern maupun ekstern. Intern antara lain motivasi kerja karyawan,
komitmen organisasi yang dimiliki; sedangkan ekstern meliputi lingkungan kerja,
kompensasi, budaya organisasi dan sebagainya.
Motivasi dan kompensasi merupakan
faktor penting yang mempengaruhi seseorang mau bekerja. Jika motivasi dan
kompensasi ini terpenuhi dengan baik, maka seseorang akan bekerja dengan senang
hati dan semangat. Seorang karyawan dengn pemenuhan motivasi yang tinggi dan
pemberin kompensasi atas hasil kerjanya akan melakukan apapun untuk mencapai
tujuan organisasi.
2.4 Kerangka
Konseptual
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan
penelitian, dan berbagai teori yang telah diungkapkan, maka untuk memperjelas
gambaran penelitian ini maka dibuatlah kerangka berpikir yang dituangkan dalam
kerangka konseptual sebagaimana berikut :
Gambar 2.2
Kerangka Konseptual
![]() |
Keterangan:


2.5 Hipotesis
Penelitian
Berdasarkan
pada kerangka konseptual tersebut diatas, maka tersusun perumusan hipotesis
penelitian sebagai berikut :
Hipotesis 1 : Komitmen organisasi, motivasi dan kompensasi
secara simultan berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan PT. Bank
Mandiri Pamekasan.
Hipotesis 2 : Komitmen organisasi, motivasi dan kompensasi secara parsial ber
pengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan PT. Bank Mandiri Pamekasan.
Hipotesis 3 : Motivasi
berpengaruh dominan terhadap kinerja karyawan.
BAB III
|
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Berdasarkan
tujuan yang telah ditetapkan yaitu untuk mendapatkan jawaban dari
masalah-masalah yang telah diangkat, maka jenis penelitian ini adalah
penelitian eksplanatori. Menurut Faisal dalam Sani, dkk, (2010:287), penelitian eksplanatori adalah
untuk menguji hipotesis antar variabel yang dihipotesiskan yang akan diuji
kebenarannya.
Hipotesis
itu sendiri menggambarkan hubungan antara variabel-variabel, untuk mengetahui
apakah suatu variabel berasosiasi ataukah tidak dengan variabel lainnya, atau
apakah variabel disebabkan dan dipengaruhi atau tidak oleh variabel lainnya.
Dalam pelaksanaannya penelitian eksplanatori menggunakan metode penelitian
survei. Metode penelitian survei adalah tipe penelitian dengan menggunakan
kuisioner atau angket sebagai sumber data utama. Dalam penelitian survei,
responden diminta untuk memberikan jawaban singkat yang sudah tertulis di dalam
kuisioner atau angket untuk kemudian jawaban dari seluruh responden di olah
menggunakan teknik analisis tertentu (Martono, 2010:19). Dalam penelitian ini
data akan diolah dengan menggunakan analisis regresi berganda dengan bantuan
program SPSS versi 17,0.
|
Penelitian
eksplanatori dalam penelitian ini bermaksud untuk memberikan penjelasan
hubungan kausalitas antar variabel bebas (komitmen organisasi, motivasi dan kompensasi) dengan variabel terikat (kinerja karyawan)
melalui pengujian hipotesis.
3.2. Variabel Penelitian
Variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua
variabel, yaitu :
1.
Variabel dependen (Dependent Variabel)
Variabel dependen atau varibel terikat yaitu
variabel yang tergantung pada variabel atau dipengaruhi oleh variabel lain.
Dalam penelitian ini variabel terikat yaitu :
Kinerja karyawan
(Y)
2.
Variabel
independent ( Independent Variabel)
Variabel independen yaitu variabel yang dalam
hubungannya dengan variabel
Lain bertindak sebagai penyebab atau mempengaruhi
variabel lain. Dalam penelitian ini ada tiga variabel independen adalah :
-
Komitmen
Organisasi (X1)
-
Motivasi (X2)
-
Kompensasi
(X3)
3.3. Definisi
Operational Variabel
Definisi operasional variabel
dimaksudkan untuk memberikan pemahaman secara jelas dan tidak menimbulkan bias
dalam pengumpulan dan pengolahan data,
antara lain :
1.
Kinerja Karyawan
(Y)
Kinerja karyawan adalah hasil kerja yang dapat
dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai
dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai
tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai
dengan moral maupun etika.
Indikator kinerja karyawan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah:
a.
Kuantitas kerja
b.
Kualitas kerja
c.
Pengetahuan
d.
Kreatifitas
2.
Komitmen Organisasi
(X1)
Komitmen Organisasi adalah kekuatan yang
menjadikan individu bersedia bertindak berdasarkan kepercayaan, yang dibuktikan
dengan aktivitas dan keterlibatan.
Indikator komitmen organisasi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah :
a.
Indentifikasi
b.
Keterlibatan
dalam pekerjaan
c.
Loyalitas
3.
Motivasi (X2)
Motivasi adalah proses mempengaruhi atau mendorong
dari luar terhadap seseorang atau
kelompok kerja agar mereka mau melaksanakan sesuatu yang telah ditetapkan.
Indikator motivasi yang digunakan dalam penelitian
ini adalah :
a.
Gaji
b.
Supervisi
c.
Hubungan kerja
terjalin dengan baik
d.
Peluang untuk
maju
e.
Penghargaan
atas prestasi kerja
f.
Keberhasilan
yang diraih
g.
Pengembangan karier
h.
Pengakuan
orang lain
4. Kompensasi (X3)
Kompensasi adalah segala sesuatu yang diterima
oleh karyawan sebagai balas jasa atas kontribusi mereka yang berupa penghargaan
atas ganjaran. Dalam penelitian ini kompensasi dimaksudkan bukan gaji pokok
yang diterima setiap bulan. Inikator dari kompensasi dalam penelitian ini
adalah :
a. Kompensasi langsung
b. Kompensasi tidak langsung
c. Insentif
3.4. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi adalah keseluruhan
obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang digunakan
untuk penelitian (Sugiyono, 2006 : 90). Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh karyawan pada PT Bank Mandiri
Pamekasan, yang berjumlah 50 orang.
Sampel penelitian adalah
sebagian/wakil populasi yang diteliti. Dilihat dari jumlah populasi (total
sampling) yang terbatas, sehingga tidak dilakukan pengambilan sampel dengan
cara khusus, maka sampel diambil dengan metode sensus. Hal ini sesuai
pertimbangan bahwa apabila subyeknya kurang dari 100 maka lebih baik diambil
semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi (Arikunto, 2006:
131-134), sehingga sampel penelitian ini adalah seluruh karyawan pada PT Bank Mandiri Pamekasan, 50 orang.
3.5. Sumber
Data dan Metode Pengumpulan Data
3.5.1. Sumber
Data
Dalam penelitian ini
seorang peneliti membutuhkan data-data untuk mengetahui dan menjelaskan objek
yang diteliti. Untuk itu peneliti harus menetukan dari mana data tersebut akan
diperoleh atau dengan kata lain dari mana data itu bersumber. Untuk itu dalam
penelitian ini ditulis menggunakan dua sumber data ubtuk mengetahui hal-hal
yang berkaitan dengan objek penelitian, yakni :
1.
Data Primer
Data primer
menurut difinisi dari Soeratno dan Arsyad (2003:76), adalah data yang berasal
dari sumber yang asli dan dikumpulkan secara khusus untuk menjawab penelitin
kita. Data primer berupa informasi-infomasi akurat dari responden yakni
karyawan atau pegawai sebagai objek penelitian. Dimana data primer tersebut
merupakan data utama penelitian.
2.
Data Sekunder
Data
sekunder menurut definisi Soeratno dan Arsyad (2003:76), menjelaskan
bahwa data
yang diperoleh dari sekumpulan sumber lain, baik dari dalam maupun luar
perusahaan. Data sekunder dapat berupa dokumen-dokumen penting serta
laporan-laporan perusahaan, dan dokumentasi dari kantor PT. Bank Mandiri dimana
data sekunder yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data yang sifatnya
pendukung saja.
3.5.2. Metode
Pengumpulan Data
Metode
pengumpulan data dalam penelitian ini adalah :
1.
Kuesioner.
Kuesioner yaitu cara untuk mendapatkan
informasi dengan memberikan daftar pertanyaan yang diberikan pada responden
untuk dijawab.Pertanyaan dalam kuisioner dikemas dalam bentuk pilihan jawaban,
dengan menggunakan skala likert. Adapun pilihan jawaban terdiri dari :
a. Jawaban sangat setuju dengan nilai 5
b. Jawaban setuju dengan nilai 4
c. Jawaban ragu-ragu dengan nilai 3
d. Jawaban tidak setuju dengan nilai 2
e. Jawaban sangat tidak setuju dengan nilai 1
2.
Dokumentasi
Dokumentasi yaitu mengumpulkan data dengan cara menyelidiki
sumber tertulis seprti buku, majalah, notulen ddan cetakan lain yang berkenaan
dengan hal yang diteliti.
3.6. Uji Validitas dan Reliabilitas
Uji validitas adalah uji statistik
yang digunakan untuk menentukan seberapa valid suatu item pertanyaan mengukur
variabel yang diteliti. Sedangkan uji reliabilitas adalah uji statistik yang
digunakan untuk menentukan relaibilitas serangkaian item pertanyaan dalam
kehandalannya mengukur suatu variabel. Uji validitas dapat dilakukan dengan
menggunakan nilai Corrected Item-Total Correlation dalam software SPSS.
Sebuah item pertanyaan dikatakan valid jika mempunyai nilai Corrected
Item-Total Correlation lebih dari 0,3.
Uji reliabilitas adalah suatu indek
yang menunjukkan bagaimana suatu alat ukur dapat dipercaya atau dihandalkan.
Uji kepercayaan merupakan tingkat kemantapan suatu alat ukur yang memberikan
hasil yang sama. Dalam pengertian bahwa alat ukur tersebut stabil, dpat
diandalkan (Pendability) dan
diramalkan (Predictability) serta
konsisten dalam mengukur apa yang ingin diukur. Tekniknya menggunakan koefisien
Alpha Croncbath’s pada taraf
signifikan 5 %, maka nilai Alpha memiliki
nilai lebih besar dari nilai yang bias dipakai yaitu sebesr 0.6 maka intrumen
tersebut dinyatakan reliable.
3.7. Teknik Analisis Data
Teknis analisis data dalam penelitian
ini menggunakan analisis regresi linier berganda digunakan dalam penelitian
ini, bertujuan untuk mengetahui pengaruh antara variabel bebas dengan variabel
terikat, dengan menggunakan program SPSS versi 17,0. Adapun formulasinya adalah
sebagai berikut :
Y = a
+ b1 X1 +
b2X2 + b3X3
+ e
Keterangan :
Y
= Kinerja karyawan
a
= Konstanta
X1 = Komitmen Organisasi
X2 = Motivasi
X3 = Kompensasi
b1-b3
= Koefisien regresi
e = Standar eror.
3.8. Pengujian Hipotesis
Selanjutnya untuk menguji hipotesis
yang telah diajukan maka di gunakan pengujian dengan 2 cara yaitu pengujian
secara simultan (Uji F) dan pengujian secara (uji t), dengan menggunakan
program SPSS versi 17,0.
1. Uji F / Uji Simultan
Dalam penelitian ini, uji F digunakan
untuk mengetahui tingkat signifikansi pengaruh variabel-variabel bebas secara
bersama-sama (simultan) terhadap variabel terikat (Ghozali, 2005:84). Dasar
pengambilan keputusannya adalah dengan menggunakan angka probabilitas
signifikansi, yaitu :
a. Apabila nilai F hitung > F tabel
b.
Apabila nilai
signifikansi < 0,05.
2. Uji t/ Parsial
Uji t digunakan untuk menguji hipotesis kedua,
yaitu adanya pengaruh yang ditimbulkan oleh masing-masing variabel bebas,
secara parsial, terhadap variabel terikat. Dasar pengambilan keputusan adalah
dengan menggunakan angka probabilitas singnifikansi, yaitu :
a. Apabila nilai t hitung > dari t tabel
b. Apabila angka probabilitas signifikansi < 0,05,
maka Ho diterima dan Ha ditolak.
Posted by wiwien lindarto
Konsultan olah data & konsultan perpustakaan
083834917307
Tidak ada komentar:
Posting Komentar